Chapter 10

1.5K 190 5
                                    



Ilya sudah hampir tertidur saat bel rumahnya berbunyi. Setelah keributannya yang dilakukannya pada Aurora tadi, Iya memutuskan untuk pulang dan mandi. Mandi air dingin ternyata cukup membantunya meredam emosi dan membuat mengantuk setelahnya, ditambah lagi Ilya memang tidak tidur semalam.



Ilya sama sekali tidak berniat menerima tamu sekarang. Tapi melihat sosok yang berdiri di depan pintu flatnya, kantuk Ilya mendadak hilang. Winwin.



“Aurora tadi menghubungiku, dia minta maaf gak tahu buat apa. Trus Eva cerita semuanya sebelum aku ke sini.”



Perasaan Ilya bercampur aduk antara malu dan bangga sekarang. “err... masuk dulu deh Win!”



Winwin mengangguk, mengekori Ilya menuju sofa yang langsung terlihat saat gadis itu membuka pintunya lebih lebar. Sementara Ilya menuju lemari penyimpanannya, Winwin mendudukkan dirinya di sofa. Winwin menyapukan pandangannya sekeliling rumah yang dapat jangkau oleh matanya. Flat Ilya tidak luas, tapi cukup besar untuk ditempati oleh satu orang.



Saat Ilya kembali dan duduk di sampingnya sambil membawa dua kaleng soda, tatapan Winwin jatuh pada seikat bunga mawar yang terletak dalam vas di samping televisi gadis itu.



“Aurora emang ngomong apa tadi?” tanya Winwin sambil mengambil kaleng soda yang disodorkan Ilya.




Ilya menimbang apakah harus mengatakan semuanya atau tidak pada Winwin. Meskipun dia beranggapan Aurora jahat, tapi Ilya tetap sadar dia tidak boleh merusak pertemanan orang lain. “sesuatu yang jahat.” Kata Ilya akhirnya.




“lalu kenapa kau memanggilku Winwinku.?” Ilya tidak begitu memerhatikan perkataan Winwin. Tindakan Winwin yang mengambil soda miliknya dan menggantinya dengan kaleng lain yang sebelumnya telah ia buka menarik semua atensi Ilya. Ia tidak pernah tahu tindakan sederhana seperti membuka kaleng soda kemudian menukarkannya dengan milik kita yang belum terbuka bisa jadi semendebarkan ini untuk Ilya.



Ilya mengerjapkan matanya sekali sambil menggeleng pelan mencoba menyadarkan dirinya. “lu bilang apa barusan?”



Winwin memalingkan mukanya menolak kontak mata dengan Ilya, “Winwinku.” Katanya, “kenapa kau mengatakan hal itu, padahal kau menolakku dua kali.” Ilya membeku, ia memang memanggil Winwin begitu saat bertengkar dengan Aurora. Dia melakukannya secara refleks, panggilan yang keluar begitu saja dari mulutnya. Ilya mungkin memang sudah gila, lebih gila lagi karena sekarang matanya memberikan ilusi kalau telinga dan leher Winwin berubah memerah.



Sebenarnya bukan hanya Winwin, Ilya sendiri merasa mendapati perasaan menggelitik yang tidak ada hubungannya dengan humor atau sejenisnya. Gadis itu membuang muka sambil memikirkan harus menjawab apa pada Winwin. “gue gak sadar mengatakannya.”



“lu gak kuliah hari ini?” tanya Ilya cepat mencoba mengalihkan pembicaraan.



“gak ada dosennya. Jangan mengalihkan pembicaraan Ly! Dan kenapa juga kamu harus marah kalau Aurora bicara jahat?”



Ilya menggigit bibir bawahnya, bingung harus mengatakan apa pada Winwin. Ilya tidak mungkin mengatakan pada Winwin kalau laki-laki itu terlalu baik untuk dimanfaatkan oleh orang lain, laki-laki itu berharga. Jika ia mengatakan hal itu, Ilya takut Winwin akan mengira ia menyukai laki-laki itu.



Ilya melebarkan matanya saat melihat vas bunga di samping televisi dan kemudian ia teringat alasannya pergi ke fakultas Seni dan bertemu Aurora tadi. “itu lu kan?”



“hah?”



Ilya mengalihkan pandangannya pada Winwin tangannya kanannya terangkat menunjuk vas bunga yang sebelumnya juga menarik perhatian laki-laki itu. “Yang meletakkan bunga-bunga itu di depan rumahku.”



Winwin yang mendadak tergagap dan bergerak gelisah Ilya anggap sebagai jawaban. Dan yang jadi pertanyaan Ilya sekarang adalah kenapa Winwin melakukan hal itu.



Winwin menutupi wajahnya dengan lengan kanannya yang terbalut hoodie berwarna hitam. “itu- kau bilang kalau mau pacaran harus pdkt dulu.” Terang Winwin, “jadi aku nanya sama Ten ge, dia bilang aku harus memberimu seikat kembang merah.”



Ilya membuka mulutnya untuk menyahuti Winwin, tapi kemudian ia menutup kembali mulutnya tanpa mengatakan apapun. Ilya jarang merasa senang atau bersemangat karena sesuatu, tapi fakta kalau Winwin ingin pacaran dengannya dan mencoba mendekatinya dengan benar membuat Ilya senang, walaupun gadis itu tidak mau mengakuinya.



Ilya menarik napas panjang, mengontrol emosi dan ekspresinya sebaik mungkin. Ia masih belum tahu apa motivasi Winwin, jadi dia tidak bisa langsung senang begitu saja. “Ya! Kau kira kita sedang syuting Elegi esok pagi? Aku bukan perempuan kekasih Ebiet.” Kata Ilya mencoba sekerang mungkin bersikap biasa saja.



“seenggaknya aku udah nyoba Ly.” Jawab Winwin sambil menurunkan lengannya meskipun masih menghindari kontak mata dengan Ilya.



“ya kalo cara lu gitu mana gue tahu lu mau deketin gue. Lagian kenapa sih lu ngebet banget mau pacaran sama gue?” tanya Ilya, “seinget gue lu gak pernah suka sama gue. Sebagai cewek maksud gue.”



“ayahnya Yugyeom.” Mulai Winwin. “dia nyuruh orang buat nyulik kamu.”



Ilya mengerjapkan matanya mencoba mencerna dan memikirkan perkataan Winwin. Dirinya sudah tahu kalau ayahnya Yugyeom senang bertindak berlebihan, laki-laki itu bahkan pernah mengiriminya banyak uang sebagai ganti meninggalkan Yugyeom yang kemudian ditolak Ilya. Tapi bagaimanapun ia tidak menemukan alasan yang tepat tentang perintah ayahnya Yugyeom dan kaitannya dengan mereka yang pacaran.



“tuan Kim gak akan ganggu dan ngirim orang lagi buat ngikutin kamu kalo kita pacaran.”



Perkataan Winwin memang menjawab pertanyaannya tapi di saat yang bersamaan juga membuatnya makin bingung. “bentar. Emang apa hubungan lu sama bokapnya Yugi sampe dia gak berani gangguin pacar lu?”



“bukan aku. Tapi ayah aku bisa dibilang berteman sama ayahnya Yugyeom.” Jawab Winwin.



Ilya bedecak kesal. “jangan setengah-setengah Win. Kalau lu mau pacaran sama gue lu harus ceritain semuanya.”



Ilya menunggu Winwin menjelaskan padanya. Dari awal ia memang sudah merasa hubungan Winwin dan Yugyeom sangat aneh. Menolak mengakui teman tapi cukup tahu satu sama lain.



Ilya tersenyum saat mendengar helaan napas dari Winwin. “kamu pasti udah tahu kalo ayahnya Yugyeom kerja di pemerintahan kan?” tanya Winwin yang langsung mendapati anggukan dari Ilya. “aku gak tahu gimana mereka bisa kenal. Tapi mereka melakukan perjanjian-“



“kerja sama?” potong Ilya.



“ya semacam itulah.” Jawab Winwin seadanya.



“bokap lu kerja di pemerintahan juga ya? Kerja sama antar negara kan?”



Winwin mengusap bagian belakang kepalanya. “bukan. Ayah aku pembisnis. Tapi ya emang ada hubungannya sama kerja sama negara ini.” Jawab Winwin. “dan Yugyeom terang-terangan bilang kalo dia ada dipihak ayah, dan dia ngasih tahu ayahnya kalo dia akan melaporkan sesuatu padaku kalau ayahnya mengganggu hidupnya.”



“ngelaporin apa?”



“gak tahu. Kayanya akal-akalan Yugyeom doang, sengaja biar gak diganggu sama ayahnya. Dan yah dari dulu ayahnya Yugyeom gak pernah gangguin aku sama teman-teman aku juga, malah kadang dibantuin sama dia. Sebenarnya ayah Yugyeom baik, cuman karena dia kerja di pemerintahan jadi aku gak percaya seratus persen. Belum lagi Yugyeom benci banget sama ayahnya. Dan ayah aku juga selalu nyuruh buat bantuin Yugyeom, katanya sih balas budi karena selama sering dibantuin Tuan Kim.”



“jadi hubungan kalian itu sebenarnya dari perjanjian itu? Lu bantuin Yugyeom buat balas budi tuan kim ke bokap lu?” tanya Ilya yang kemudian dijawab dengan anggukkan pelan oleh Winwin. “kalo ada yang mau dilaporin ke elu, pasti ada hubungannya sama perjanjian orang tua kalian kan ya? Apa tuan kim melanggar perjanjian?”



Winwin menggeleng pelan, “mungkin lebih ke arah...” Ilya menunggu Winwin melanjutkan perkataannya dengan sabar, “... err kalau perjanjian ini gak menguntungkan. Kalo bisnis gak ada untungnya kan lebih baik disudahi.”

















TBC

Red | WINWIN WayV ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang