Teperdaya

17.9K 2.8K 270
                                    

Sepanjang minggu ini perasaanku tidak menentu. Bak perahu yang terombang-ambing tanpa kejelasan. Kejadian dengan Kenta seminggu lalu, benar-benar merusak hariku selama sepekan ini. Setiap pagi aku memulai hari dengan gelisah, bingung harus bersikap bagaimana pada Kenta. Kemudian mengakhiri hari dengan kesimpulan-kesimpulan yang selalu berubah setiap harinya.

Kadangkala aku berpikir bahwa ini hanya galau sesaat karena aku tengah membiasakan diri tanpa Kenta. Di lain malam, aku memikirkan bahwa detak jantungku tak bekerja pada Ian karena intensitas kami bertemu minim. Pernah juga menyimpulkan bahwa aku hanya kebingungan karena Kenta menyatakan perasaan dengan begitu gamblang. Pernah juga menyalahkan hujan deras di satu malam yang membuatku jadi sendu dan memikirkan Kenta semalaman.

Hari ini, satu kesimpulan lain hinggap saat aku selesai mengerjakan tugas dari Raven untuk mengambil alih rapat dengan atasan. Mungkin saja, aku tak karu-karuan karena kurang sentuhan. Mungkin, seks bisa memperbaiki hatiku yang acak-acakan.

Kalau dipikir, sudah begitu lama aku tak mendapatkannya. Mungkin jawaban dari segala tingkah tak jelasku adalah tentang kebutuhan hormonku. Seks mungkin akan jadi jawaban dari semua kegelisahanku akhir-akhir ini. Aku perlu melampiaskan. Aku perlu disentuh.

Aku jarang dibelai. Aku jablay, Beb!

Dan aku punya Sebastian. Pria yang akan memuaskanku seperti dalam kisah-kisah percintaan yang panas di film dewasa. Ia punya semua label yang berhubungan dengan sesuatu yang nakal. Ian jelas seksi, dan menilik dari kisah-kisah dalam novel romansa, label tentang kemampuan di ranjang, tindakan dominan, Ian pasti punya semua itu. aku yakin 110 persen, badboy bernama Sebastian itu bisa memberiku lebih banyak daripada Kenta.

Jadi, begitu selesai rapat dengan para atasan, aku memesan satu kamar hotel kemudian mengirimkannya pada Ian. Mengajaknya untuk bertemu nanti malam. menghabiskan waktu sepanjang malam. Sugesti bahwa aku bisa kembali normal setelah bersama Ian pun kurapalkan.

Sayangnya, begitu jam pulangku tiba, ada seseorang yang merusak rencana. "Kita harus bicara," ucapnya yang telah menunggu di lantai basement tempat parkir mobil karyawan. Berdiri tepat di depan mobilku terparkir. Ia menunjuk pada pintu samping, "Cepet bukain. Gue udah nunggu lo lama banget."

Benar-benar sial!

==

Tak pernah terpikir bahwa aku akan duduk di salah satu gerai kopi berhadapan dengan Debby. Ia tiba-tiba saja menghampiriku di tempat parkir. Ajakannya kutolak hingga nama Kenta disebut. Berkendara selama dua puluh menit, lalu berhenti di gerai kopi yang jadi saingan retail kopi dari perusahaan kami.

Hari ini, tepat satu minggu Kenta menyatakan perasaan sekaligus ingin mengakhiri semuanya. Hari ini pula, aku duduk berhadapan dengan salah satu mantan Kenta yang seminggu lamanya jadi pemeran utama di kepalaku.

Free rent livin' in my mind....

Sepanjang perjalanan menuju ke tempat ini kami tak saling bicara. Selama dua puluh menit lamanya, pikiranku sudah terbang kemana-mana membayangkan berbagai macam kemungkinan. Mungkinkah Debby akan memperingatkanku agar menjauhi Kenta karena mereka kembali bersama? Atau dia akan mengancamku untuk berhenti mengganggu Kenta? Atau peringatan-peringatan lain yang intinya tentang menyuruhku pergi dari kehidupan Kenta?

Kalau sampai dia melakukan, aku pasti akan mengundang Ian dan membuat mata Debby mencelat keluar.

"Kalau lo mau—"

"Selamat," potong Debby begitu aku memutuskan untuk mengakhiri proses saling diam selama lima menit setelah pesanan kami datang.

Kecurigaan membawa ide-ide di luar kendali. Selamat untuk apa? Apakah dia melihatku bersama Ian dan ingin mengucapkan selamat karena punya cowok baru? Atau ucapan selamat karena Kenta bergosip dengan Debby dan mengatakan bahwa aku sudah tidak perawan lagi? Mau bagaimanapun, bergunjing adalah salah satu hobi Kenta.

FWBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang