1O

387 60 16
                                    

Happy reading ..

Livia terbangun dengan rasa malas. Masih terlalu pagi bahkan mentari belum menampakkan sinarnya.
Kenapa rasa haus menyerang kala bangun tidur? pikir Livia.

Berjalan pelan menuju dapur karena tak ingin langkahnya membangunkan seisi rumah yang masih terlelap.

Tapi sepertinya Livia tak sendiri. Terlihat kulkas yang terbuka, sinar lampunya terlihat menerangi dapur.

Livia mendapati Rangga duduk bersila di depan kulkas. Tangannya memegang satu cup besar es krim dan tangan satunya sibuk menyendok es krim ke mulutnya.

Livia berdehem pelan. Mata Rangga langsung menoleh padanya.

"Es krim, Liv." Rangga mengulurkan satu cup es krim pada Livia.

"Euhh...nggak, sendokmu dari tadi langsung ke situ. Harusnya ambil di mangkok kecil. Jorok." ejek Livia dengan sedikit berbisik.

Mata Rangga langsung melotot.

"Sok bersih, aku gak punya virus rabies." sahut Rangga seraya menenggelamkan giginya ke gumpalan es krim di sendoknya.

"Ngga, nanti anterin aku ke rumah sebelah untuk ambil baju pramuka. Dan buku matematikaku masih di kamu...ntar kembaliin." pinta Livia.

Rangga meraih tangan Livia agar duduk di bawah, di depan kulkas bersamanya.

"Hei, aku gak bisa kena dingin." tolak Livia.

Rangga menutup kulkas dan tangan nya kembali menarik tangan Livia untuk duduk di sampingnya bersandar pada kitchen set.

"Aku ingin cerita." ucap Rangga.

Livia duduk bersila. Rangga mengulurkan segelas air mineral di sampingnya yang masih utuh.

"Aku tadi juga haus."

"Kau mau cerita apa?" tanya Livia. Tangan nya menerima uluran segelas air mineral dari Rangga.

"Apa kau pernah merasa kesepian? Apa kau pernah merasa kecewa? Dan yang terakhir...apa kau pernah merasa di jodohkan dengan seseorang yang menyebalkan?" Ucap Rangga dengan nada datar dan pandangan hampa.

Livia terkejut dengan pertanyaan Rangga yang terakhir.

"Kau mau cerita atau mau bertanya?" Livia mencoba bersikap biasa walaupun di dalam hatinya, dia berteriak..'pernah'.

"Aku bertanya padamu. Karena aku juga pernah merasakan itu."

"Wah...kamu seperti yellow duck." jawab Livia dengan terkekeh pelan.

Mata Rangga langsung melirik tajam.
"Mulai lagi, animal planetnya keluar. Yellow duck, maksudmu?"

"Pernah lihat bebek berenang di danau atau sungai, kan? Dia terlihat tenang sekali tapi kalau kita lihat di bawah air...kakinya sibuk mengayuh air agar bisa terus berenang maju. Kau terlihat tenang dan garang sampai dapat julukan bad boy tapi di dalam hatimu kau berontak dan kesepian."

Rangga mengangguk pelan.
Livia meneguk sisa air mineral dan meleparkan gelas kosongnya ke pangkuan Rangga.

"Livia! Keranjang sampahnya disana!" pekik Rangga seraya tangannya menunjuk sebuah keranjang di sudut dapur.

Livia malah menjulurkan lidahnya.

"Aku gak pernah kesepian karena aku selalu happy. Aku pernah kecewa padamu dan...dijodohkan? Iya aku pernah merasakan itu tapi rasanya gak enak. Karena seseorang itu sangat menyebalkan, sangat perfeksionis dan nggak peka. Jangan mau di jodohkan Rangga, kau berhak memilih cintamu sendiri."

My Neighbour My Enemy (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang