Usai

16.2K 3.2K 467
                                    

Aku menggedor pintunya selama beberapa menit tapi tak ada jawaban. Mobil Kenta sudah ada di garasi tapi tak ada cahaya di rumah ini. Kemungkinannya kecil kalau ia sudah pulas tertidur. Kenta bahkan pernah ke gym tengah malam. Sekarang masih pukul sepuluh malam. aku meninggalkan acara reuni lebih awal. Mengantar Fey pulang dan memutuskan langsung ke sini untuk membereskan hubunganku dengan Kenta.

Setelah Kenta tak muncul, aku memutuskan untuk menunggu di mobil, parkir agak jauh dari rumah Kenta. Entah kenapa perasaanku mengatakan bahwa dia akan melarikan diri dariku saat melihat aku muncul tanpa undangan. Aku akan menunggunya selama tiga puluh menit. Kalau sampai dia tak muncul, mau tak mau aku menghentikan FWB kami lewat pesan whatsApp.

"Oh, sibuknya dia perkara perempuan," gerutuku setelah melihat Kenta turun dari mobil merah menyala. Kenta muncul saat aku sudah menunggunya lebih dari tiga puluh menit. Ia turun bersama seorang perempuan memakai gaun bergaya vintage sepanjang lutut. "Beneran ini laki ya, fuckboy macem Satria."

"Ta," panggilku saat mobil yang mengantarnya telah pergi. Kenta tersentak kaget saat menemukan siapa yang memanggilnya. "Kayak liat setan lo."

"Lo ngapain ke sini?" tanya Kenta terdengar tak bersahabat.

Alih-alih menjawab tanyanya, aku bersedekap dan mengomentari hal lain. "Jadi, lo alesan sibuk mulu tiap gue ajak ketemuan karena ada cewek baru?" tuduhku langsung.

Ia langsung menghujamkan tatapan sebal, berdecak, kemudian berlalu dari hadapanku tanpa menjawab.

"Woi, diajak ngomong malah ngeloyor pergi. Ta, tunggu. Gue mau ngomong ini. Dih, udah punya cem-ceman baru lupa sama gue."

Kenta berhenti tepat di depan pintu rumahnya. "Lo bisa whatsApp gue, Ra," katanya begitu aku sudah berada di hadapannya. "Nggak perlu jauh-jauh datang ke sini. Ini perkara FWB, 'kan?"

Mendadak dia berubah jadi pakar pembaca pikiran. Dari mana dia bisa tahu bahwa aku datang ke sini membawa tema pembicaraan tentang mengakhiri hubungan FWB kami. "Ya kita stop bukan karena keegoisan gue juga. Lo—" mataku menyipit, daguku bergerak ringan menuju ke jalanan, "—ada gebetan. Yang barusan anter lo pake mobil merah."

"Bukan gebetan gue," jawabnya kemudian disambung dengan gerutuan 'shit, kenapa gue harus jelasin'.

"Kalau bukan gebetan, berarti temen? Tapi nggak mungkin lo ada temen cewek. Gue tahu siapa temen-temen lo." Mataku kembali menyipit curiga, "Fix-lah, pasti mantan. Secara lo kan berhubungan baik dan masih menjalin silaturahmi rajin ke barisan para mantan. Masih menyimpan nomor mereka. Masih saling follow di sosmed. Terjebak masa lalu. Dih," celaku.

Kenta tak langsung menjawab. Ia menatapku untuk beberapa saat, lalu berkata, "Iya. Cewek pertama yang tidur sama gue."

Alisku terangkat naik. Tak menyangka bahwa akhirnya ia menyebutkan pengalaman pertamanya padaku. "Yang pertama memang selalu tak terlupakan. Sorry karena mencela lo," cengirku. Tak merasa bersalah.

Dengusan kasar terdengar. Satu senyum kecut Kenta terpampang, "Nggak selalu yang pertama terngiang-ngiang," ralatnya. Kembali, satu embusan napas dibuang, "Kalo udah nggak ada yang penting, lo bisa balik sekarang. Gue capek," usirnya dingin. Membuat kakiku tanpa sadar mundur selangkah dari hadapannya.

"Tapi, Ta," cegahku saat dia berbalik dan membuka pintu, "kita... clear, 'kan? Kita masih bisa seru-seruan kayak biasanya, 'kan?" ketidakpeduliannya malam ini benar-benar menggangguku.

"Ya," jawabnya singkat sebelum masuk ke dalam rumah dan meninggalkan aku dengan cara paling tak acuh. Baru kali ini aku melihat Kenta begitu... abai.

Ah, bodo amat.

FWBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang