Chapter 3: First Talk

12.9K 1.1K 144
                                    

Author's note: Yes, readers, I'm back! Aku memutuskan untuk melanjutkan buku ini segera setelah Taming the Billionaire Beast tamat! Maaf ya lama banget, semoga masih pada ingat ceritanya. Atau kalau lupa pun, bisa baca lagi karena cuma baru ada 3 chapter :)

Aku bertekad untuk update rutin setiap minggu, jadi doain aku lancar terus ya. Apalagi aku lagi skripsian sekarang hehe. Jadi jangan lupa VOTE DAN KOMEN supaya aku semangat terus dan cerita ini rankingnya naik :D

Anyway, semoga kalian suka sama update kali ini ;)

BTW TOLONG CHECK AUTHOR'S NOTE DI BAWAH YA! INI SOAL PEMILIHAN CAST UNTUK NOVEL INI :)

.

.

.

"Always ask yourself: "What will happen if I say nothing?"

― Kamand Kojouri

----------❅❅❅----------

Meskipun Eira enggan melakukan perintah pria itu, namun ia tidak bisa berkutik ketika mendengar bentakan yang sarat akan ancaman. Ia tahu apa itu ancaman, terlalu familiar hingga seluruh tulang di tubuhnya bisa merasakannya. Eira tidak sanggup membayangkan siksaan itu lagi.

Perlahan, ia mengangkat wajahnya dan bertatapan langsung dengan sepasang mata cokelat yang menatapnya tajam. Sepasang mata cokelat yang terasa asing dan...hangat. Eira mengerjap terpaku. Selama beberapa saat keduanya tenggelam dalam tatapan masing-masing hingga Raphael melepas pandangannya dan membuang muka.

Raphael mengamati tubuh Eira secara keseluruhan sebelum kembali menatap mata amber itu. Sesuatu dalam hatinya tergerak dan ia tidak menyukai hal ini, matanya menggelap dan menatap Eira dengan tatapan membunuh. "Siapa kau dan mengapa kau bisa berada di depan gerbang rumah ini?" tanya Raphael menggeram rendah. 

EIRA's POV

Tubuhku menegang mendengar pertanyaan itu. Suara pria asing ini sarat akan kemarahan yang menakutkan, seketika semua pertahananku runtuh. Aku reflek menutupi wajahku dari pandangannya menggunakan rambut panjangku, berusaha untuk tidak menangis semakin kencang. "A-a-a...aku—"

Pria itu menarik nafas menahan emosi. "Aku tidak ada waktu untuk bermain-main denganmu. Jawab pertanyaanku."

"E-eira..." bisikku pelan, "Namaku Eira.." ucapku pada akhirnya dan kembali menunduk, menghindari tatapan tajamnya.

"Baiklah, Eira, sekarang jawab pertanyaanku. Mengapa kau bisa berada di depan gerbang rumahku?"

Pertanyaan itu membuatku tertegun dan lidahku kelu untuk menjawab. Bagaimana aku menjelaskan padanya tentang masalahku? Bagaimana kalau ternyata dia mengenal Bianca, dan setelah dia tahu identitasku yang sebenarnya, ia membawaku kembali pada Bianca? Dilihat dari kamar mewah ini, aku yakin pria ini bukanlah pria sembarangan. Apa yang harus kulakukan?

Tiba-tiba dia memukul tembok di sampingku dan membuatku berteriak ketakutan dan reflek kembali menangis. "Apa kau tidak punya mulut!? Jawab aku atau aku akan membunuhmu sekarang juga!"

Mendengar ancaman itu, aku langsung menggeleng tegas. Aku berusaha lari dari rencana pembunuhan ibu tiriku agar bisa tetap hidup. Jika aku membiarkannya membunuhku, untuk apa aku bersusah payah melarikan diri?

"A-a-aku melarikan diri dari...dari keluargaku yang ingin menjualku de-demi melunasi hutang ayahku. Aku mendengar ayahku mengatakan itu langsung lewat telepon dan memutuskan melarikan diri sebelum hal itu benar-benar terjadi."

Snow White and The Mafia - Book IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang