Chapter 10 : Rasa di Dalam Hati

695 52 45
                                    

Jika memang mentari selalu memberikan terangnya kepada siapa pun tanpa pernah pamrih
Mengapa aku tidak bisa begitu?
Jika memang desiran angin selalu memberikan kesejukan ke semua orang tanpa pernah pilih-pilih
Mengapa aku tidak bisa begitu?
Jika memang hujan yang turun di tengah malam tidak pernah menghitung berapa banyak tetesan air yang jatuh
Mengapa aku tidak bisa begitu?
Aku yang lemah dan tidak berdaya adalah aku yang sebenarnya
Aku yang mencintaimu dan penuh damba adalah aku yang apa adanya
Aku adalah pengagum yang terabaikan
Jauh sebelum rasa ini aku ucapkan
Diriku telah tersisih karena keadaan
Merana sepi dan sendiri
Itulah aku yang sekarang....!!!

Jakarta, ketika matahari pagi baru saja menyapaku
06.18 WIB

~Octa~

"Aku tahu jika isteriku mencintai kamu juga Octa tapi tolong jauhi dia....!!!" ucap Pak Hartadi dengan mimik muka yang sangat serius.

Sementara lelaki gagah yang dipanggil Octa itu hanya terdiam seribu bahasa. Tidak berani untuk menatap lelaki yang baru saja selesai dengan ucapannya itu.

Octa Sangaji berusaha sekuat tenaga untuk tidak terpancing dengan ucapan dan juga suasana yang ada karena ia sadar jika ia marah maka itu tidak akan membuat semuanya lebih baik. Pak Hartadi akan semakin terpancing emosinya karena ia sangat tahu betul sifat dari orang terdekatnya ini.

"Aku tidak mau hubungan kita ini semakin rumit Octa. Aku juga tidak ingin melibatkan orang lain apalagi itu keluargaku sendiri masuk ke dalam lingkaran hubungan terlarang kita ini" kembali Pak Hartadi berkata dengan intonasi suara yang sedikit meninggi.

Lalu tidak lama lelaki dewasa yang bernama Hartadi itu bangkit dari duduknya. Berdiri dan berjalan perlahan menuju bibir pantai yang terlihat sepi sekali sore ini.

Lama lelaki dewasa berkumis tipis itu terdiam dalam amarahnya. Dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk mengatur emosinya agar tidak semakin memuncak di hadapan orang masih dicintainya ini. Lalu setelah sekian lama Pak Hartadi terdiam, lelaki itu pergi meninggalkan bibir pantai termasuk juga meninggal Octa Sangaji seorang diri. Meninggalkan lelaki gagah belahan hatinya yang masih terdiam sama seperti tadi.

"Aku tidak bisa melarang siapa pun untuk jatuh cinta padaku Mas Hartadi. Tidak bisa. Termasuk juga dengan isteri mu itu"

"Mengapa kamu selalu menyalahkan aku dengan semua hal yang terjadi di hubungan kita ini? Mengapa kamu tidak pernah sekali pun menanyakan kepadaku tentang suatu hal? Tidak pernah menanyakan pendapatku juga. Semua selalu memakai sudut pandang dirimu. Egois...!!!" umpat Octa di dalam hati sambil pandangan matanya mengiringi kepergian orang yang masih sangat dicintainya itu. Hingga akhirnya lelaki bernama Hartadi itu hilang dari ujung matanya.

"Pernahkah kamu bertanya kepadaku apakah aku juga mencintai isterimu itu? Pernahkah itu kamu lakukan Mas? Tidak pernah kan. Semua adalah salahku. Salah Octa Sangaji tanpa sedikitpun kamu menaruh simpati padaku....!!!" ujar Octa dalam hati sambil masih berusaha untuk memenangkan dirinya sendiri.

Semburat jingga semakin memerah sekarang di tepian pantai yang ada di ujung barat pulau Jawa ini tepat di mana Octa Sangaji berada. Lembayung pun semakin mencumbui langit senja ketika akhirnya lelaki gagah berkulit coklat terang itu meninggalkan tepian pantai untuk kembali ke tempat tinggalnya. Hati lelaki itu terluka dan kecewa atas sikap dan juga perlakuan yang diterimanya dari seseorang yang masih dianggapnya sebagai kekasih hatinya itu. Gontai lelaki itu berjalan menjauhi bibir pantai dan berharap malam segera menyapanya agar dirinya dapat segera bercumbu dengan kelip bintang di langit sana untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi selama ini dengan hubungan asmaranya itu.

Mencintaimu Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang