Jimin menghela nafasnya kasar, berkali-kali membenturkan kepalanya ke belakang sofa. Menyesali kebodohannya sendiri.
Kenapa dia seperti itu?
Kenapa dia mencium Hyura?
Kenapa dia membawanya pergi?
Kenapa dia turunkan dari mobil?
Kenapa dia—
Lalu pintu terbuka, dan orang yang melihat presensi Jimin segera saja ikut menghela nafasnya kasar–memikirkan ini akan menjadi jam-jam terberat untuknya.
"Jihyun-ah, tolong lanjutkan rapatnya bersama yang lain." Ujar Taehyung lalu memberikan sebuah laporan, "Dan tolong katakan kepada sekretarisku untuk membawakan beberapa file setelah ini." Lantas tersenyum sedangkan Jihyun menerima laporannya. "Apa aku harus datang ke meja sekretaris, sajangnim?" Tanya Jihyun sebenarnya bermalas hati.
Taehyung mengangguk, "Tentu saja, Soji—sekretarisku mungkin akan sering menjadi pengantara kita sekarang." Lalu Jihyun lebih memilih mengangguk dan berbalik pergi sembari netranya tak sengaja melihat Jimin. Ada yang tidak beres pikirnya, dan ia harus menanyakannya kepada sahabatnya.
"Kenapa datang kesini?" Tanya Taehyung lalu duduk di kursi kerjanya.
Jimin menutup matanya dengan sebelah tangan, bagaikan seorang pria lajang yang baru saja dicampakan. "Aku bodoh, Tae."
"Kau kan memang bodoh. Kenapa baru menyadarinya sekarang?"
"Aku menurunkannya sendirian." Ujarnya lagi. "Kenapa tidak kudiamkan saja coba?"
"Siapa? Siapa yang kau turunkan? Apa maksudmu?" Karena Taehyung tidak tahu kronologinya, ia mengangkat sebelah alisnya heran. Mulai penasaran kenapa temannya itu terlihat depresi.
"Aku menarik Hyura, Tae. Lalu tidak sengaja menciumnya, dan … menurunkannya di jalan."
"Ya, kau gila? Tidak waras? Aku tahu kau bajingan, tapi tidak seperti itu juga, bodoh." Pekik Taehyung entah kenapa ikut kesal dengan Jimin. Ditambah Hyura adalah salah satu pegawainya.
"Aku tahu aku gila. Sudah kelewatan," Jimin menurunkan tangannya. "Tapi apa yang harus kulakukan sekarang Tae? Aku hilang akal."
Taehyung menghela nafasnya kasar; sepertinya sudah saatnya dia menjadi penasihat cinta sekarang. "Kau harus minta maaf, Jim. Kesampingkan kalau dia itu karyawanku, atau pun rekan kencanmu, ingat dia itu anak orang, dasar idiot."
"Tapi aku menurunkannya …"
"Ya jemput lagi, astaga! Ternyata kau itu memang bodoh ya? Bodoh kuadrat?" Tanya Taehyung disambut dengusan dari sang sahabat.
"Bagaimana kalau dia tidak ada? Atau sudah pergi menggunakan taksi?"
"Ya. Kau itu benar-benar suka dengan Hyura tidak sih? Sudah kuperingatkan sebelumnya, jangan main-main dengan karyawanku."
"Suka, tentu saja aku suka. Makanya aku ingin minta maaf dan mengajaknya kencan." Jawab Jimin lalu mengerucutkan bibirnya.
"Mengajaknya kencan? Di situasi seperti ini? Jelas-jelas sekarang dia membencimu. Kau mau digoreng? Atau dipanggang sampai gosong? Marahnya perempuan itu seram, Jim." Lantas Taehyung menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Apa benar Jimin itu playboy? Masa mengatasi masalah seperti ini saja tidak bisa?
"Begini saja. Daripada mendekati Hyura, lebih baik dekati saja ibunya."
"Ya, kau mau aku menikahi ibunya? Aku masih waras, dasar brengsek." Kesal Jimin tak mengerti dengan pola pikir Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND DATE [소개팅] | PJM
Fanfic[On-Going•Follow first] "This is just a fake matchmaking." Singkatnya, ini adalah kisah anti mainstream tentang kenakalan seorang Park Jimin yang dipaksa kencan buta oleh papanya. Sama dengan si gadis, yang nyatanya seorang fans berat dari Park Hyun...