S & R 40

31 9 0
                                    

Sebodoh itu aku terbuai oleh janji?
Hingga tak menyadari jika senja sedang berbohong ketika ia berkata akan ada dan selalu membuat bahagia?
Senja adalah senja. Ia akan pergi.

***

Hari Minggu, Tasya tetap bekerja di hari Minggu. Ia akan libur di waktu-waktu tertentu ketika merasa pekerjaan tidak terlalu menumpuk, atau ketika dirinya ada keperluan mendadak.

Pukul 16.00
Jam pulang sudah tiba, Tasya memutuskan untuk segera pulang, ia sudah ada janji dengan Tya. Jam 16.30 ia harus segera sampai di Kafe Hazell, kafe yang pernah ia kunjungi bersama Fajar untuk pertama kalinya 3 tahun yang lalu.

"Buru-buru banget, mau kemana sih?" Ucap Fajar yang sudah berdiri di samping Tasya.

"Aku ada janji sama sahabat aku, jadi harus cepet-cepet berangkat," jawab Tasya

"Kemana? Mau aku anterin?" Tanya Fajar. Sebenarnya, Fajar juga ada janji dengan seseorang. Tapi itu bisa di nantikan.

"Tidak usah, aku bisa sendiri, lagian kan aku juga bawa motor, biar sekalian pulang ke rumah gitu," ucap Tasya

Fajar tersenyum "Baiklah, hati-hati di jalan ya gadis rembulanku yang manis," ucap Fajar menggoda. Sementara Tasya hanya terkekeh geli, mengangguk.

Tasya sudah berada di parkiran, ia menggunakan helm kemudian menyalakan motor miliknya. Mulai melaju membelah jalanan kota yang ramai oleh para pengendara yang baru pulang bekerja.

30 menit perjalanan, akhirnya Tasya sampai di Kafe Hazell. Ia sudah tidak sabar bertemu dengan Tya dan calon suaminya. Tasya dibuat penasaran oleh Tya, karena dia bilang jika Tasya akan mengenali calon suami Tya.

Tasya melangkah mamasuki kafe, matanya menyapu seluruh ruangan mencari sosok Tya. Mata Tasya tertuju pada seorang perempuan memakai baju berwarna coklat yang melambaikan tangan ke arahnya, itu adalah Tya. Tasya kembali meneruskan langkahnya, menuju meja nomor 20 yang terletak paling pojok sebelah kanan kafe, dekat tangga menuju lantai 2.

"Maaf ya nunggu lama," ucap Tasya ketika sampai di meja yang Tya tempati. Tasya duduk dihadapan Tya, membelakangi pemandangan Kafe.

"Santai aja, lagian dia belum datang kok," ucap Tya

"Mau pesen apa?" Lanjut Tya

"Jus alpukat aja," ucap Tasya. Tya memanggil waiter yang sedang menuliskan pesanan di meja nomor 18, kemudian menghampiri meja mereka setelah melihat Tya memanggilnya.

"Jua alpukat satu ya mas," ucap Tya kepada waiter. Sementara Tya sudah pesan minum sebelum Tasya datang.

5 menit kemudian. Pesanan Tasya sudah datang. Tasya meminum jus alpukat itu dengan santai.

"Hai, akhirnya datang juga," ucap Tya pada seseorang. Tasya meletakkan jus alpukat nya di atas meja. Kemudian ikut berdiri, membalikkan badannya untuk menyapa siapa sebenarnya calon yang dimaksud Tya.

Deg.
Tasya terkejut.
Apa maksud dari semua ini? Apakah Tya bercanda? Bagaimana mungkin, Fajar adalah kekasih Tasya, kenapa Tya mengatakan jika Fajar adalah calon suaminya. Apa Fajar hanya tidak sengaja ada disini, dan Tasya hanya salah berprasangka.

Fajar tidak kalah terkejut melihat kakasihnya ada dihadapannya saat ini, sesuatu yang selama satu Minggu terakhir ia takutkan akhirnya terbongkar, Fajar tidak tau jika sahabat yang Tasya maksud adalah Tya. Fajar benar-benar bungkam, matanya terus menatap manik mata Tasya, Fajar sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, Fajar sudah siap jika akhirnya Tasya akan memaki dirinya, Tasya berhak melakukan itu.

"Ini calon suamiku sya, sudah aku bilang kan kalau kau akan mengenali nya?" Ucap Tya tersenyum bahagia

"Oh, hai kak Fajar. Aku tidak menyangka kalau yang dimaksud calon suami Tya adalah kakak, senang rasanya saat mengetahui itu kakak. Kau tau, Tya? Kau tidak salah memilih kak Fajar, dia benar-benar orang baik, manajer yang baik bagi semua karyawan," Tasya tertawa, diikuti Tya yang juga ikut tertawa.

Sementara Fajar hanya berdiri kaku, tanpa ekspresi. Inilah yang tidak Fajar sukai dari diri Tasya, Tasya selalu berpura-pura seakan tidak ada apa-apa. Fajar merasa terluka ketika melihat senyum Tasya yang begitu mengembang, menyembunyikan segala kekecewaan. Kenapa bibir itu tersenyum seakan-akan benar bahagia, kenapa mata itu masih sama seperti biasa ketika Tasya bahagia. Tidak mungkin Tasya tidak terluka, Fajar sudah sangat mengenal Tasya, jika sebenarnya saat ini Tasya hanya berpura-pura baik-baik saja.

"Kenapa berdiri aja, ayo duduk. Kita harus pesen makan yang enak, kalian mungkin sudah saling mengenal, dan kalian sering bertemu di tempat kerja, tapi kalian baru kali ini makan bersama ku," ucap Tya antusias.

"Tentu saja, Tya. Aku sudah sangat lapar sedari tadi. Kalo aku tau yang kau maksud adalah kak Fajar, sudah sedari tadi aku pesan makanan duluan. Kak Fajar itu tau kalo aku paling gak suka nunggu lama buat makan," Tasya tertawa, hanya menatap ke arah Tya, tanpa melirik sekilas pun ke arah Fajar.

"Ternyata kebiasaan mu sejak dulu tidak hilang ya," Tya ikut tertawa, menjawab perkataan Tasya.

1 jam mereka menghabiskan waktu untuk makan dan mengobrol. Tasya memutuskan untuk pulang lebih dulu, karena waktu sudah menunjukkan pukul 17.30.

"Makasih banget ya sya udah nyempetin waktu buat aku," ucap Tya, memeluk Tasya. Tasya membalas pelukan Tya dengan tulus.

"Jangan begitu, aku kan sahabatmu, kapanpun kita bisa bertemu, dan kamu bisa mengunjungi tempat kerjaku jika ada waktu," ucap Tasya melepaskan pelukan.

"Baiklah, aku pasti mengunjungi tempat kerjamu, sekalian melihat keadaan kak Fajar kan," ucap Tya terkekeh geli.

"Oh ya kak Fajar, aku pulang duluan ya, jaga Tya baik-baik, dia itu sahabat terbaik aku loh," ucap Tasya tulus. Sementara Fajar diam tak menggubris, hanya sorot matanya yang seakan berbicara. Namun Tasya sama sekali tidak menatap manik mata Fajar, bahkan ia enggan melakukannya.

Tasya berjalan meninggalkan Kafe Hazell, memakai helm dan segera melajukan motornya. Tasya tidak langsung pulang ke rumah, ia memutuskan untuk pergi ke suatu tempat.

10 menit perjalanan.
Tasya sudah sampai di taman yang menyuguhkan pemandangan senja, taman yang sudah menjadi tempat favorit untuknya semenjak ia memutuskan untuk mencintai sang Senja.

Tasya duduk di kursi taman, sendiri. Air matanya sudah mengalir deras sejak diperjalanan. Ia sudah tidak bisa menahan sesaknya dada. Tasya begitu terluka, luka itu sama sakitnya seperti tiga tahun lalu ketika mengetahui kenyataan Fandi akan menikah dengan orang lain.

Tasya menangis sejadi-jadinya. Potongan-potongan kisahnya bersama Fajar bermunculan dalam pikirannya, memberi sesak yang tidak tertahankan. Apa maksud dari semua ini? Takdir apa yang sebenarnya sedang Tasya jalani?

Sekalipun Tasya tidak pernah berpikir jika Fajar akan menghianati nya, kenyataannya, Fajar sendiri yang benar-benar membuat pernyataan jika dirinya melanggar janji.

"Aku bodoh, kenapa aku bisa percaya kepadamu dengan mudah? Kau datang menawarkan diri sebagai senja, seharunya aku tidak percaya kepadamu, dan memberikan cintaku kepadamu. karena kau adalah senja, senja tetap senja yang hanya memberi keindahan sementara, lantas kau pergi memberikan luka," Tasya terisak

"kau melupakan janjimu kak, caramu yang datang dengan  menawarkan kebahagiaan, justru membuatku sangat terluka melebihi luka ku ketika menerima kenyataan tentang kak Fandi, kau jahat, aku membencimu, untuk apa kau datang dalam kehidupanku jika kau tak pernah berniat tinggal bersamaku," Tasya menunduk dalam, ia membiarkan dirinya menangis, berusaha menenangkan diri, menelan kenyataan pahit yang harus ia rasakan untuk kedua kalinya.

Tiga tahun lalu, ditempat ini, senja menyaksikan janji Fajar yang akan selalu ada dan membuat Tasya bahagia. Saat ini, disaksikan oleh senja juga, bahwa Fajar mengingkari janjinya.

***

Senja dan RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang