Chapter 3

75 13 101
                                    

Alletha menatap papan tulis dengan tatapan kosong, saat ini kelas sedang dalam keadaan jam kosong--tidak ada satu pun guru yang mengawasi dan  murid-murid di kelasnya dibiarkan untuk bebas melakukan hal apapun. Jam kosong ini bisa terjadi sebab pelajaran sekolah sudah selesai dan murid akan menempuh jenjang yang lebih tinggi setelah liburan nanti.

Alletha berdecak kesal, sebab ia tidak memiliki banyak kegiatan di saat jam kosong. Gadis itu memutuskan untuk pergi ke perpustakaan, setidaknya di tempat tersebut ia merasa lebih tenang.

Alletha berjalan dengan pelan, menelusuri lorong yang ramai oleh murid-murid. Tanpa sengaja, saat ingin berbelok untuk masuk ke dalam pintu perpustakaan, Alletha bertabrakan dengan seseorang. Tabrakan itu terjadi dengan sangat cepat dan keras sehingga membuat tubuh Alletha terjatuh.

"Alletha!" pekik seseorang dengan panik. "Are you okay?" tanya orang tersebut sembari menyodorkan tangannya berniat untuk membantu Alletha berdiri.

Alletha segera menatap ke arah orang yang baru saja ditabraknya, matanya membulat sempurna sebab orang tersebut adalah Ray, teman dekatnya.

Alletha menepis tangan Ray, ia merasa kalau dirinya 'lah yang menabrak temannya. "Aku baik-baik saja," ucap Alletha dengan dingin, sebenarnya ia sedikit gugup menghadapi hal ini. Ia tidak tau harus berbuat apa, untuk terlihat baik di hadapan Ray.

Alletha berusaha untuk berdiri, sayangnya pergelangan kaki kanannya terasa sakit, dikarenakan Alletha terjatuh dengan posisi yang salah tadi.
"Ouw ..., " rintihnya sembari memegang pergelangan kakinya.

"Kau tidak baik-baik saja!" kata Ray dengan sedikit kesal. "Tenang saja, Genius, ada ksatria Raymord disini!"

Tanpa persetujuan Alletha. Laki-laki asia tersebut segera menggendong tubuh Alletha. Dan yang membuat gadis itu terkejut adalah cara gendong Ray yaitu dengan gaya bridal style. Hal itu tidak hanya membuat Alletha shock, bahkan hampir seluruh murid dan guru yang berlalu-lalang di sekitar perpustakaan menghentikan aksi mereka. Tatapan dari ribuan mata itu mengarah ke Alletha dan juga Ray.

Melihat hal tersebut, wajah Alletha mendadak memerah seperti tomat. Ia merasa sangat malu bila mendapatkan sorotan publik dengan cara seperti itu. Para murid berbisik-bisik, ada juga yang terbengong-bengong, kalau yang jomblo menangis di pojokan.

Bahkan ada yang meneriaki mereka, "Hei! Kalau pacaran jangan disini!"

"Ayo kita pergi, tuan putri!" ajak Ray yang sama sekali tidak memedulikan suasana di sekitarnya. Mendengar Ray yang mengatakan hal tersebut, sebagian besar dari murid yang berada di sana mulai menyoraki mereka.

"Ray! Turunkan aku!" perintah Alletha masih dengan rona merah di wajahnya. Namun Ray mengacuhkan ucapan gadis tersebut dan mulai berjalan meninggalkan tempat tersebut.

Selama perjalanan Alletha terus meronta, dan meminta diturunkan oleh Ray. Tapi Ray tidak menurunkannya, hingga mereka berada di ruang UKS yang sepi, baru laki-laki itu menurunkan tubuh Alletha di atas kasur berwarna putih.

"Seharusnya kau tidak perlu melakukan itu," kata Alletha pelan, namun terkesan ketus.

"Tentu saja harus! Aku yang telah menabrakmu," balas Ray sembari membawa kotak berisi perlengkapan medis.

"Tapi aku juga menabrakmu tadi," Alletha tidak ingin mengalah. "Dan aku baik-baik saja," lanjutnya, berusaha untuk meyakinkan Ray.

"Kalau begitu lepaskan sepatu dan kaus kakimu," tantang Ray sembari menunjuk kaki Alletha yang terasa sakit. "Aku ingin memastikan bahwa kau benar-benar baik-baik saja."

Dengan ragu, Alletha pun melakukan apa yang disuruh oleh Ray. Ia tidak ingin melawan laki-laki tersebut, sebab ia yakin ia tidak bisa menang berdebat dari seorang Raymord. Setelah dibuka, terlihatlah kaki Alletha yang sedikit bengkak akibat terkilir.

AllethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang