Part 2. Sekolah

406 32 0
                                    

   Matahari mulai mengubah warna sinarnya. Kemudian matahari perlahan bersembunyi. Hevelin dan kedua adiknya yang sudah cukup lama di taman, mulai merasa bosan, lelah, dan takut akan sinar matahari yang mulai meredup. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk segera pulang.

  

   “Assalamualaikum!”, mereka menggoyang- goyangkan pagar rumah sesampainya di rumah.

   “Walaikumsalam,” jawab Pak Deva, supir mereka yang sedang mencuci mobil di halaman rumah. Pak Deva membukakan pagar.

   Mereka pun masuk ke dalam rumah. Dilihatnya ibu di kamar sedang  memakai mukena dengan wajah basah sehabis bewudhu sambil menengok ke arah mereka.

   “Kalian sholat dulu sana,” suruh ibu kepada mereka.

   “Baik Bu,” jawab mereka serempak sambil menuju tempat berwudhu meninggalkan kamar ibu.

   Sehabis sholat, mereka ke kamarnya masing-masing untuk belajar. Hevelin duduk di kelas 2 SMP, Perlinda kelas 4 SD, sedangkan Mifa dan kembarannya, Tifa masih TK. Hevelin mengerjakan tugasnya sambil mendengarkan musik dengan ipod-nya.

   Pagi telah tiba. Hevelin terbangun dan segera melihat wekernya. Sudah pukul lima kurang dua puluh menit. Ujarnya dalam hati. Iapun segera mandi, sholat subuh, dan sarapan.

   “Ayo kita pergi,” Hevelin memakai tasnya kemudian salim kepada ibunya. Hevelin, Perlinda, dan Mifa pergi ke sekolah menaiki mobil yang dikendarai oleh Pak Deva. Pak Deva merupakan sepupu dari Bibi Hesi.

   Hevelin, Perlinda, dan Mifa sampai di Sekolah Internasional Jevjin. Mereka pun berpisah karena berbeda tingkatan, juga berbeda gedung. Baru saja Hevelin menginjakan kakinya ke tangga, bel sudah berbunyi. Walaupun begitu, Hevelin tetap saja berjalan santai.

   “Hai Velin! Lagi – lagi kau terlambat. Hmm... kau terlambat delapan menit Hevelin. Aku tau, kau pasti terlambat karena mobil tuamu mogok di jalankan?”, Uliva tersenyum sinis dengan wajah mengejek. Hevelin menaruh tasnya dan kemudian duduk tanpa menghiraukan Uliva yang terus mengoceh di belakangnya.

   “Aku hanya telat bangun. Sudahlah, kau tidak usah sok tahu,” Hevelin akhirnya menengok ke belakang.

   Pada istirahat Hevelin makan di kantin bersama Jinka, Erlin, Renafa, dan Nazwa. Sambil menyuapkan sendok ke dalam mulutnya, Hevelin melihat Uliva, Gendi, dan teman-temannya yang merupakan anak-anak eksis dan kesibukannya hanya menggosipkan orang lain sedang mengobrol asik. Di dalam hati Hevelin, ia mengakui Uliva dan teman-temannya berwajah cantik dan lahir dari keluarga yang sangat kaya. Tetapi tetap saja Hevelin tidak suka karena mereka terlalu sombong tak terkecuali Gendi yang paling baik dari mereka.

   “Lin, hari ini aku dan Gendi akan pergi ke mall. Apa kau mau ikut?”, Jinka berbisik pada Hevelin. Hevelin mengangguk setuju sambil tersenyum.

Hevelin (Pengungkap Misteri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang