2. Malam yang kelam.

7 1 0
                                    

Kemarin Riani tak bisa tidur.  Matanya selalu terbuka lebar dan susah untuk terpejam.  Jika terpejam pun,  entah kenapa bayangan seseorang  berjubah hitam yang di ceritakan sang adik tak pernah hilang bayang-bayangnya.

Sebenarnya ada apa? Riani bertanya dan binggung memikirkannya. Siapa orang yang ingin menghancurkan keluarganya dengan ilmu hitam seperti ini.

"Teh, Rahma curiga deh ada yang mau guna -guna teteh. Teteh kan judes sama galak tau aja ada yang sakit hati. "

Begitulah kata-kata sang adik yang membuat Riani kepikiran.  Apa betul,  karena sikapnya ada orang yang rela mengotori hidupnya sendiri dengan ilmu hitam demi melampiaskan dendamnya.

Riani binggung, pikirannya amat buntu saat ini.

"Ngelamunin apa sih bu bos?  Serius amat. "

Riani mengerjap mata,  iya tersadar dari lamunannya.

"Udah beres? " tanya Riani.  Tadi Rey sangat sibuk membersihkan dapur.

"Udah. " Rey menjawab.  "Akhir-akhir ini ada yang aneh deh bu bos. " Ujar Rey melapor.

"Aneh kenapa? " Riani bertanya kepo.

Rey meringis iya mengaruk tengkuknya.  "Tapi bu bos jangan kepikiran ya. " Pinta Rey,  seolah informasi yang akan iya sampaikan teramat berat hingga bisa mempengaruhi pikiran bosnya.

"Akhir-akhir ini kafe sepi pengunjung. Terus tiap pagi saya selalu nemuin tanah... Eum.. Kayaknya sih tanah kuburan. " Ujar Rey dengan keragu-raguan yang kentara.  Iya meringis di akhir kalimat.

"Hah?!  Masa sih? " Riani tak tau.  Memang dia datang agak siang setelah kuliah selesai.

Rey mengangguk,  "Saya selalu bersihin." lalu Rey merogoh ponselnya.  Memberikan bukti poto kepada sang bos. " Kemarin,  entah kenapa ada darah juga.  Dan yang lebih anehnya lagi tanah dan darah itu tercacar sepanjang kafe."

Riani meringis saat melihat bukti poto itu.  Iya merinding namun dalam hati iya selalu mensugestikan pikirannya agar tidak merasa takut.

"Sepertinya penyebab sepi kafe kita ini~" Rey diam sebentar.  "Karena guna-guna deh. " ujar Rey akhirnya.

Riani menghembuskan nafas lelah.  Iya agak kaget juga mendengar penyataan Rey. Percaya tak percaya memang semua bukti mengarah kesana, sepertinya benar ada orang yang tak suka atas keberhasilannya.

"Istigfar Rey,  jangan berpikir yang enggak-enggak ah. " Ujar Riani memperingati.

Sebetulnya Riani membenarkan perkataan Rey.  Namun jujur saja dia masih ragu dan belum mempercayai sepenuhnya.

Iya,  Riani percaya bahwa hidup ini berdampingan.  Hal-hal gaib sebetulnya memang ada namun tak terlihat.  Tapi bukan berarti sepenuhnya kita percaya. Jika memang hal ini karena guna-guna, pasti penyebab terbesar karena ulah tangan manusia juga.

Karena bagaimana pun dukun atau orang pintar juga manusia.  Mereka juga pasti meminta imbalan atas ilmu hitam yang mereka pergunakan untuk mewujudkan titah pelanggannya.

"Saya kerja lagi,  jangan di pikirin ya bos. '' Rey pamit undur diri.

Riani merenung,  iya berkeliling melihat kafenya.  Memang agak sepi hanya ada beberapa orang. 

Riani merenung di tempat dengan tatapan kosong.  Bagaimana pun iya kepikiran juga dengan masalah ini.  Apalagi saat ini iya tengah menghitung modal dan untung dari usahanya.

Dan hasil penghasilan akhir-akhir ini menurun dari biasanya.

***
Riani mengunci kafe. Setelah membereskan dan merapihkan kembali kafe miliknya.  Riani bergegas melangkah kearah mobilnya saat iya sudah mengunci pintu kafe dengan baik.

"Bu bos mau saya anter kerumah? " Tawar Rey saat motornya sudah bersisian di dekat tubuh bosnya.

"Enggak usah,  aku bawa mobil kok. " Riani menolak halus.

"Emang enggak takut bu bos? " Tanya Rey lagi.  Jika bosnya takut iya siap mengawal mobil bosnya  sampai rumah.

"Enggak usah lagian arah rumah kita enggak searah. " Riani menolak lagi. "Lagian rumah saya jauh juga. " sambung Riani,  saat iya sadar rumahnya lumayan jauh.  Kafenya ini berada di pusat kota,  sedangkan rumahnya berada di pedalaman desa.

Butuh satu jam untuk Riani sampai kerumahnya.  Beruntung orang tuanya selalu merestui apapun keputusannya.

"Ya udah kalo gitu saya duluan ya bu bos. " Ujar Rey pamit.

Riani mengangguk lalu menjawab salam Rey saat iya menancapkan gas.

Riani menghembuskan nafas.  Pundaknya ini masih terasa berat.  Riani memijitnya sebentar sebelum fokus mengendarai mobilnya.

Riani mampir sebentar kesalah satu mesjid seperti biasa. Iya melaksanakan kewajibannya lalu segera pulang setelah semuanya selesai.

Alunan lagu solawat menemani perjalanannya.  Entah kenapa Riani sering merasa sedih bahkan menangis jika mendengar lagu "Ya syahidan".

Menemaninya di kala sepi.  Riani merasa kurang enak badan,  pundaknya kian memberat seolah ada beban yang menindih pundaknya.

Nafas Riani memburu entah kenapa.  Keringat dingin bercucuran mengalir di dahi hingga lehernya.

Alunan nada dari lagu yang iya putar berhenti tiba-tiba.

Riani melirik kaca sepion.  Cukup kaget saat melihat wanita berambut panjang tengah menunduk dengan baju warna putih.

Riani tak henti-hentinya berdoa dalam hati. Nafasnya kian memburu.  Jalanan sepi,  membuat bulu kuduk Riani kian meremang. 

Riani merasakan sakit yang amat sangat di perutnya.  Riani menjerit kesakitan.  Membanting stir, iya sudah berada di pinggir jalan.

"Aaaa!" Riani kian merintih dan menjerit. Tak bisa menahan sakit saat di bagian jantung dan kepala merasa sakit seperti di tusuk besi panas.

"Allahhu akbar. " Riani menjerit,  merintih dengan air mata yang sudah mengalir deras di pipinya.  "Astagfirullahhal adzim. " Riani tak henti-hentinya berdoa.

Rasa sakitnya kian terasa. Tak ada yang menolongnya.

Riani tak bisa berbuat apa-apa.  Cahaya lampu yang menyinari mobil dan pekikan keras tlakson mobil truk tak mampu membuat tangan Riani yang bergetar untuk menggerakan stiir.

Dirinya di pertigaan jalan.  Salahnya juga parkir sembarangan.

Tampak wanita di belakangnya menyeringai dan tertawa kesenangan.  Seolah penderitaan Riani adalah hal yang paling membahagiakan.

Cahaya mobil kian mendekat.  Dengan suara tercekat Riani menyeru syahadat saat mobil itu menambrak mobilnya.

Braaak. ..

Malam yang kelam.

Malam yang panjang.

Mungkin ini adalah akhir hidupnya. Riani menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya sebelum kesadaran nya menghilang dan tergantikan dengan malam yang gelap.

****

(Bukan) Arwah penasaran! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang