𝓬𝓱𝓪𝓹𝓽𝓮𝓻 𝟗

581 111 9
                                    

Panggilan disetujui dan layar hologram bergerak ke atas menampilkan wajah Norman.

"Yo. Selamat malam. Ada apa manggil-manggil?"

Norman tampak rapi meski bukan pagi hari. Eh, lucu sekali pakai piyama!

Ekhem. Piayamanya. Bukan orangnya—tidak salah juga sih.

"Maaf tidak bisa datang langsung." Tahu kok Tuan Sibuk. "Aku punya permintaan."

Dalam rangka hidup bersama Emma, keluarga mereka (Norman dan Ray) hendak mewujudkan salah satu keinginan Emma saat keluar dari lorong Grace Field.

"Aku paham manusia akhirnya sadar terhadap silent extinction yang dialami jerapah. Apalagi di tengah Bumi yang meranggas begini. Tapi tolong, kau punya kekuasaan untuk itu."

[Name] menegakkan punggung. "Kamu tahu 'kan manusia sedang dipisahkan dengan jerapah?"

"Iya. Kau cuma memastikan."

"Hubungan sosial mereka bisa kembali renggang, tahu."

Kejutan. Alastair Arleg malah tersenyum menanggapi permintaan putrinya.

Plot twist.

Antara [Name] dijebak atau dibohongi atau dikelabui oleh si Topeng Manis.

"Ayah baru akan menjelaskan rencana penangkapan pemburu ilegal."


Ironi. Miris. Menyedihkan.

Dengan kondisi dunia yang begini, masih saja ada sekelompok egois.

Alastair Arleg sukses membantu kawan lamanya. Tidak heran sabana tempat konservasi ini menjadi sasaran empuk. Jauh dari masyarakat. Cuma orang-orang berkepentingan yang boleh mendekati jerapah.

Ray keren sekali menenteng senjata api—hanya untuk berjaga-jaga. Hiasan lebih tepatnya. Norman yang lemah kuat pula menggendong senapan di punggung. Emma dan [Name] membawa busur. Dengan begini mereka terlihat sedang ber-cosplay.

"Hei, hei, Norman!"

[Name] merasakan pundaknya berat. Muka Norman merah sekaligus pucat. Panas matahari memang menyengat.

Norman gotong-royong dibawa ke tenda.


"Jika dulu aku pernah berkata begitu, sekarang aku berubah pikiran." Emma berdiri memandangi jerapah yang meraih daun di dahan tertinggi. "Jahat jika aku memenuhi hasrat egois yang akan menggerogoti mereka secara perlahan."

Ray menaikkan dagu. Mau dilihat bagaimana pun, orang di sebelahnya selalu Emma. "Kita juga datang ke sini untuk membantu."

Laki-laki itu ingat betapa menakjubkan perhitungan Emma di masa lalu. Adil kah ketika Ray ingat hampir setiap detik sedang perempuan di sebelahnya sulit melihat ke belakang?

Sebagian jerapah mengendus-endus di balik semak.

"Ray. Kapan-kapan mau mengunjungi rumah Kakek bersamaku?"

Kepala Ray cepat tertoleh.

"Hm?"


[Name] menghempaskan punggung di samping kursi Norman.

Rambut dikepang dua. Tema pakaian cokelat dari topi koboi tanpa motif hingga sepatu but tempur bertali. Teropong binokular menggantungi leher.

"\int _{-1}^0\left(1-t^3\right)dt-\int _1^0\left(1-t^3\right)dt\:\:"

Kumur-kumur hanya dengan air liur.

"Dua." Norman menertawakan soal pemberian [Name].

"Ray bilang itu cara ampuh untuk mengecek kondisimu."

Tawanya makin keras. Terpikir penyebab lainnya, "Aku tahu pertanyaan itu mudah dijawab untuk anak sebelas tahun yang pingsan kepanasan." Penuh penekanan.

"Serius, deh. Kau jelas banget dimabuk fiksi."

"Aku anggap itu pujian."

Emma dan Ray terlihat bercakap-cakap di sana.

"Kau berpisah dengan mereka selama dua tahun, bertemu sekitar dua bulan, kemudian terpisah dengan Emma dua tahun lagi."

Norman memandang ke kejauhan. Rambut platinum-nya terlindungi bayang-bayang tenda.

"Selama Emma masih hidup, makan dengan baik, terlihat sehat, tersenyum, tidak sendirian ... itu semua cukup untukku."

[Name] teringat ayahnya.

"Syukurlah. Dibanding kalian yang melupakan Emma, ini semua jauh lebih baik."

Senyum yang berada di antara garis syukur dan sedih terukir di bibir Norman. Ia membayangkan Emma melihat keluarganya yang menghadapkan punggung.

"Tapi menurutku, jika skenario itu yang terjadi, Ray akan tetap ingat Emma. Meski pada awalnya bisa jadi buram."

Norman merubah posisi menjadi duduk.

"Maksudku, kau pernah bilang kemampuan ingatan Ray itu abnormal!" Berusaha meluruskan antisipasi salah paham, "Hei, biasanya jika amnesia terjadi karena disengaja, sebenarnya ingatan itu tidak dihilangkan. Hanya dilemahkan. Ada kok yang ia hilang ingatan tapi kembali jatuh cinta ke orang yang sama."

Malah salah belokan.

Norman mengangkat dagu, mendaratkan air kelapa kemasan di atas meja seperti mengentak kaki.

"Krisis sekali ya hubungan dunia nyatamu dengan dunia fiksi."

Laki-laki itu benar kalau [Name] sedang menyelipkan fiksi. Tapi tindakannya barusan kelewat menyebalkan. Air kelapa mineral yang di meja samping ia sambar. Dingin membasahi mulut.

Oh iya. Baru ingat ini bekas Norman.

Satu. Dua. Tiga.

Tidak ada tanda-tanda kehadiran Alastair Arleg. (Huft).

Di tengah sabana, seekor jerapah tiba-tiba tengkurap. Pawang tersenyum menjelaskan entah apa. Emma bermimik sungkan. Saat jerapah akan tegak berdiri dengan Emma di atasnya, badan perempuan itu berguncang.

Kemudian jatuh menimpa Ray.

[Name] dan Norman sama-sama melonjak.


𝐨𝐯𝐞𝐫𝐩𝐚𝐬𝐬 ↯ normanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang