Happy reading guys...
Livia kembali duduk di samping Rangga kala suara bel masuk berdering nyaring.
Duduk dan tersenyum seolah tak pernah terjadi percakapan sebelumnya di antara mereka.Pelajaran demi pelajaran dilalui dengan suasana hening. Tak ada percakapan di antara Rangga dan Livia. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing dan fokus pada pelajaran.
Bel tanda istirahat berdering. Livia segera membereskan bukunya dan bersiap ke kantin.
"Ayo Liv, aku traktir kali ini." kata Bimo yang langsung menarik tangan Livia.
Livia mengibaskan tangannya dari pegangan Bimo.
"Jangan kebiasaan gandengan tangan. Risih tau." protes Livia.
Rangga hanya menatap hampa ketika Livia saling tersenyum dan saling tatap mata dengan Bimo. Ada sedikit rasa cemburu mulai menggerayangi hatinya.
Rangga menaikkan tasnya ke meja dan menempatkan kepalanya di atas tas. Memilih tidur untuk mendinginkan semua emosi sisa kemarin.
Kenapa Livia gak ngomel hari ini..serasa ada yang kurang kalau ulat bulu itu menutup mulutnya rapat-rapat..keluh Rangga dalam hati.
Baru sebentar matanya tertutup, sebuah kejutan mendarat di pipinya.
"Busyet, dingin!" teriak Rangga yang terkejut.
Sekaleng minuman soda yang dingin di tempelkan ke pipi. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Livia. Hanya gadis itu yang berani berdebat dan melawan Rangga di kelas.
Rangga bangun dan tangannya reflek ingin meninju wajah Livia tapi terhenti di depan hidung mancung Livia.
"Kenapa di rem?" tanya Livia dengan senyumnya.
Rangga seperti sedang mode pause. Berdiri mematung, menikmati senyum Livia yang melengkung menghiasi wajah ayunya.
Ada apa dengan senyum itu? teriak Rangga dalam hati.
Sadar bahwa dirinya menjadi pusat perhatian, Rangga segera menarik tangannya dan merebut minuman soda di tangan Livia yang tadi sempat menempel di pipinya.
"Kenapa gak ke kantin? Tuh soda di beliin Bimo." ucap Livia yang langsung duduk di bangkunya.
Rangga tersenyum dan jemarinya membuka kaleng soda.
"Thanks, pasti dia beliin buat kamu kan?" Rangga tak membuang kesempatan untuk langsung menegak soda untuk menyegarkan tenggorokannya yang gerah.
"Lha tuh tau tapi masih di minum juga."
"Siapa juga yang tadi udah jahilin aku?" Rangga menghempaskan tubuhnya ke tempat duduknya lagi.
"Eh...Rangga, pacarmu dari tadi curi-curi pandang lho. Apa dia mau balikan sama kamu. Mungkin dia nyesel dah putus dari kamu."
Rangga menatap sekilas pada Avril yang duduk di bangku depan. Ada rasa marah kala netranya beradu dengan tatapan Avril.
"Typo Liv, MANTAN! BUKAN PACAR!" sahut Rangga dengan suara sedikit naik. Ucapan Rangga di pertegas agar Avril mendengarnya.
"Aduh jangan jadi jomblo dong. Apa ini karena efek duduk dengan Livia yang jelek dan jomblo?" celetuk Livia yang mengusap poninya kasar.
"Semua virus yang ada dalam dirimu mulai menjangkitiku. Semoga virus kawat biru dan piyama gak akan menyerang."
"Tenang saja, ulat bulu akan menjaga jarak aman dan belajar tak menyakitimu untuk beberapa hari kedepan. Bisa-bisa aku di usir Tante Trisna kalau sampai anak kesayangannya ngambek." ledek Livia sambil terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Neighbour My Enemy (SUDAH TERBIT)
Teen FictionSUDAH TERBIT DI SEMESTA PUBLISHER "Aku tidak suka teriakanmu tadi!" ketus Rangga seraya mengorek telinganya. "Kamu pikir aku suka dengan juluran lidahmu?!" jawab Livia tak kalah ketus. Cewek jutek Versus cowok bad boy. Klop deh. Bertetangga lebih da...