22) Menerima

292 16 0
                                    

Ayna menatap sekeliling. Asrama putri sangatlah rapi.

Sepatu dan sandal di depan kamar, disusun rapi di dalam rak, tong sampah berjejer sejajar di depan kamar-kamar. Pintu-pintu tertutup rapi dengan beberapa hiasan yang menempel. Cantik.

Ayna terpukau. Dari sekian banyaknya santriwati, bagaimana mungkin ini terjadi? Bukankah ini mendakan bahwa didikan di pesantren ini sangat baik?

Kebersihan sebagian dari pada iman.

Hadist itu diterapkan dengan sangat baik disini.

“Mau ketemu sama santriwati?”

Ayna mengangguk. Gadis di sampingnya adalah salah satu khadimah di pesantren ini.

(Note: Pembantu. Bertugas membantu Umi Khadijah/ istri dari pemilik Pesantren. Tugasnya berupa membantu menyiapkan makanan untuk para santri, membantu membersihkan rumah kyai, dan lain-lain. Biasanya dia adalah santriwati yang sedang ngabdi)

Annisa menuntun Ayna ke halaman kecil di belakang kamar-kamar tadi.

“Biasanya halaman ini dipakai buat santriwati kumpul sewaktu pembagian mufrodat dan informasi.”

Ayna mengangguk. Halaman ini dikelilingi kamar-kamar santri.

“Assalamualaikum...,”ucap Annisa.

“Wa'alaikumussalam warahmatullah!” jawab beberapa santriwati.

Sontak Ayna tersenyum menatap mereka. Ada yang tengah berkumpul sambil besholawat, ada juga yang tengah berkumpul sambil makan bersama, ada juga yang tengah bermain lompat tali, dan lainnya.

Wah, bidadari.

Semuanya berwajah polos dan bersih. Hati Ayna menghangat melihatnya. Annisa membawanya mendekati beberapa santriwati yang tengah bersholawat.

“Wah, jamillah jiddan!" ucap seornang santri.

Ayna tersenyum. Senang karena santri tadi memujinya cantik.

Masmuki ukhty?” tanya seorang santriwati lagi.

“Ayna.”

“Kalian boleh pake bahasa indonesia dulu. Kasian Ukhty Aynanya,” ucap Annisa.

Ayna mengangguk. Bahasa arabnya memnag belum terlalu lancar. Dia hanya hafal beberapa kosa kata sehari-hari.

Mereka tersenyum dan mulai berbicara dengan bahasa indonesia. Ayna sangat suka mendengar gelak tawa mereka yang lemah lembut, tutur kata mereka yang sangat ayu, dan perilaku mereka yang malu-malu.

Tak lama, mereka pergi untuk bersiap-siap piket. Ayna dan Annisa masih setia duduk di temoat yang sama sejak mereka datang.

“Ukhty Ayna sekarang masih sekolah?” tanyanya.

Ayna menggeleng pelan. 

“Aku lagi dirumah aja.”

Annisa mengangguk pelan. Dia sedikit tidak mengerti. Dirumah aja karena udah lulus? Dirumah aja karena nggak sekolah dulu? Atau dirumah aja nggak kuliah dulu?

Annisa diam. Dia tidak ingin berprasangka buruk atau penasaran dengan informasi pribadi orang lain.

“Kenapa kamu masih disini? Nggak ada niat buat gapai cita-cita lain selain ngabdi?” tanya Ayna.

Annisa menggeleng. “Disini aku nemu kebahagiaan yang nggak akan didapetin di tempat lain. Aku nggak bisa pergi.”

“Kebahagiaan seperti apa?”

Nurul ayna muslimah (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang