Bab 1

41 8 2
                                    

Kalinda merapalkan do'a-do'a yang pernah ia pelajari dulu. Tapi tak sanggup untuk mengkomat-kamitkannya. Mata legam nan jernih milik Aksara menatapnya lekat. Bulu mata lentiknya seakan melambai meminta berlama-lama ditatap. Dengan jarak sedekat ini, Kalinda bisa merasakan deru napas Aksara.

Cowok itu semakin mecondongkan tubuhnya, tidak peduli pandangan dari banyak pasang mata karena posisi keduanya. Kalinda menahan napas, memejamkan matanya erat. Jaraknya terlalu dekat dengan Aksara. Seperti posisi sedang berciuman.

"Baru gini aja lo udah gemeteran. Cih! mana bisa jadi kepilih jadi aktor," bisik Aksara.

Kalinda menangkupkan tangan pada dadanya, berharap jantungnya tidak lepas karena terlalu keras berdetak.

Tubuhnya ditarik mundur oleh seseorang. Anggota esktrakulikuler Teater yang semula membentuk lingkaran mulai membubarkan diri untuk beristirahat.

"Lo nggak apa-apa kan?"

Kalinda menggeleng. Pesona Aksara terlalu kuat untuk dilawan. Siapa saja yang ditatap dalam oleh cowok itu akan bertekuk lutut dan langsung jatuh cinta.

Kalinda meneguk habis botol air minumnya, "gila, gantengnya ga pernah mengecewakan."

Rara mengangguk menyetujui, "alasan gue masih disini adalah karena lo dan Aksara. Gak munafik, gue rajin latihan karena pengen ngelihat dia. Pada dasarnya gue emang nggak berbakat di ekskul ini."

Ada sebuah perbedaan mencolok. Mereka, yang terpilih menjadi aktor atau aktris akan berlagak sebagai penguasa segalanya. Jika ditingkatkan, mereka pada tingkat teratas. Sedangkan Kalinda dan Rara juga beberapa anak tidak beruntung lainnya yang tetap memaksa berada di ekskul ini walau mereka tahu tidak ada bakat akting yang melekat; selalu menjadi orang dibelakang layar, bagian mengurus berbagai macam kebutuhan properti untuk pentas dan menjadi strata terakhir dalam ekskul ini.

Kalinda hanya akan bersama Rara. Hanya Rara yang akan mengajaknya mengobrol dan hanya Kalinda yang akan mengajak ngobrol Rara. Keduanya menjadi anggota yang terbelakang, tak pernah dilirik bahkan dipuji. Kehadiran mereka hanya sebagai simbol bahwa ekskul ini masih mempunyai banyak anggota.

"Gue emang orang tolol. Udah tau nggak berbakat diekskul ini malah tetap maksa dan berdalih masih berproses dan perlu banyak latihan," Kalinda memandang Rara saksama, "dan lo sama kayak gue, jadi salah satu orang tolol itu."

"Kalau lo keluar, gue juga keluar Kal."

"Kalau lo keluar, belum tentu gue keluar juga Ra."

Rara mengendikkan bahunya, "lo emang ambisius. Apa sih yang lo cari disini?"

"Nggak tau," Kalinda memandang dimana tempat Aksara dan Mona yang saling bercengkrama akrab. Semisal mereka terjun dalam dunia hiburan yang sesungguhnya dan menjalin hubungan asmara, mereka akan menjadi pasangan selebritis yang serasi dan sensasional.

"Gue emang nggak bisa akting, sejauh mana gue berlatih tetep nggak bisa. Gue seneng aja ngelihat latihan sebelum lomba atau pentas. Seneng menikmati proses panjang maupun singkat ini. Suka aja walau cuma jadi penyimak naskah saat latihan, suka waktu Aksara mulai mengkode karena lupa naskah dan gue buru-buru ngasih tau kelanjutan dialognya. Gue penghafal yang bodoh, tapi mendengar dialog yang diulang-ulang setiap kali latihan, gue nggak bosen dan malah hafal diluar kepala. Nggak perlu menghafal berhari-hari kayak yang dilakuin Aksara dan Mona. Gue suka semua itu Ra."

Kalinda tersenyum saat mengucapkannya.

"Kenal sama lo di Teater menjadikan gue ngerti betapa lo sangat memuja ekskul ini. Sedangkan gue udah mulai bosen di sini. Bosen nggak dianggap."

"Lo gak ada niatan buat keluar kan Ra?"

Rara menekuk lututnya, "sejauh ini belum. Nggak tau nanti. Ada tidaknya gue nggak terlalu berpengaruh buat Astra," Astra Kelabu nama Teater di sekolah mereka. Setiap komunitas teater maupun sanggar pasti memiliki nama masing-masing. Di SMA ini cukup dengan menyebut Astra, jarang mengikut sertakan embel-embel kelabu.

Drama [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang