Day 2

249 22 1
                                    

28 of August 2008

Hari ke 2. Hari dimana aku melihat raga ku dimasukan ke liang lahat,melihat raga ku di tutupi oleh tanah.Sendiri.

Semua orang datang, ibuku, teman temanku, guru dan keluarga. Kecuali ayahku.

Acara penguburan selesai, orang orang pergi satu demi satu, sedangkan aku masih disini terdiam menatap semua yang terjadi.

"Dia masih belum datang" gumamku. Tunggu, apa aku diam disini untuk menunggunya? mengharapkan kedatangannya? tidak, tidak, tidak, Ya. Aku menginginkannya datang, tidak masalah sekali untuk selamanya setidaknya dia datang. waktu terus berlalu, batang hidungnya belum juga tampak. Bodoh! kenapa aku selalu menunggu yang tidak pasti,sekarang aku bisa pergi kemana saja atau melihat sesuatu yang seru dibanding diam di hamparan pemakaman seperti burung yang menunggu induknya datang dengan membawa makanan.Untuk apa aku menunggu penuh harapan jika akhirnya kotak kosong yang didapat? lalu mengapa kau tetap diam disini setelah menyadari itu semua emma? aku ingin pergi dari sini, namun hatiku ingin tetap tinggal.

Waktu terus berjalan tanpa henti,matahari mulai mengundurkan diri dari posisinya.

Mataku membulat kaget melihat sesosok pria bertubuh tinggi, dengan kaos dan jeans mendekati pemakamanku. Ayah? Oh My God. Aku tau dia akan datang. Dia datang.Ayahku. Dia. Datang. Penantian ku tidak sia sia. Aku menangis bahagia menatapnya, pikiranku dipenuhi dengan bagaiman, apa yang terjadi,seperti apa reaksinya. Aku berjalan mendekatinya. Sebelum aku menyentuhnya, aku menatap matanya, apa dia menangis? apa dia menangis karena ku?

"Emma maafkan aku" dia menundukkan kepalanya. Aku mengusap punggungnya tanpa bisa mengatakan apapun.

------------

"Kau bilang apa?!" Ibuku berteriak padanya. Ayahku.

"Kau tidak bisa datang begitu saja kesini lalu meminta maaf ! Tidak bisa ! Kau tidak bisa !" Ayahku hanya terdiam sedari tadi ia datang ke rumah, hanya kata maaf yang terus ia lontarkan dari mulutnya.Tubuhku mematung melihat pertengkaran mereka, mulutku membeku setiap aku ingin bicara walaupun sebenarnya aku sendiri tidak tau harus mengatakan apa, lagipula sepanjang apapun perkataan ku tidak akan ada yang dapat mendengarnya.

"Dimanakah tuan putri berada?"ayahku berteriak

"Disini" teriak ku yang sedang berdiri didepan cermin menatap diriku sendiri

"Apa kau siap tuan putri?" Ayahku bertanya dari lorong pintu,aku mengangguk tanpa menatapnya dan berjalan menghampirinya

"Hey,apa yang salah?"ayahku menurunkan badannya sejajar denganku,aku menggeleng.

"Kau berbohong?" Dia menaikkan daguku agar aku menatapnya.

"Yea" jawabku gugup.Ayahku hanya menaikkan alisnya tanda bertanya.

"Aku terlihat bodoh dengan baju ini" jelasku,badanku maju mundur sambil melihat ke lantai

"tidak sama sekali"bisik ayahku

"Teman temanku berkata begitu"

"Mereka hanya iri,karena kau berperan menjadi seorang putri dan karena kau putri itu artinya teman temanmu hanyalah rakyat biasa jadi jangan dengarkan mereka" ayahku tersenyum

Salah satu kenangan masa kecilku bersama ayahku pun muncul di tengah tengah pertengkaran orangtuaku. Aku pergi meninggalkan mereka.I'm done. Berjalan dan terus berjalan menelusuri gelapnya malam ditengah kota jakarta,mengapa malam ini begitu sunyi,biasanya kota ini selalu ramai setiap detiknya.

TEET....TEEETTT...

"Kau ingin mati atau apa?!" Teriak seorang pria yang mengeluarkan kepalanya dari kaca mobil untuk memarahiku. Aku melihat sekeliling menyadari bahwa sekarang aku berada di tengah tengah jalan raya. Sendirian. Itu artinya lekaki itu bicara padaku. Aku mematung menatapnya. Dia melihatku?

**

Dia terlihat sangat kacau,tapi cukup baik untuk orang se-kacau dia memiliki sebuah mobil, walaupun tidak fancy dan sudah agak kuno setidaknya dia pasti berusaha keras untuk mendapatkan mobil itu. Sudah beberapa jam aku didalam rumahnya memperhatikan tingkah lakunya tanpa menampakkan diri agar ia tidak mengetahui keberadaanku. Dia dapat melihatku,aku tidak mungkin melepaskannya begitu saja, ini adalah hal yang sangat aku inginkan karena akhirnya aku tidak sendiri lagi.

"Say chees...! " seruku pada kedua temanku alyssa dan fatih.

"Chees...!"

"Lemme see." Ujar alyssa merebut kamera dari tanganku

"Bagus bagus." ucapnya dengan seyum padaku. Aku menoleh ke arah fatih dan melihatnya hanya terdiam.

"Ada apa?" tanyaku pada fatih

"Tidak" dia mulai menaikkan wajahnya dan menatapku,matanya penuh dengan kecemasan

"Katakanlah"

"Tidak,bukan apa apa,kau tau?aku hanya cemas,kita hanya bertiga di bukit ini" jelasnya. Oh. aku melihat alyssa memutar matanya mendengar jawaban fatih.how rude.

"Aku tidak takut,aku sudah sering kesini untuk bahan pemotretan,lagipula disini sangat sejuk dan damai." kataku pada fatih sambil berjalan mendekatinya

"Kau merasa damai karena ada alyssa.sahabatmu" apa dia merasa tidak dianggap disini?

"Oh ayolah! Kau merasa bosan?seharusnya kau bicara jangan hanya diam!" Alyssa tiba tiba membentaknya.ugh. Aku menarik tangan alyssa menjauhi fatih

"Sa,"

"Aku tidak pernah suka padanya"

"Belum." aku terseyum padanya dan mendekati Fatih

"Maafkan dia, you know right alyssa" kataku pada Fatih,dia hanya memberikanku senyum palsunya

"Kau tau,kita memang tidak dekat dan aku tidak tau apa yang kupikirkan sampai membawamu kesini.dengannya" aku memberikan penekanan pada akhir kalimat seraya memberikan lirikan pada alyssa

"Aku hanya mengenalmu sebagai teman sekelas dan begitu juga kau,sebenarnya kau hanya belum membuka pintu untukku masuk dan begitupun aku.Kita hanya perlu membuka pintu itu dan biarkan semua ini berjalan" kataku pada fatih.Dia menatapku sejenak sampai akhirnya dia membuang muka dan beranjak dari tempatnya berdiri saat ini

"Aku ingin pulang" ujarnya.

Garis miring adalah flashback:)

40daysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang