Part 5. Ayah Menungguku

264 24 2
                                    

"Eh maaf yah karena Bapak, kalian harus menunggu lama, maaf yah," ujar Pak Deva ketika kaca mobil yang dikendarainya dibuka. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun mereka masuk ke dalam Mobil.

"Terima kasih paman, semoga pencuri itu segera tertangkap dan dihukum sesuai kejahatannya," ujar Hevelin akhirnya ketika menutup pintu mobil.

Ring ring ring..

"Eh ada telepon," Hevelin mengacak-acak isi tasnya. Kemudian Hevelin terdiam dan tangannya pun ikut diam berhenti mengacak-acak.

"Ah ini dia.. Dari... Hah?", Hevelin mengangkat tangannya dari dalam tas kemudian melihat bingung ke layar telepon genggamnya dan reflek langsung menengok ke arah teman-temannya.

"Kalian tidak menelpon ayahku kan?", tanya Hevelin dengan wajah ragu dan alis terangkat. Gendi dan Jinka menatap satu sama lain kemudian senyum kecil terpancar di wajah mereka. Hevelin melihat telepon genggamnya kembali dengan lesu dan menekan tombol hijau dengan hati-hati.

"Assalamualaikum, hallo yah. Ada apa?", tanya Hevelin dengan suara pelan.

"Waalaikumsalam. Kau tidak apa-apa sayang? Ayah sangat mengkhawatirkanmu. Maaf ayah tidak langsung menjemputmu, ayah takut itu hanya tipuan jadi ayah menelpon ibumu dulu. Ternyata benar kata ibumu kau memang memiliki teman bernama Jinka dan Gel.. Hmm.. Gey.. Gel.. Ah..

"Gendi,"

"Ah iya itu tepat sekali, jadi ayah segera menuju kesini. Tetapi ayah mulai berpikir bahwa ayah sudah terlalu telat jadi mungkin kalian sudah entah ke mana,"

"Jadi?",

"Ah iya langsung saja. Begini Hevelin, minta tolonglah kepada Pak Deva untuk mengantarmu ke pasar kota. Ayah menunggu di toko roti yang biasa kau dan ibu kunjungi. Bicara tentang teman-temanmu biarkan Pak Deva mengantar mereka. Sudahlah kau tidak perlu bertanya lagi. Assalamualaikum," Ayah Hevelin segera mematikan telepon tanpa menunggu jawaban dari Hevelin.

"Waalaikumsalam," jawab Hevelin sambil memandang layar telepon genggam yang nada sambungnya sudah tidak terdengar lagi sebelum ia sempat menjawab.

"Pak, tolong turunkan aku di pasar kota dan antarkan teman-temanku ke rumahnya masing-masing," kata Hevelin kepada Pak Deva.

Pak Deva hanya mengangguk untuk merespon Hevelin. Setelah sampai di pasar kota, Hevelin segera turun. Sebelum ia keluar dari mobil ia mengucapkan terima kasih kepada Pak Deva dan mengucapkan salam perpisahan untuk teman-temannya sambil melambaikan tangan. Ia pun menutup pintu mobil. Hevelin kembali melambaikan tangannya sampai mobil melaju perlahan dan kemudian sudah tidak terlihat lagi. Hevelin membalikkan badan dan berlari kecil menuju toko roti Mama Bakery.

"Ayah..," seru Hevelin ketika sampai di depan toko roti sambil mengatur napasnya. Ayah Hevelin segera mencari sumber suara dan dilihatnya Hevelin yang terengah-engah. Melihat Hevelin, ayahnya segera bangkit dari duduknya di kursi depan toko kemudian berjalan mengampiri Hevelin yang hanya beberapa langkah saja darinya.

"Ayo masuk," ujar ayah Hevelin. Hevelin pun segera menuju mobilnya yang diparkir tidak jauh dari toko roti tersebut.

"Ceritanya di dalam mobil saja yah, kita akan ke rumah nenek untuk menjemput Tifa. Apa kau senang Hevelin?", tanya ayahnya sambil membuka pintu mobil untuk Hevelin dan kembali menutupnya setelah Hevelin masuk. Ayah berjalan mengelilingi mobil untuk sampai ke kursi setir. Ia pun masuk ke dalam.

"Tentu saja aku senang sekali," jawab Hevelin ketika ayahnya menutup pintu mobil. Ia benar-benar senang kali ini. Tidak bisa dipungkiri, karena raut wajahnya benar-benar berubah 180° dari yang sebelumnya terlihat sangat muram. Senyum pun terlukis kembali di wajahnya.

"Aku.. aku.. aku.. Aaaaahhh aku senang sekali," senyum mengembang di wajahnya.

Hi guys, thank you so much udah mau baca cerita pertamaku. Maaf kalo gak bagus soalnya masih pemula. Tapi semoga aja puas deh. Jangan lupa yah vomment, gapapa comment aja kalo ada yang salah ataupun yg mau saran. Pokoknya sekali lagi makasih udah mau baca .

Hevelin (Pengungkap Misteri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang