7. Penawaran Menggiurkan

54 6 2
                                    

Kali ini saja gue gak bisa nolak permintaan Ibu, saat dia nyuruh gue ke warung buat beli obat. Habis gue kasihan sama Ibu, dia lagi repot banget kayaknya. Adek gue yang bungsu lagi rewel-rewelnya.

Dalam perjalanan menuju warung, perasaan gue nggak nyaman sama sekali. Kebiasaan mendem di rumah selama setahun terakhir, perlahan ngebuat kenyamanan gue akan dunia luar terenggut perlahan. Apalagi setiap papasan sama Ibu-ibu, canggung rasanya. Mau nyapa malu, nggak nyapa takut dikira gak sopan. Ya udah sepanjang jalan yang gue lakuin cuma senyum kaku macam kanebo kering. Beberapa mereka natap gue aneh, heran kali ya. Ni anak siapa, cengengesan aja. Tapi di antara mereka malah ada yang bikin gue berhenti barang sejenak, cuma buat basa-basi.

Gue berdecak, makin lama aja gue keluar rumah. Padahal cuma buat beli obat penurun panas.

Pas perjalanan pulang, gue denger nama gue dipanggil seseorang. Sontak gue nengok ke sumber suara.

Uwaaaahhh, pujaan hati gue.

Kak Nobi namanya, dan sekarang dia berlari menuju ke arah gue. Gue cuma bisa mesem-mesem aja. Akhirnya si jomlo ini disamperin sama cogan. Ah senengnya.

"Ai, abis dari mana?" tanyanya sambil berusaha ngatur napas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ai, abis dari mana?" tanyanya sambil berusaha ngatur napas.

Gue berdehem sejenak.

Sambil mengangkat pelastik kecil, gue menyahut. "Abis dari warung," jawab gue ditemani cengiran.

Haduh, gue gugup rasanya.

Dia ber'oh' ria. Lantas kembali menatap gue serius. Ia nampak menggaruk pelipisnya sejenak, lalu berujar.

"Ai, mau bantu Kakak nggak?"

Gue menaikkan alis. "Bantu apa, Kak?" Kebiasaan gue, kalo ditanya suka balik nanya.

Ia tampak ragu mengutarakan niatnya. Oh, apa mungkin dia mau nembak gue?!

Ah, kagak mungkin. Tampang alim kayak dia mana berani ngajak pacaran. Lagi pula gue juga kagak mau pacaran. Soalnya terlanjur ngejomlo. Gue cuma mau nerima satu status aja di hidup gue. Yakni seorang istri. Eaa..

"Tapi jangan ngomong di sini ya, gak enak dilihat orang," katanya membuyarkan kehaluan gue.

Gue mengangguk aja.

Ia tersenyum. "Ya udah Ai, pulang aja dulu. Kak Nobi tunggu di rumah baca ya."

"Hati-hati di jalan."

Lagi-lagi gue mengangguk, ni kepala udah kayak longgar obengnya. Gak bisa diem.

Melihat dia yang udah pergi membuat gue tersadar kalo gue mesti cepet-cepet pulang. Ibu pasti udah ngomel karena gue lama.

****
"Assalamu'alaikum?" Gue mengucap salam sebelum masuk, rumah baca ini merupakan aset berharga desa kami.

Bisa dibilang perpustakaannya desa Kuta, tetapi kami lebih nyaman menyebutnya dengan rumah baca. Sudah jelas di dalamnya terdapat banyak buku-buku. Nyaris lengkap, karena selain dari hasil patungan warga. Buku-buku ini juga berasal dari sumbangan orang-orang baik di luar sana.

Salah Sambung Lo! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang