Mark bingung. Sepulang dari kantor ia melihat sang adik duduk di sofa sembari menatap layar ponsel, tersenyum manis hingga kedua matanya membentuk bulan sabit. Padahal ini hari Senin, apa yang membuat adiknya dilanda euforia suka?
Tanpa permisi, ia lemparkan tas kerjanya kearah Jeno hingga pemuda itu memekik tertahan. Matanya memicing, kaget dan kesal karena sang kakak merusak waktu bahagianya.
"Yang santai 'kan bisa, bang!" Sentaknya.
Alis Mark terangkat sebelah, "Lah? Gue diem ini." Menantang.
Jeno menghela napas. Ah, lagi-lagi si maniac semangka itu memancing emosinya. Biarlah, daripada meladeni Mark yang tidak jelas, Jeno kembali membalas pesan seseorang dengan hati berbunga.
"Seneng gara-gara apaan lo di hari Senin gini? Biasanya balik-balik ngeluh mulu." Ucap Mark kepo. Iya kepo, dalam kamus Mark tidak ada kata gengsi.
"Peduli bener lo sama gue, biasanya di bully mulu."
Mark mendengus. "Elah, gue ganti duit bensin mobil lo beneran!"
"Nah gitu dong!"
"Sekarang, senyum-senyum karena apaan lo? Mana ngadep hp mulu, kayak punya pacar aja. Bukannya buruan mandi mumpung kamar mandi bawah sepi."
Jeno hanya terkekeh dengan semua sindiran Mark. Tidak tersinggung, dan tidak peduli.
"Gue punya pacar kok."
Mark tersedak angin. "Hah?! Gimana??"
"Mau nikah bahkan." Jeno menjawab dengan senyuman lebar.
.
.
“Ba, aku mau nikah ya?”
“HAH?!”
Untung saja Yuta belum menyeruput kopinya, atau minuman pahit itu akan ia sembur ke wajah ayu sang anak. Wajahnya benar-benar kaget, bahkan menolak untuk berkedip karena masih tidak percaya.
"Gimana, Ba?"
Yuta menyalak galak. "Gimana apanya?! Kamu tadi tidur di kantor terus mimpi nikah?"
Sang anak menggeleng. Dengan wajah berseri dan senyumnya yang manis, ia masih menatap sang ayah.
"Terus maksud kamu mau nikah itu apa?! Pacar aja ngga punya. Terakhir kamu pacaran 'kan tiga tahun lalu!" Sentaknya.
"Ih, beneran Babaaaa. Aku mau nikah, sama yang punya kantor cabang Hello Corp. Ya?"
Tidak masuk akal, Yuta tiba-tiba merasa pening. Tatapan berbinar sang anak selalu berhasil melumpuhkan egonya. Tidak, ia tidak lemah. Hanya anaknya saja yang terlalu menggemaskan.
"Astaga Renjun! Kamu tiba-tiba ngomong gini ke Baba, emang udah seberapa yakin mau nikah beneran sama dia? Kamu kenal dari mana? Baba juga nggak pernah lihat anaknya!"
"Yakin banget banget banget. Ya, Ba? Boleh? Aku suka dia soalnya main Mario Bros nya jago!"
"Ya Tuhan.."
"E-EH BABA??!"
.
.
Jung Jeno (26 tahun)
- Pemilik kantor cabang bidang furniture yang kadang ambil job jadi arsitek, sekalian katanya
- Muka sangar itu tampang, aslinya jiwa sangat bar-bar alias ngga jelas
- Tapi biar begitu hatinya selembut kapas. Gampang nangis banget
- Kartunya banyak, tapi karena tidak ada uang cash, Jeno mendoktrin diri kalau dia ini miskin
- Maniac game!"Mario nya yang hijau aja dek, lucu."
.Na Renjun (24 tahun)
- Kakak-kakak Start-up yang dijuluki si cantik paling stylish, padahal cuma cover kalau dia belum mandi
- selisih umur dia sama adeknya itu 8 tahun, tapi sekarang malah dia yang kayak jadi adek (pendek soalnya)
- Definisi anak pertama yang katanya cakep-cakep galak
- Suprise, pikirannya ga bisa ditebak
- Pengingat handal"Ma, aku abisin es krimnya ya. Iya ambil aja. Makasih Mama."
To be continue..
KAMU SEDANG MEMBACA
Beneran Nikah Kok! [On Going]
Fiksi PenggemarMark bingung. Sepulang kantor ia melihat sang adik duduk di sofa sembari menatap layar ponsel, tersenyum manis hingga kedua matanya membentuk bulan sabit. Padahal ini hari Senin, apa yang membuat adiknya dilanda euforia suka? . "Ba, aku mau nikah ya...