Chapter 02

111 23 4
                                    


CHAPTER 02: TIDAK BERES


Jika Luna ditanya, apakah sebenarnya ia mau menjalani pekerjaan sebagai wali kelas di salah satu sekolah? Tentu saja tidak, jawabannya.

Karena kalau boleh jujur, ketika Luna mengajari Seongmin beberapa tahun lalu sebelum kepergiannya untuk melanjutkan studi, gadis tersebut dapat berpendapat bahwa Luna tidak bisa menjadi guru. Ah, memang tidak bisa. Alih-alih merasa senang dan merasakan gambaran bagiaman akan menjadi seorang guru kelak, maka jawaban yang tepat dan menampar Luna ke titik telaknya pada saat itu bahwa sangat tidak bisa.

Memang sih, saat itu Seongmin masih kecil. Tetapi tetap saja, adakalanya bahwa adikmu itu lebih menyebalkan dibanding lima orang anak kecil asing yang tak kau kenal bukan?

Disana, selepas Luna mengajari Seongmin sejak adiknya di sekolah dasar hingga ia kelas satu SMP, perempuan itu sadar kalau dia memang tak layak menjadi guru. Karena daripada bersabar, Luna kerap kali buat jengkel karena sikap tengil dan suara berisik Seongmin tatkala adiknya itu lebih suka bermain dari pada belajar.

Jadi, semenjak itu, Luna mendapati dirinya bahwa: dia emosional, tertekan, dan mudah menyerah.

Kalian mungkin akan merasakannya bila mendengar teriakan melengking Seongmin sejak masih kecil.

"Naluna Ahn?"

Seolah baru saja tersedot ke dalam sebuah lubang, Luna tersentak pada kesadarannya. Matanya mengerjap tatkala melihat Bu Mega, selaku Kepala Sekolah memandangnya dengan bingung. "Iya?"

"Bagaimana dengan penawaran saya?"

Ah, penawaran. Luna memang ditawari untuk mengajar pelajaran yang memang ia kuasai. Namun rasanya, hal yang tidak Luna kuasai adalah menghadapi Seongmin dalam jumlah yang banyak. Terdengar sangat tidak bagus. "Kayaknya, saya nggak perlu ngajar juga deh, Bu."

Ekspresi Bu Mega berubah tak nyaman, seolah telah menyimpan banyak harap pada Luna. "Kenapa?"

"Saya sudah tahu tentang kelas yang akan menjadi tanggung jawab saya selama dua tahun ke depan," –yang mungkin isinya ada 30 kali lebih banyak Seongmin. Tetapi, daripada berbicara terang-terangan, kesan pertama adalah hal yang penting. "Saya sudah tahu kalau 11 IPS 5 punya hal yang tidak biasa, dimana saya harus bekerja lebih ekstra."

11 IPS 5.

Ialah kelas yang akan menjadi tanggung jawab Luna hingga lulus. Sebenarnya, ia agak heran. SMA ini tak menerapkan shuffle siswa setiap tahun seperti saat ia dulu. Malah yang ada, tiap kelas memiliki tingkat prestasi murid yang digolongkan. Jika itu adalah 1 seperti 11 IPA 1 maka berisi murid-murid pintar di berbagai bidang.

Coba tebak, bagaimana dengan kelas Luna sendiri?

Yap, kelas dengan peringkat terakhir.

Berisi anak-anak yang tertinggal dalam bidang akademik maupun non akademik. Hal itu semakin diperparah dengan mereka yang sering kali membuat masalah. Pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan kerap kali membuat bingung para guru karena tidak ada kata menyerah, dalam membuat kesalahan tentu saja.

Maka, sudah 13 bulan berlalu, 11 IPS 5 terhitung dari tahun pertama atau kelas 10, sudah 4 kali melakukan pergantian wali kelas.s

Luna juga mendengar sebuah pepatah bertahun-tahun jika menghadapi kelas IPS 5: kelas kutukan.

Hebat.

Benar-benar hebat.

Jadi, begitu Luna mengutarakan pendapat tersebut, dalam sekon kemudian, Bu Mega tersenyum yang jujur mendadak membuat bulu kuduk Luna meremang. "Kalau begitu, saya memberi kamu pilihan lain."

Aftertaste | Minhee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang