Episode 19

22 4 0
                                    

Dengan segenap upaya, Charlene akhirnya bisa membujuk Surya agar bicara pada Iyvone.

Begitu masuk kamar..
Iyvone tampak menangis, menggeru-geru.
"Kamu kenapa, Ma?" Surya langsung menghampiri Iyvone. Memeluknya.
"Pa.. Nyo dibunuh.. Nyo dibunuh.." Iyvone histeris.
"Apa maksudmu?"
"Diana yang bunuh Nyo, Pa.. Dia bilang sendiri sama aku barusan.." Iyvone berusaha meyakinkan Surya.

Jeremy juga berusaha menahan emosinya sendiri. Ia menarik Charlene keluar dari kamar. "Memang.. Ai Diana barusan sempat masuk ke kamar mama.. Dan aku.. aku dengar semuanya.."

Beberapa menit yang lalu..

Flashback

Diana membawakan teh untuk Iyvone. "Kamu tau gak, Shao.. Sinyo matinya kenapa?" Ia bicara sambil meletakkan segelas teh di meja. "Aku naruh racun He Ting Hong di dalam botol minumnya, yang dibawa ngegym. Ternyata, dia minum setelah latihan. Makanya, colaps agak jauh dari tempat gym. Tapi dengan begitu, aku bisa ambil sidik jarinya untuk bikin surat kuasa. Itu, sebelum aku manggil tukang rias jenazahnya. Dengan surat itu, dia mengalihkan semua hartanya buat aku. Trus, aku juga dapet kunci villa yang di Rembangan, di dalam tas olahraganya. Hmm.. aku udah ke sana sih, tapi belum tau di mana dia nyimpen surat-surat berharganya."
Iyvone memang depresi. Tapi dia tidak gila. Dia tidak tuli. Namun, terlalu lama bersedih dan jarang makan, tubuhnya jadi sangat lemah. Terlalu lemah untuk mendamprat Diana.
"Bentar lagi.. giliran Koko Surya yang mati. Gimana kalo setelah itu.. kamu, Shao?"
Diana keluar dari kamar itu sambil tertawa.

Now

Jeremy memeluk Charlene. "Sebaiknya.. sekarang kamu pergi dari sini. Jangan sampai Ai Diana melihat kamu terlibat dalam membongkar kejahatannya."
"Tapi aku harus ke mana?" tanya Charlene.
"Pulang ke rumahmu.. Dari sini, biar Stevan yang selesaikan. Oke? Nanti.. aku nyusul kamu.."
Charlene melepaskan diri dari pelukan Jeremy. "Aku gak mau.. Aku juga mau lihat Ai Diana ditangkap atas kejahatannya. Aku janji, akan baik-baik aja. Ya?"
"Tapi.."
"Di sini kan ada banyak orang. Aku pasti baik-baik aja."
"Kamu emang keras kepala.. Ya udah, deh.. Mendingan kamu agak ngumpet di sini.." Jeremy menarik Charlene agar bersembunyi di bawah tangga. Dari situ, bisa melihat orang yang lalu-lalang ke kamar orangtua Jeremy.

Tak lama kemudian, Diana datang. Ia membawa nampan berisi secangkir kopi. Tepat pada saat itu, Surya keluar dari kamarnya.
"Ko, ini kopimu. Aku liat kamu tadi lemes. Makanya, aku buatkan kopi.. Soalnya masih banyak pelayat yang bakal berdatangan di malam terakhir gini."
Surya menatap Diana. Tapi, pria itu telah mengikuti rencana Charlene. Ia meminum kopi tersebut. "Me, besok anakku akan dimakamkan.."
"Yah.." Diana mendesah. "Mau gimana lagi, Ko? Sudah takdir Jeremy kayak gini.."
"Seharusnya, aku biarkan tubuh Jeremy diautopsi. Aku mendadak ingin tau, apa penyebab kematiannya.." Surya menyeruput lagi kopinya. Rasanya memang agak aneh.
"Kamu ngomong apa sih, Ko? Keputusanmu sudah bener. Kamu gak kasihan lihat badan Jeremy yang bagus itu malah dibelah-belah. Diambil isi perutnya. Dibongkar kayak robot rusak. Aku sih, gak tega.."
Surya meletakkan secangkir kopi itu di atas meja, sembari berkata dengan santai, belum menunjukkan kemarahan, "Gak tega, atau takut kejahatanmu kebongkar, Me?!" Intonasi suaranya mulai berubah, meninggi.
"Hah?! Koko ini ngomong apa? Kejahatanku? Memangnya aku habis ngapain Sinyo?"
Emosi Surya makin tak terkontrol. "Ngapain Sinyo? Masih gak ngaku kamu? Kamu.. udah meracuni dia, Me!! Kamu!!" Ia mencengkram tubuh adiknya. Emosi pun meluap, bagai air kamar mandi yang kepenuhan.
Sekuat tenaga, Diana mendorong Surya, dan berhasil melepaskan diri.
Lelah sudah berpura-pura baik. Diana melepaskan topeng keluguannya. Wajah liciknya terlihat.
"Aku memang membunuh Jeremy. Trus kenapa? Setelah bunuh Jeremy, aku baru akan membunuh Koko. Hmm.. lebih tepatnya, aku sedang membunuh Koko. Hmm.. kopi yang Koko minum itu, sudah dicampur dengan racun He Ting Hong. Racun, yang juga aku pakai untuk membunuh Jeremy.
"Kenapa kamu lakukan ini, Me? Aku ini kakak kandungmu. Jeremy adalah keponakan yang sangat kamu sayang.."
Diana mengetuk-ngetuk dagunya sendiri. "Kalo gak gini.. Gimana caranya aku dapat uang, Ko? Aku pernah minta bantuan Ko Surya dan Koko-Koko yang lain. Tapi mana? Kalian semua bisanya cuma marah-marah. Menuduh pilihan hidupku yang gak ingin menikah.." Diana mulai menangisi kegetiran hidupnya. "Sedikit lagi.. Koko akan mati juga.. Itu bikin aku merasa lebih puas. Aku akan bayar semua hutang judiku.. Setelah itu, aku akan kabur ke luar negeri.."
_______

Me / meme: adik perempuan

PERIAS JENAZAH | Udah Bisa POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang