Tetangga Baru

738 53 31
                                    

"Hm, aku sudah sampai, jangan khawatir,"

". . ."

"Iya, Bu, aku juga akan merindukan Ibu. Aku akan baik-baik saja, Bu."

". . ."

"Ibu, aku bukan anak kecil lagi,"

". . ."

"Baiklah, baiklah. Aku tutup teleponnya ya? I love you, Bu,"

Park Jungsoo, atau yang lebih akrab dipanggil dengan nama kecilnya, Leeteuk, terkekeh mendengar ocehan ibunya di telepon. Bahkan sudah sebesar ini sang ibu tercinta masih saja memperlakukannya seperti anak kecil. Masih mengingatkannya untuk makan dengan teratur, makan tepat waktu, makan makanan yang baik dan benar, cukup istirahat, dan lain-lain. Seperti dirinya akan pergi berkemah musim panas saja.

"Anda orang asing ya? Aneh sekali melihat sepertinya Anda pribumi tetapi ternyata berbahasa asing," tanya sopir taxi yang tengah memperhatikan gerak-geriknya dari kaca spion depan dengan sopan dalam bahasa Inggris yang fasih.

Leeteuk tersenyum memperlihatkan sebuah dimple di pipi kiri, "ah tidak, Pak, saya orang Korea. Hanya saja sudah lama menetap di luar negeri dan baru kembali," jawabnya kini berganti berbahasa Korea.

"Oh begitu rupanya, hahaha," sopir taxi yang tampaknya sudah agak berumur itupun tertawa dengan ramah seraya mengangguk-angguk mengerti, "sepertinya Anda sedang mencari tempat tinggal? Maaf jika saya membuat tidak nyaman, saya tidak bermaksud menguping pembicaraan Anda."

Sekali lagi Leeteuk tersenyum ramah, "tidak apa-apa," maklumnya, "saya memang baru datang dan kebetulan belum sempat reservasi hotel ataupun mencari tempat tinggal,"

"Kalau begitu bagaimana jika saya membantu? Kebetulan di flat tempat saya tinggal masih ada kamar kosong, jika Anda berminat," tawar sopir taxi tadi. "Eh maaf, apa Anda bekerja?" tanyanya lagi.

"Iya, saya bekerja di sebuah perusahaan kosmetik. Jika tidak keberatan, apa Anda bersedia mengantarkan saya ke alamat tersebut?"

"Aigoo, tentu saja."

"Terima kasih banyak."

Setelah itu perjalanan dari Bandara Incheon menuju tempat tinggal mereka diselingi dengan obrolan-obrolan ringan. Leeteuk bersyukur karena dipertemukan dengan seorang yang ramah dan baik hati seperti Paman Han, sopir taxi tadi. Paman Han bercerita bahwa sebelumnya beliau adalah dosen pengajar di salah satu universitas ternama di Korea, namun karena satu dan lain hal beliau memutuskan untuk pensiun dini dari pekerjaannya. Pantas saja Paman Han dapat mengerti dengan baik apa yang dia bicarakan dengan ibunya di telepon dan juga mampu berbahasa Inggris dengan fasih.

Sekitar 45menit kemudian mereka tiba di sebuah bangunan, tidak begitu besar memang tetapi terlihat sangat nyaman, terdiri dari beberapa kamar yang mereka sebut flat atau One-Room. Sesuai dengan namanya, rumah tinggal tersebut memang hanya terdiri dari satu kamar, namun cukup luas dan fasilitasnya pun sudah termasuk lengkap dengan ranjang, kasur, lemari, juga mesin cuci. Minimalis tetapi juga sangat nyaman. Tanpa banyak pertimbangan, Leeteuk pun memutuskan untuk menetap disana.

Dengan dibantu oleh Paman dan Bibi Han ia membereskan barang-barangnya. Tak banyak yang ia bawa, karena sejak awal Leeteuk memang berniat untuk melengkapi kebutuhannya setelah dia sampai di Seoul, hanya satu koper berisi baju-baju kantor dan beberapa potong pakaian sehari-hari, juga barang-barang pribadi lainnya.

Selesai membenahi barang bawaannya Leeteuk memutuskan beristirahat sebentar sebelum nanti keluar melihat sekitar sekalian berbelanja kebutuhan yang masih kurang dan makan malam.

MORE THAN WORDS [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang