Hendra mengerjapkan matanya. Setengah sempoyongan, ia mengedarkan pandangannya,
Rame.
Lelaki itu meregangkan tubuhnya, tak peduli dengan Erik yang sudah ia buat nyungsep didepan rak sepatu Nanda. Barangkali jika ia injek sekalipun, Erik tak akan terganggu samasekali. Erik kalau tidur kayak orang meninggal.
Dengkuran halus Toni membuatnya tersadar kalau sedari tadi mereka masih berada di kamar kos Nanda, menonton ulang film Crows Zero dan berakhir teler empat puluh menit setelah film diputar di layar PC gaming besar di depan mereka semua.
Hendra melirik jam weker disamping Nanda yang tidur samping-sampingan sama Reksa di kasur yang sedianya hanya dibuat untuk menampung satu orang itu, namun terimakasih Reksa yang maksa mau tidur di kasur dan berakhir didesak Nanda hingga mereka terlihat seperti chocolatos isi dua kemasan ekonomis.
Pukul 2 lewat lima belas menit dini hari.
Hendra menghela nafas. "Njing gini amat" umpatnya saat mengira jadwal tidurnya telah kembali seperti orang orang normal lainnya, namun ternyata hanya prank semata.
Ia bangkit setelah berhasil menyingkirkan pucuk kepala Kendran yang bersandar di bahunya. Sebelum keluar dari kamar tersebut, ia menyempatkan menjarah sebungkus kacang atom yang belum dibuka didekat meja nakas si empunya kamar.
Persetan akan dibacoti ketika mereka terbangun nanti, Hendra sedang butuh udara segar saat ini.
Pemuda hadinata itu menghempaskan bokongnya di teras kosan mereka yang menghadap langsung ke rumah berlantai dua milik jihan dan pak bima.
Rumah itu nampak sunyi.
Jelas, siapa juga orang sinting yang mau membuat keributan jam dua pagi?
Mengusir kebosanan, hendra membuka sandi ponselnya. Terlihat beberapa ikon dari panel notifikasi di ponsel berwarna black matte berbalut softcase transparan itu.
Hendra terkekeh kecil melihat balasan balasan maha absurd yang muncul dari notifikasi instagramnya. Perkara ia mengunggah sebuah fotonya semasa sekolah dasar yang tentu saja mengundang hujatan dari teman-temannya.
Ia tak tahan untuk tak bergumam 'anjing' begitu ia melihat komentar marsel yang kurang lebih berbunyi:
“GUE BILANGIN YA, NIH ANAK GEDENYA BAKAL JADI PENGEPUL KOREK TONGKRONGAN”
Belum sempat jarinya mengetikkan balasan di kiriman tersebut, sebuah panggilan masuk membuat fokusnya teralih. Dahi Hendra berkerut dalam melihat nama yang tertera dibawah duabelas digit nomor ponsel yang cukup familiar baginya tersebut.
Tak pikir panjang, pemuda itu langsung menggeser ikon hijau dan mendekatkannya ke telinga,
"Assalamualaikum Ma.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan Dua Tujuh
Fiksi PenggemarKeseharian jihan raharja(18), anak papi bima yang menjadi pawang keenam mahasiswa yang menghuni kosan papinya.