3: 5 cm

364 71 61
                                    



...

..

.



Di ujung lantai dua Gichan melihat seorang pria duduk di meja bertuliskan angka 28. Ia melangkah lalu tersenyum.

Debaran jantungnya menjadi.

"Halo, akhirnya kita berjumpa," ucap Gichan sambil tersenyum manis.

Pria itu mendongakkan wajahnya yang tadi tertunduk.

Gichan pun menjulurkan tangan untuk berjabat. Pria itu berdiri dari kursinya. Sedikit gopoh dan membuat jaketnya tersangkut di ujung meja.

Gichan sampai ikut gopoh karena refleks ingin menahan pria di hadapannya.

Mereka berdua terkekeh sebentar.

"Ah ... maaf. Aku cukup kaget," kata pria itu. Ia lalu menjabat tangan Gichan dengan senyuman pula.

"Maaf, membuatmu menunggu Euisoo-ssi."

Pria di hadapan Gichan menggeleng sambil terkekeh. Ia menyesap minumannya sebentar lalu kembali menatap Gichan. "Aku Pilhyun. Euisoo sedang ada urusan yang tak bisa ditunda."

"Oh." Gichan mengangguk wajahnya sedikit menyiratkan keheranan. "Tapi, dari tadi aku berkomunikasi dengan Euisoo-ssi, bukan?"

Pilhyun membenarkan. "Euisoo terus mengabariku. Katanya tak nyaman jika harus membuatmu berkomunikasi dengan orang yang berbeda."

Gichan mengangguk paham. Dia memang kadang mengeluh kalau untuk satu perusahaan harus berkomunikasi dengan orang yang berbeda-beda.

"Tapi tenang saja. Aku dan Euisoo sudah biasa saling bertukar kerjaan untuk bertemu klien. Jadi tolong jangan ragukan aku."

Gichan menggeleng cepat sambil tertawa. "Bukan bukan ... maksudku bukan begitu, Pilhyun-ssi. Kuharap kau tidak tersinggung dengan yang aku katakan barusan."

Kini giliran Pilhyun yang tertawa. "Aku hanya bercanda. Tidak perlu kaku. Kita bisa bicara dengan santai jika kau tidak keberatan, Gichan-ah."

Gichan tersenyum sambil mengangguk-angguk. "Aku sama sekali tidak keberatan. Malah aku berterima kasih karena sudah tidak bersikap kaku padaku."

Gichan merogoh tasnya. Ia mengeluarkan map yang berisi berkas-berkas yang diminta oleh Euisoo. "Boleh kutahu kenapa kalian harus memeriksa hal sedetail ini?"

Pilhyun tak langsung menjawab. Minuman yang Gichan pesan datang. Gichan berterima kasih kepada pelayan yang mengantarkan minuman untuknya. "Oh, tentu saja selain alasan keamanan. Aku hanya sedikit tak paham kenapa sampai deret menu dan desain karangan bunga juga harus diperhatikan," sambung Gichan.

Pilhyun membuka map yang Gichan berikan. Ia melihat-lihat sebentar lalu kembali fokus menghadap Gichan.

"Sebagian orang tak sadar. Tapi percikan kembang api jika mengenai bahan tertentu akan menghasilkan reaksi kimia yang membahayakan. Seperti sajian makanan misalnya. Kami perlu tahu apa ada makanan yang mengandung wine." Pilhyun menggerakkan tangannya sambil menggeleng saat wajah panik Gichan terpampang. "Tenang tenang. Pada umumnya percikan kembang api tidak berbahaya. Tapi kami perlu menyiapkan segalanya. Hal itu juga jadi pertimbangan untuk kami untuk menentukan zat yang kami pakai untuk menghasilkan warna."

"Yakin tidak berbahaya?" Gichan memastikan lagi. Ia menunjuk daftar sajian untuk acara bosnya nanti. Ada Wine di sana. Dan bosnya memang menyukai sajian daging bakar yang dimarinasi dengan wine. Sedikit rasa panik terselip.

Pilhyun mengangguk. Ia sedang melihat lembar layout restoran. "Sebenarnya tidak perlu terlalu khawatir. Tapi kami sebagai vendor, hanya memastikan keamanan bertingkat. Untungnya rooftop cukup aman jika dilihat dari denah, pintu menuju tangga darurat ada dua akses. Lift juga ada dua akses."

Where your eyes linger (SooChan)― More Than WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang