Orang baru memang menarik. Tapi ingatlah, dia belum tentu terbaik.~ Reva Andita ~
.
.
.
.Pagi ini Reva bertekad untuk menyelesaikan maslahanya dengan letha.Sahabatnya. Dia tidak bisa begini terus. Di sudah sampai disekolahnya, padahal ini masih pagi sekali dan hanya ada beberapa siswa siswi saja. Bahkan kelasnya saja masih sepi.
" Pokoknya gw harus baikan sama letha, gimanapun caranya, HARUS!." Monolog Reva dengan menekan kata 'harus'.
" Ah tapi gw gengsi. Masa harus gw terus sih yang ngalah? Gak adil." Ia kembali tidak semangat saat mengatakan itu.
" Tp rasanya gak enak banget kalo marahan sama sahabat sendiri." Gumamnya.
" Dih apa sih? Ngapain juga gw yang ribet? Lah dia yang kayak gitu duluan. Hufft bodoamat."
Sakin asiknya bergulat dengan pemikirannya, Reva tidak menyadari bahwa ada seseorang yang mandanginya dengan raut keheranan.
" Heh gila. Lo ngapain ngomong sendiri." Ucap laki-laki itu.
" Aa..an..anu itu..g..gak papa kok." Gugup Reva.
" Kok Lo gugup? Jangan-jangan Lo gila + gagu ?." Tanya laki-laki itu.
" Apa sih? Lo kali yang gila. Dasar aneh, bisanya cuma ngatain orang doang. Sinting." Tegas Reva dengan kalimatnya.
Seketika mata laki-laki itu menajam, wajahnya memerah jelas dikulit putihnya. Sungguh ekspresi yang menyeramkan bagi Reva. Reva sangat menyesali kata-kata nya.
" bal, Lo kenapa? Kok ekspresi Lo gitu?." Tanya Reva untuk menyembunyikan ketakutannya.
Tanpa menjawab pertanyaan Reva, Iqbal pergi setelah tasnya ia lempar ke bangkunya.
" Sedeng tuh orang. Ditanya malah pergi." Umpat Reva.
" REVA!!! Tumben lu Dateng pagi banget." Teriak nazwa yang membuat Reva kembali kaget.
" Yah, berbi etopia Dateng." Umpat Reva.
" Gw dengerrr, ngumpat-in sahabat sendiri hukumnya dosa loh Rev." Sindir nazwa yang langsung duduk didepan Reva.
" Wkwkwk, sorry nyi rere kadal." Ledek Reva dengan cengirannya.
" Wah, ketek Fir'aun bisa aja." Balas nazwa.
" Eh lu ada masalah ya sama letha?." Lanjutnya.
" Nggak kok." Elak Reva yang sedang menetralkan wajahnya agar tidak terlihat sedang berbohong.
" Sumpah Rev, lu gak usah bohong deh. Gw tau lu banget."
" Hmmm....iya." jawab Reva
" Pasti masalah Iqbal kan?." Tebak nazwa yang berhasil membuat Reva kembali terkejut, namun ia langsung mengubahnya menjadi raut selidik.
" Kok lu tau? Lu cenayang ya?." Tanya Reva sambil menyipitkan matanya dan menunjuk muka nazwa.
" Paan sih? Lu kayak gitu tambah jelek bego. Udh jomblo, sifatnya bobrok, gak pinter, ceroboh. Jadi jangan tunjukin ekspresi itu dah. Makin minus di mata gw." Ujar nazwa tanpa menyaring kalimatnya.
" Double kill, triple kill, maniac, savage." Heboh Oliv yang berada di depan pintu.
" Terlalu sadis caramu~." Sambung Dhea dengan nyanyian.
" Damage mu sungguh melukai hati ku beb." Ucap Reva dengan nada dramatisnya.
" Hueek, eneg gw liatnya." Jawab nazwa diikuti tawa yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Special
Teen Fiction" masih sakit gak?." Tanya Iqbal yang terlihat khawatir. " Hmm...sedikit perih." Jawab Reva lirih. " Maaf...maaf...maaf...gw benar-benar minta maaf. Gw lagi emosi tadi, jadi lepas kendali." Tutur Iqbal yang merasa bersalah. ********** Seorang gadis...