Sahabat-sahabat Tasya tau jika dirinya sedang berbohong. Mereka lebih dari mengerti itu, hanya saja mereka tau kalau Tasya tidak ingin merepotkan mereka.
"Gak usah bohong dengan bilang gak lapar. Kamu mau apa? Biar kita yang bayar" Ucap Citra
"Gak usah Citra" balas Tasya
"Samain aja sama kita ya, biar aku pesenin,"Prisill tidak menunggu jawaban Tasya, ia langsung bangkit dari duduknya, melangkah menuju kasir untuk menambah pesanan.
"Hai," sapa seseorang
"Ra-fa, kamu kok ada disini?" Tanya prisil sedikit gugup.
"Aku sedang makan sama teman-teman paskibra aku, tuh sebelah sana," Rafa menunjuk ke meja berukuran besar, terdapat sekitar 8 orang sedang duduk sambil bercengkrama di sana. Pantas saja tidak sadar ada Rafa di kafe ini, ternyata mereka duduk di paling pojok dekat jendela, tempat yang cukup privasi.
"Oh gitu ya, mau bayar?" Tanya prisil
"Iya, kamu juga?" Rafa bertanya balik
"Oh enggak, aku mau nambah pesanan," ucap prisil sambil tersenyum. Rafa hanya mengangguk, mengerti.
"Silahkan, ladies first,"ucap Rafa tersenyum
Prisil dibuat canggung sendiri, jantung nya berpacu sedikit cepat sedari tadi, hanya saja dia berusaha menetralkan dirinya.
"Mbak, meja nomor 15 tambah kentang goreng satu ya," ucap prisil.
"Baik kak, ditunggu pesanannya." Balas mbak kasir itu.
"Raf, aku duluan ya, temanku udah nunggu," ucap prisil
"Oh iya, sampai bertemu lagi disekolah," ucap Rafa .
Prisil tersenyum mendengar ucapan Rafa, hari ini Rafa tidak masuk sekolah, karena murid yang mengikuti pengibaran hari kemerdekaan diliburkan satu hari, mungkin besok Rafa sudah mulai masuk sekolah.
"Cie, ada yang senyum-senyum sendiri nih," ledek citra
"Ya kali ga senyum-senyum, orang abis ngobrol sama orang yang diam-diam dicintai," timpal Tya
"Kalo mau, koneksi aku sama Rafa di OSIS bagus loh,"ucap Tasya
"Ih kalian apaan sih, aku biasa aja gak senyum-senyum," elak prisil
"Tapi itu pipinya memerah," ucap Tasya terkekeh geli
"Ih Tasya udah deh, jangan ganggu aku," prisil sedikit risih digoda oleh sahabat nya itu.
Mereka tidak berhenti menggoda prisil, sampai prisil dibuat kesal oleh tingkah Sahabat-sahabatnya. Mereka tau prisil menyukai Rafa diam-diam. Kata prisil, Rafa itu tampan, rapi, dan selalu terlihat percaya diri. Tasya mengakui itu, bagaimana pun ia dekat dengan Rafa di OSIS, jadi ia cukup mengetahui sifat-sifat Rafa seperti apa, Tasya sangat mendukung jika Prisill menyukai Rafa.
15 menit kemudian pesanan datang. mereka fokus pada makanan masing-masing, sesekali diselingi oleh percakapan ringan.
"Itu bukannya kak Sinta ya?" Ucap citra tiba-tiba. Tangan nya menunjuk kepada dua orang yang berada di sebrang, tepat nya didepan Gramedia.
Terlihat dua orang itu sedang berada di parkiran, sangat jelas bahwa perempuan itu adalah Sinta, dia menggunakan pakaian kasual, kaos lengan panjang berwarna putih polos, celana jeans panjang, tak lupa rambut panjang yang ia biarkan tergerai, penampilan sederhana tapi tetap terlihat cantik. Sinta bersama seorang laki-laki, laki-laki itu masih menggunakan helm, sehingga belum terlihat siapa laki-laki yang bersama Sinta itu.
Meskipun Tasya dan ketiga sahabatnya berada di dalam kafe, tapi mereka tetap bisa melihat jelas, karena meja yang diduduki Tasya dan ketiga sahabatnya berada tepat di tengah, depan kafe.
Laki-laki itu membuka helm full face nya, ketika mereka berempat siap melihat wajah laki-laki itu siapa, tiba-tiba bus berhenti di depan kafe menurunkan penumpang.
Pandangan Tasya dan ketiga sahabatnya itu masih setia pada sebrang jalan, karena mereka merasa kenal pada perawakan laki-laki yang bersama Sinta, sayangnya Sinta dan laki-laki itu sudah mulai masuk ke dalam Gramedia, sehingga hanya bisa melihat mereka dari belakang.
Laki-laki itu menggunakan jaket berwarna navy, celana jeans hitam, dan sepatu boots berwarna coklat.
"Menurut kalian kak Sinta bersama siapa?" Tanya citra
"Apa mungkin pacarnya?" Jawab Tya
"Tidak mungkin, kak Sinta kan menyukai kak Fandi," jawab citra. Tya dan prisil melirik sekilas ke arah Tasya, takut jika Tasya terganggu karena ucapan citra, citra bukan tidak tau Tasya menyukai Fandi, hanya saja citra terkesan polos dan sedikit blak-blakan di antara yang lainnya.
"Ya bisa aja gitu kan," ucap Tya.
"Sya, menurutmu siapa laki-laki itu?" Tanya prisil.
'kak Fandi' jawab Tasya, tapi hanya dalam hati.
"Gak tau, mungkin teman atau saudara," ucap Tasya, berbohong. Sementara ketiga sahabatnya hanya mengangguk, kemudian melanjutkan makan.
Tasya tau betul itu adalah Fandi. Dari perawakannya, dari warna baju yang dipakai, dan yang paling membuat dirinya yakin adalah dari sepatu yang Fandi pakai. Sepatu boots coklat, Tasya pernah melihat Fandi memakai sepatu itu ketika di sekolah, Tasya memang sedetail itu memperhatikan dan mengingat sesuatu tentang Fandi. Sayangnya, ketiga sahabat Tasya tidak sadar jika itu adalah Fandi.
Tasya tidak heran kenapa Fandi dan Sinta masuk ke toko buku, karena sudah jelas tujuan mereka akan apa. Yang jadi pertanyaan Tasya adalah, apakah Fandi harus selalu ditemani Sinta kemanapun pergi? Atau Fandi yang selalu bersedia menemani Sinta kemanapun?
'Kak Sinta tidak berbohong, kedekatan mereka memang nyata adanya. Kak Fandi begitu peduli pada kak Sinta, dan kak Sinta benar-benar akan berusaha mendapatkan kak Fandi' batin Tasya.
"Udah jam 2, kita pulang aja yu?" Ajak Tasya
"Loh, gak pulang jam 4 aja? Biar kaya pulang sekolah aja gitu," ucap Tya. Dari awal setelah di bebaskan untuk pulang karena guru-guru rapat, mereka berempat berencana pulang sesuai jam pulang sekolah, agar mereka bisa menghabiskan waktu bersama.
"Iya sya, kok buru-buru?" Tanya citra
"Em, aku ada setrikaan baju di rumah, banyak banget, kalo aku pulang lebih awal kan gak usah sampe sore nyetrika nya, jadi aku punya waktu lebih banyak untuk istirahat, sama mau baca novel baru juga." Tasya nyengir, memperlihatkan deretan giginya
Tasya tidak berbohong, dia memang harus menyetrika baju yang sudah menumpuk di rumah, juga ingin segera membaca novel yang baru saja ia beli. Tapi di balik itu, dia juga tidak ingin dirinya dan ketiga sahabatnya berpapasan dengan Sinta dan Fandi.
Akhirnya ketiga sahabat Tasya setuju jika mereka akan pulang lebih cepat. Mereka berempat berjalan meninggalkan Kafe, setelah membayar pesanan pastinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Rembulan
عاطفيةRembulan adalah harapan, cahaya menenangkan, keindahan tak berkesudahan. Sajian sejuta kisah tiada akhir, tapi ia adalah ketidakmungkinan. Sementara, Senja adalah masa depan, ia menjanjikan kebahagiaan. Tapi ia ingkar, ia pergi meninggalkan sejuta k...