O.O2

386 62 30
                                    

Bagian 2: pair jantungku

“Tau gak sih banyak hal yang pengen gue lakuin di dunia ini, tapi kenapa harus ketemu sama lo?”

baskara yang menyingsing di tambah dengan perkara orang asing, mengapa hari ini menjadi hari ingar-bingar yang tak terelakkan?

Menatap si orang asing dengan mimik wajahnya yang tercampur dengan segala rasa, sudah tak tahu harus berekspresi bagaimana lagi

“Yakin lo gak mau ketemu sama gue Kal?” pemuda asing itu dengan mudahnya berujar, piguranya yang sedikit berwarna merah muda itu memudar.

Sorry to say emang gue punya urusan apa sama lo sampe pengen ketemu sama lo? Selebgram aja bukan,” sinis si gadis sambil berjalan menjauh dari jangkauan tangan jahil milik raka yang sepertinya sudah bersiap-siap menjambak rambutnya yang panjang.

Sebenarnya jujur saja dengan beberapa kali kala menemani pemuda itu di rumah sakit-ada begitu banyak hal yang ia sayangkan akibat dilewatkan begitu saja di dalam siklus hidupnya.

Contohnya saat kemarin hari yang seharusnya menjadi hari terakhir ia menemani si anak hiperaktif, kenapa kala baru tau jika sebenarnya Fir'aun hanyalah sebuah gelar?

Melenceng bukan? Memang tapi raka sendiri yang memberi tahunya, bahkan dengan berita mini yang pemuda itu berikan membuatnya berpikir—lalu Fir'aun yang berada di kisah Musa siapa, jika Fir'aun hanya sebatas gelar di kerajaan?

“Tamu itu raja loh ngomong-ngomong,” celetuk raka yang masih setia berdiri di depan area rumahnya-mungkin karena belum mendapatkan izin masuk.

Memutar bola matanya dengan malas, lagi pula mengapa taruna itu seperti jailangkung? Datang tak dijemput pulang tak diantar, lalu bagaimana jika tuan rumah sedang ingin tak menerima tamu seorangpun?

Bolehkah? atau perlukah ia menebalkan telinganya dan kembali melangkah masuk? Baru saja tungkainya itu melangkah satu kali suara bedebum yang cukup keras mulai terdengar, berasal tepat dari belakang tubuhnya.

Pemuda yang sudah ia yakini tidak bisa diam atau berkutik sedikitpun akhirnya tumbang, memegangi hidung bangirnya dengan kedua lututnya yang sudah terjatuh mencium tanah bumi dengan mesra.

Seharusnya jika pemuda itu memang ingin diterima di rumahnya tidak perlu bermain drama picisan seperti ini, pura-pura sakitpun ia tidak akan peduli barang sedikitpun, toh itu juga bukan termasuk urusan penting yang harus membuat ia turun tangan.

Hingga kesekian kalinya, pemuda itu tetaplah Raka dengan segala kejutan menanti dan mendebarkan setiap jantung tatkala kebenaran tersingkap. Cairan merah yang mengalir melewati sela-sela jari pemuda itu jatuh ke bumi dengan mudahnya.

Bukannya terkena serangan panik ataupun meminta bantuan, suara tawa terkikik adalah hal kedua yang akhirnya kembali menyentuh telinga Kala. “Kalau kayak gini, gue udah boleh masuk belum?”

Mungkin selain memiliki beribu muslihat, pemuda itu juga memiliki gangguan kejiwaan yang patut untuk dicurigai.

Gadis itu berkali-kali menoleh, menatap pemuda warsa entah berapa itu dengan tajam, pemuda itu benar-benar sudah diluar segala perkiraan miliknya. Ia baru saja tadi mimisan dan tiba-tiba terjatuh di depan rumahnya lalu sekarang?

“lo masih waras kan?” setelah bertanya sekilas pemuda itu hanya mengangguk sebagai jawaban, kembali meluruskan pandangannya.

Raka, pemuda itu sudah sembuh dari sakitnya, sudah terhitung kurang lebih ini ke tiga kalinya ia berkunjung ke rumahnya dengan alasan di rumah tidak ada siapapun, di saat ambu bertanya raka siapa, pemuda itu menjawab dengan cepat, “Halo tante, kenalin saya Raka. Temennya kala pas dia ada di rumah sakit,”

pilau harsa | YANGYANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang