Bab 21

9 5 4
                                    

Kalinda memasuki rumah pukul delapan malam. Seragam sekolah masih melekat ditubuhnya. Bau keringat yang menusuk karena ia belum sempat mandi. Baru melangkah ke dalam ruang tamu, mama dan adiknya memberi tatapan memojokkan, seakan Kalinda adalah tersangka dari semua masalah mereka.

"Mama sama Arin kenapa? Mukanya tegang gitu."

Arin merebahkan diri di sofa seakan pasrah dengan keadaan, "tau ah Ma, urusin anaknya mama yang itu."

"Kenapa sih. Jangan diem-dieman gini napa."

Aini menghela nafas manatap anak keduanya lamat-lamat. Bibirnya seolah ingin mencecar Kalinda dengan berbagai umpatan, tapi dengan sabar ditahannya.

"Kamu dari mana aja, baru pulang jam segini?"

"Kalinda latihan."

"Mama boleh minta tolong sama kamu, berhenti ikut latihan-latihan teater."

Kalinda membuka mulutnya lebar. Memang sangat sering mamanya mendumel agar Kalinda keluar dari Teater. Tapi ini bukan waktu yang tepat. Lomba hanya tinggal hitungan hari, lucu jika tiba-tiba Kalinda undur diri padahal dia yang paling semangat diawal.

"Nggak bisa, Kalinda nggak bisa keluar sekarang."

"Mama nggak nyuruh keluar, tapi untuk beberapa hari ini tolong kamu di rumah. Jangan keluar-keluar rumah, selain sekolah ya."

Kalinda memberi tatapan penuh selidik. Ia tidak bisa memehuni pinta Mamanya. Karena mendekati lomba, latihan ditambah jadi hampir setiap hari. Walau tidak menjadi apa-apa saat latihan, Kalinda tidak bisa lepas tangan. "Biasanya mama fine aja kalau aku pergi latihan. Meski nanti mama marah-marah ke Kalin. Aku nggak bisa mau ninggalub latihan dalam waktu dekat ini, udah mepet sama lomba Ma."

"Ayah kamu kecelakaan."

DEG. Kalinda tidak mampu untuk mengeluarkan argumennya. Ayahnya kecelakaan adalah berita buruk baginya. Pantas saja Arin dan Mamanya memasang wajah tegang saat ia baru pulang tadi.

Sosok laki-laki yang ia anggap sangat jago berkendara karena dialah Kalinda, Aldi dan Arin bisa menaiki motor juga. Tapi kini nasib sial menimpanya.

"Tadi ayah diserempet mobil waktu pulang kerja. Mama nggak mau kamu kenapa-kenapa kalau di luar rumah. Kalau kamu masih bandel, terserah kamu. Mama nggak mau tau kalau ada apa-apa sama kamu."

"Sekarang ayah dimana?"

"Istirahat di kamar. Kamu mandi habis itu-"

Belum selesai sang mama menyelesaikan kalimatnya. Kalinda buru-buru beranjak pergi, menemui sang ayah. Tidak peduli pada seragam sekolahnya yang belum diganti maupun bau keringat yang menguar. Kalinda dengan erat memeluk sang Ayah yang tengah berbaring di Kasur.

"Ayah nggak apa-apa kan. Bilang sama Kalin mana yang sakit."

Didekapnya erat sosok laki-laki yang telah membesarkannya sampai saat ini. Tidak masalah jika ayahnya meminta untuk Kalinda memijat beliau setiap malam, asalkan ayahnya tetap dalam kondisi sehat.

"Kalin, ayah nggak apa-apa."

Air mata sudah meleleh dipipinya, "huuaa.. ayah kok bisa kecelakaan sih. Nasihatin Kalin jangan ceroboh, tapi ayah sendiri yang jatoh."

"Ssttt ayah gapapa." Firman bangkit duduk. Menggerak-gerakkan tangannya, membuktikan pada Kalinda bahwa dirinya baik-baik saja, "lihat, ayah masih sehat. Cuma lecet-lecet dikit. Mama kamu aja yang lebay."

"Tapi tetep aja ayah luka-luka."

Ayah kalinda membenarkan poni Kalinda yang mulai berantakan. Mengusap lelehan air mata dari pipi anaknya.

Drama [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang