Mantan Suami Biadab

72 7 1
                                    

🌻🌻🌻🌻

[Kenapa judulnya masih sama?] kulihat chat sang editor.

[Ya karena saya ingin tetap itu judulnya] jawabku

[Kan sudah saya bilang, judul itu harus menarik minat baca. Kalau judul saja sudah memancing orang berputus asa, gimana mau baca isinya?] lanjutnya.

[Oke, judul akan saya ganti, tapi ending tetap]

akhirnya aku yang mengalah untuk mengganti judul.

[Jangan bikin readers menyesal karena telah mengeluarkan rupiah untuk cerita yang menyedihkan]

Jawabnya, yang berarti dia masih bersikukuh untuk mengubah ending.

Akupun akan tetap pada pendirianku dengan ending kematian tokoh utama. Kadang pembaca akan lebih terkesan dengan sad ending. Lebih membekas menurutku. Hemm, rupanya sang editor ini adalah pecinta happy ending.

Kalau penerbit itu tak juga setuju, akan kutarik saja naskahku dan akan kukirim ke penerbit lain.

Memang sulit menembus penerbit mayor, bahkan naskah novelku ini baru ditindaklanjuti setelah tiga bulan kukirim. Tapi, kalau begini caranya novelku tak akan cepat dicetak. Huh, dilema memang.

Sekarang, kubuka kembali document docx di ponsel, tempat menyimpan naskah novelku. Mulai kupikirkan judul pengganti yang tepat.

Alih-alih memikirkan judul baru, ingatanku kembali pada moment pertemuanku dengan Andre kemarin.

Hatiku berbunga-bunga saat mengingatnya. Tanpa sadar aku tersenyum sendiri. Sejenak melupakan kekesalanku pada sang editor.

Andre mengatakan dia masih mencintaiku. Ah, mana mungkin? Aku ingin mempercayainya, tapi ada ketakutan di sudut hatiku. Bagaimana kalau dia hanya ingin membalas perbuatanku yang dulu?

Banyak kasus yang kutemui di sekitar ku, sebagian besar orang akan bermusuhan dengan mantannya. Kemungkinan mantan akan kembali adalah 1 banding 1000, atau mungkin satu juta.

Makanya, aku takut terlalu berharap pada Andre, meski hati ini tak bisa memungkiri ingin kembali. Kalau ada kesempatan, aku akan melakukan apapun untuk menebus kesalahanku padanya, asal dia mau memaafkanku dengan tulus. Ah, entahlah.

**

Pagi ini aku bersiap dengan setelan blus biru laut dan rok selutut untuk menghadapi psikotes dan uji kompetensi di Pena Langit Publishing.

Make up natural kupoleskan tipis di wajahku. Rambut kubiarkan tergerai dengan sedikit kuberikan efek curly. Aku benar-benar melakukan make over pada penampilanku. Biarlah aku kurus, yang penting wajahku tidak sepucat zombie.

Aku ingin memberikan kesan cantik di pertemuan pertama yang sangat menentukan ini. Oke, semoga urusanku hari ini lancar.

Kubelokkan motorku ke halaman gedung Pena Langit Publishing. Aku berhenti sejenak dan memandang gedung berlantai dua ini. Hmm, cukup besar, dengan tambahan  lantai dasar atau basement untuk tempat parkir.

Menurut informasi yang kubaca di website, penerbit buku komersial ini awal mulanya adalah penerbit indie yang lambat laun berubah menjadi penerbit mayor. Dan baru sekitar lima tahun berdiri tapi sudah ribuan buku yang diterbitkannya.

Karena mereka terkenal jujur dan profesional, penerbit ini berkembang sangat pesat. Itu yang kubaca kemarin.

Kuarahkan motorku menuju basement gedung.

Kulangkahkan kaki masuk ke dalam gedung melalui tangga penghubung dari basement ke lantai satu.

Setelah bertanya pada resepsionis, aku diarahkan ke divisi HR (Human Resource). Aku diminta menunggu di sebuah ruangan dimana ada sembilan orang yang sedang duduk di kursi.

Mantan Terindah (Tersedia E-book di Google Play Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang