0.6

45 7 10
                                    

"Caramel bangke!" Umpat Wira kesal dengan tingkah Caramel yang tidak merasa bersalah sudah membangun kan adik yang ia jaga selama delapan belas tahun ini.

Sedikit tenang, ia membalikkan tubuh nya lalu melangkahkan kaki nya menuju parkiran motor dan bergegas untuk pulang.

Saat di perjalanan pulang, tidak henti-henti nya Wira membayangkan wajah Caramel yang ia tatap lekat dari dekat tadi.

Memikirkan itu, membuat hati nya seperti ada banyak kupu-kupu yang terbang membuat Wira geli sendiri, di dalam helm fullface nya ia mengukir senyum tipis.

Benar dengan ucapan teman-teman nya, Caramel memiliki ketertarikan nya sendiri. Wajar saja tidak sedikit lelaki yang ingin mendekati nya.

Saat sudah sampai di rumah, ia memarkirkan motor nya lalu masuk ke dalam rumah.

"Udah pulang Wir? Bukan nya ucap salam." Tegur wanita yang umur nya sudah menginjak empat puluh tahun lebih.

"Eh? Mama udah pulang?" Sapa Wira, ia mendekat lalu mencium punggung tangan wanita yang sudah melahirkan nya.

"Udah, baru aja."

Wira melihat pakaian mama nya yang masih berpakaian formal, ia sangat tau benar jika mama nya ini sedang membuat kan masakan untuk anak-anak nya. Padahal bisa saja mama nya menyuruh pembantu.

"Mama kebiasaan, bukan nya ganti baju dulu." Ucap Wira, mama nya tertawa, "Aduh kamu ini! Udah jangan urusin mama, kamu yang ganti baju abis itu turun buat makan. Panggil Juan juga buat turun."

Wira terkekeh, mama nya memang selalu memikirkan orang lain di banding diri nya sendiri.

"Siap mama bawel."

Wira mencium pipi mama nya.

Lelaki yang berpakaian santai turun dari lantai atas menuju lantai dasar, ia memicingkan mata nya ketika istri tercinta nya di cium oleh anak remaja yang berpakaian seragam abu-putih.

"Hey! Seenak nya aja nyium istri orang." Ucap nya lalu mendekat, sedikit memberi pelajaran kepada anak sulung nya.

"Apa sih pah? Sirik aja ampun." Cibir Wira menatap papa nya.

"Cari istri sana! Kerjaan udah mapan. Masih belum punya istri?" Papa nya berdecak, "Biar papa jodohin sama temen anak papa mau?"

Wira menggeleng, ia menatap kesal papa nya yang bicara se-enak nya.

"Enak aja asal di jodohin! Di kira Wira gak laku kali." Kesal Wira, papa nya terkekeh.

"Iya, tau, kamu ini laku kaya kerupuk di warung depan komplek."

Wira menatap papa nya tidak suka, "Kalo aku kerupuk nya, papa apa? Kaleng nya gitu?"

Papa Wira tertawa, istri dan anak nya menggeleng-gelengkan kepala nya bingung.

"Udah ah! Wira sana ganti baju kamu." Suruh mama nya, Wira mengangguk lalu pergi sebelum mengejek papa nya dengan wajah yang di buat-buat.

"Heh! Anak kampret."

"Papa! Ngomong nya," tegur istri nya, yang di tegur justru hanya menyengir.

Wira tertawa sangat lantang di tengah-tengah tangga ketika mendengar mama nya menegur papa nya, langkah yang tadi santai menjadi cepat setelah papa nya memberi aba-aba siap untuk membuat kaki nya keseleo.

Setelah makan siang bersama, Wira bersiap untuk pergi ke sekolah nya kembali untuk berlatih basket.

Sebelum pergi, ia membuka balkon nya, menatap lurus kedepan tanpa halangan untuk melihat gadis yang bisa membuat nya jatuh cinta secepat ini.

CARAMEL [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang