Episode 7

74 5 0
                                    

Sebenarnya, Charlene sangat malas berolahraga, apalagi masuk ke tempat gym. Tapi, kalo cuma untuk threadmill sih, bolehlah.. Eeh.. Bakalan kram gak, ya?
Jeremy pun mengajari Charlene untuk pemanasan dulu sebelum melakukan threadmill. Supaya tak kram kaki.

Hingga keesokan harinya.. Kira-kira sore hari, lah.. Charlene pergi ke tempat gym yang biasa didatangi Jeremy semasa hidup. Katanya, Stevan juga sering ke gym itu.
Untung perginya sore hari, ketika matahari mulai terbenam. Jeremy bisa ikut.

Gym itu bernama Galaxy Gym. Kata Jeremy, gym ini milik orang Tionghoa. Masih teman papanya. Lokasinya di daerah Kampus. Dibilang daerah kampus, karena dekat dengan kampus Universitas Jember, dan banyak perguruan tinggi lainnya. Lokasi yang sangat banyak ditinggali anak kuliahan. Bisnis rumah kost juga bejibun di sini. PKL yang jual makanan, juga tumpah ruah. Trotoar tidak lagi berfugsi sebagai tempat pejalan kaki.. Huft..
Gym itu letaknya di Jalan Kalimantan. Dekat dengan ruko-ruko, juga kafe. Halaman parkirnya luas. Juga disesapi dengan pedagang asongan. Juga ada kios rokok di sisi kanan halaman parkir.

Jeremy berjalan di samping Charlene. Tentu saja, hanya gadis itu yang bisa melihat. "Aku suka banget tempat gym ini. Cozy banget."
Charlene hanya tersenyum tipis. Ia menahan diri untuk tidak bicara dengan Jeremy. Ntar disangka gak waras karena orang lain pasti ngira dirinya ngomong sendirian. Untung Jeremy mengerti itu. Jadi, ia tak merasa diacuhkan.

Gym ini punya lobi kecil. Seorang gadis berseragam oranye berdiri di belakang sebuah meja setinggi dada.
Charlene melakukan registrasi pada petugas itu, lalu mendapatkan kunci untuk locker di ruang ganti wanita.

"Itu Stevan," kata Jeremy, saat ia dan Charlene baru masuk ke ruangan berisi banyak sekali peralatan olahraga. Ada deretan threadmill di sisi yang menghadap ke dinding kaca.
Charlene melihat Stevan sedang latihan lari cepat dengan thredmill. Pria itu mengenakan kaos oblong berwarna putih dan celana pendek warna merah. Mirip bendera Polandia, tinggal dikerek. Oops..!
Back to topic!
"Mending, kamu pura-pura gak sengaja latihan di sebelah dia," saran Jeremy.
Charlene mengangguk pelan. Ia pun segera mengambil posisi di threadmill, pas di sebelah Stevan.

Sudah diduga.. Charlene kebingungan.. Bagaimana menyalakan threadmill ini? Abisnya, gak pernah pakai. Jadinya katrok, kan?
Dan, pada saat itulah, Stevan melihat kesusahan Charlene. Stevan berhenti lari. Ia memperhatikan Charlene. "Loh.. kamu.. Charlene, kan?"
"Hey, Stevan! Gak nyangka ya, kita bertemu di sini.."
"Iya, nih.. Ternyata kamu suka ngegym juga.."
"Oh.. engga kok.. Ini cuma lagi pengen..," bohongnya.
Lalu, Stevan membantu menyalakan threadmill yang akan Charlene pakai.

Dari jauh, Jeremy tersenyum-senyum melihat gaya lari Charlene di atas threadmill itu. Terlihat sekali, gadis itu takut jatuh, padahal, levelnya itu masih setara dengan jalan kaki di tempat. Maka, ia pun ikut naik di threadmill yang sama.
Oh.. Charlene dibuat kaget, karena tiba-tiba Jeremy memegangi dirinya. "Oops..!"
"Jangan takut-takut gitu larinya. Aku pegangin kamu, kok.."
Charlene tersenyum tipis. Ia dapat merasakan hawa dingin memeluknya dari belakang. Jantung gadis itu mendadak berdegub kencang.
Dan, agaknya gelagat Charlene diperhatikan oleh Stevan. "Kamu kenapa, Non?"
"Oh, gak papa.. Cuma udah lama gak  ngegym. Jadi agak kaku," kilahnya.
"Mm.. pelan-pelan aja larinya. Anggap pemanasan."
"Iya.."

Meskipun dipegangi oleh Jeremy, tetap saja kaki Charlene kan harus bergerak mengikuti laju papan threadmill.
Sampai.. "Ugh.. Stop dulu, deh.." Wajahnya bermandi keringat. Bukan karena lelah. Tapi karena takut jatuh.
"Kamu istirahat aja dulu..," kata Jeremy.
Ternyata Stevan mendengar keluhan Charlene. "Kamu kenapa?"
Charlene mematikan threadmillnya. "Ngg.. kayaknya kaki aku kram.. Aduh..!" Ia langsung terduduk di atas papan threadmill. Jeremy turun dari threadmill. Ia memeriksa keadaan Charlene. "Kram beneran?"
Charlene mengangguk.
Stevan juga menanyakan hal yang sama. "Kram, ya?"
Charlene menjawab, "Iya.."
Tiba-tiba, Charlene terpekik, menahan sakit. Gimana engga.. Tangan Jeremy lebih dulu menekan bagian kaki Charlene yang kram. Bersamaan dengan tangan Stevan, melakukan hal yang sama.
"Sorry!" Jeremy langsung melepaskan pijatannya.
Steven juga. "Aku terlalu keras mijitnya, ya?"
Aduh.. mau bilang apa?
"Bisa minta tolong, bawa aku duduk di sofa?" Akhirnya itu yang diminta Charlene pada Stevan.
"Iya, bisa.." Ia memapah Charlene, duduk di sebuah sofa yang ada di sisi ruangan.
Kenapa Jeremy merasa sedih melihat itu? "Aku bikin kamu bete, yah?"
Charlene masih meringis. Ia tak bisa menjelaskan dengan bahasa isyarat. "Ng.. Ko Stevan, bisa minta tolong lagi, gak?"
"Apa?"
"Aku ingin minum.."
"Bentar, aku ambilin.. Kamu tunggu aja di sini.."

PERIAS JENAZAH | Udah Bisa POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang