Chapter 22: A Good Start

10.8K 1.2K 795
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Every new beginning comes from some other beginning's end

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Every new beginning comes from some other beginning's end." 

—Seneca

----------❅❅❅----------

Kepala Eira terus tertunduk hingga kakinya menapaki lantai kamar Raphael. Setelah mengumpulkan keberanian untuk menemui Raphael sepanjang malam, semua usahanya porak poranda karena jantung dan hatinya berhenti bekerja melihat penampilan Raphael yang bertelanjang dada. Ia tidak menyangka ia bisa bereaksi seperti ini terhadap Raphael.

Terkutuklah Raphael dan badan sempurnanya!

"Apa kau akan menunduk seperti itu sepanjang hari?"

Suara keras Raphael sontak membuat Eira segera mengangkat kepalanya dan matanya bertemu dengan milik Raphael. Raphael melirik jam dinding di belakang Eira sebelum mengehela nafas, "Hari ini kau datang sedikit terlalu pagi. Tunggu di sini, aku akan bersiap sebentar," ujar Raphael yang dijawab dengan anggukan kepala Eira.

Sementara pria itu masuk ke dalam kamar mandi, Eira memiliki kesempatan untuk mengamati kamar Raphael secara detail. Ini pertama kali baginya melihat langsung ruangan paling pribadi Raphael, karena memang Raphael tidak mengizinkan Dove atau siapapun terlalu sering berada dalam kamarnya.

Kamar itu didominasi oleh warna abu-abu dan putih dengan sedikit sentuhan warna hitam di beberapa sudut ruangan. Perpaduan lantai kayu menghiasi seluruh bagian lantai serta corak marble menciptakan suasana yang menyegarkan mata. Di belakang tempat tidur berukuran king size di tengah ruangan, sederet koleksi pakaian serta aksesoris mewah Raphael terpampang jelas melalui partisi kaca. Mata Eira kini beralih menatap dinding kaca raksaksa yang menyeliputi sisi kiri kamar, menampakan pemandangan perkebunan dan taman raksaksa mansion The Virrecchio. Ia menyukai ruangan ini.

Eira menarik bibirnya tipis. Ternyata kamar memang menggambarkan pemiliknya. Suasana kamar ini sangat jantan, meskipun kaku tapi juga menenangkan—sama seperti kepribadian Raphael.

Mengingat hal itu, pikiran Eira kembali berkelana dengan rekaman adegan beberapa menit yang lalu dan ia pun menggigit bibirnya merutuki diri sendiri.

Snow White and The Mafia - Book IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang