Jarak

16.2K 2.8K 273
                                    

"Kenalin, Ta. Ini sahabat gue sejak SMA, Fey. Dan si Badung satu ini, juga teman SMA gue, Ian. Sebastian." Kenta menyalami keduanya saat aku menjelaskan, "Dia temen sekantor gue, Kenta," lanjutku memperkenalkan Kenta balik.

"Udah makan belom?" tanya Fey setelah basa-basi beberapa menit, "Makan bareng-bareng aja kita. Rame-rame gitu," saran Fey sambil menyenggol lenganku. Seakan kalimat barusan diucap secara sengaja agar aku bisa bersama dengan Ian lebih lama.

Kami baru saja makan, porsi besar untuk Kenta dan porsi kenyang untukku sendiri. Kenyataan itu jelas membuatku menolak ajakan Fey. Sayangnya, penolakanku tak berlaku pada Ian. Begitu ia memohon dengan aksen seksinya, harga diriku amblas. Tidak bisa memungkiri bahwa hatiku memang selalu berpihak pada Sebastian.

Dua jam lamanya kami duduk di salah satu restoran cepat saji. Berbincang tentang masa lalu. Masa kami remaja. Mulai dari menu makanan di kantin favorit kami sampai guru yang paling tak kami sukai. Larut dalam kenangan.

"Lo anak populer di sekolah?" tanya Kenta saat kami sudah di dalam mobil. Dia tinggal sampai pertemuan kami usai. Sesekali ia berbincang dengan Ian yang kemudian tak bisa berlangsung lama. Mereka punya kesukaan yang berbeda. Ian menyukai basket, sejak SMA sampai sekarang sementara Kenta lebih suka sepakbola —sedikit, lebih banyak ke dunia pergosipan.

Aku mengingat, kemudian menggeleng. Rania adalah yang paling populer di sekolah. "Nggak sepopuler yang lain."

Kenta pasti tidak lupa obrolan kami selama dua jam tadi. Ia jelas-jelas dengar bahwa aku hanya kapten pemandu sorak di sekolah. Dibandingkan dengan Fey yang sering mewakili sekolah di bidang seni dan atlet basket, atau Jessie yang bendahara OSIS dan sering ikut lomba sains, aku tak sebanding dengan ketiga temanku. Hanya kapten pemandu sorak yang suka bacot.

Ponselku sedari tadi bergetar. Berkirim pesan dengan Fey tanpa henti. Dia memberiku informasi tentang Sebastian yang tengah mengantarnya pulang. Hanya seperti ini saja, aku merasa kembali seperti gadis berusia 17 tahun. Yang pertama kali jatuh cinta, yang pertama kali merasa sensasi setelah berlari tapi tak merasa kelelahan dan semua rasa itu, naik berkali lipat sekarang. Efek Ian benar-benar membutakan kewarasan.

"Ra?"

"Hah?" tanyaku linglung begitu suara Kenta terdengar di telinga.

Bisa kudengar embusan napas yang tertahan, "Lo jadi nginep di tempat gue nggak?" tanyanya yang entah kenapa membuatku berpikir sudah diucap beberapa kali padaku tapi terabaikan.

Rencana awalku tadi akan menginap di tempat Kenta, membiarkan Dyra untuk sehari saja menguasai apartemen. Memberi mereka waktu berdua agar rukun dan acara pernikahan berjalan lancar. Namun minat awal untuk menghabiskan waktu bersama Kenta pudar saat Ian berjanji akan meneleponku nanti. Ya, kami sudah bertukar nomor ponsel.

"Gue balik ke rumah aja, Ta. Lagian kita harus banyak-banyak istirahat setelah lembur panjang." Lagipula, sepertinya terlalu kurang ajar kalau aku menginap di tempat Kenta tapi pikiranku terus melanglang buana membayangkan Ian.

Teman berkebutuhan juga harus tahu diri, Beb.

Kali ini, cara Kenta mengambil sikap sedikit berbeda. Tak ada kemarahan seperti waktu kami bertemu dengan Adit. Sepanjang perjalanan pulang malam ini, Kenta seperti menghindari mata kami saling bertemu. Berusaha menutupi sesuatu dariku atau aku yang terlalu berlebihan?

Jangan GR Lyra Anjani, Kenta nggak pernah naksir lo. Hanya FWB. Hanya partner di ranjang.

"Lo balik?" entah kenapa pertanyaan itu terdengar kecewa. "Hari ini nggak bisakah kita sama-sama sampai besok pagi?"

Dahiku berkerut kemudian menimpali dengan candaan, "Lo kesambet arwah anak senja? Puitis amat, Ta."

Senyumnya terulas kaku dan ucapanku ini adalah obrolan terakhir kami. Kenta banyak diam sementara aku kembali larut dengan pesan-pesan yang dikirim Fey yang sepenuhnya membahas Ian. Ia bahkan merekam obrolan mereka dan mengirimnya padaku. Tidak langsung aku dengarkan, kusimpan nanti saat aku sudah berada di ranjang kamarku, sendirian.

FWBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang