"Makasih Pak," Kalinda membawa sekantung penuh es. Berdalihnya akan mewujudkan sekolah Adiwiyata. Sayangnya rencana tersebut tidak dapat didukung secara optimal oleh para murid. Masih saja mereka membeli jajanan diluar kemudian membawa sampah plastik kedalam. Sama seperti yang dilakukan Kalinda sekarang. Ia mendekap sekantung penuh pop ice dalam kantung kresek. Semakin lama tangannya tidak mampu menahan dingin yang luar biasa. Ia harus cepat kembali ke sekolah sebelum ada guru yang memergokinya.
Aman. Demikianlah kata yang dapat menggambarkan situasi Kalinda saat ini.
"Gue rasa permen karet Kal."
"Gue taro dong."
"Kejunya ada nggak."
"Emang sejak kapa nada pop ice rasa keju?" Dino menoleh pada Arga. Adik kelasnya itu hanya menyengir tanpa bersalah.
"Ya kali ada Kak."
Kalinda menurunkan sejumlah pop ice yang baru ia beli. Menyisakan kedua lengannya yang basah. Kalinda mengusap kedua lengannya bergantian, "adanya cuma coklat doang."
"Yaaahhhh.." seloroh kecewa dari mereka. Setelah menunggu lama kedatangan Kalinda malah mendapat yang tidak sesuai harapan. Hanya perkara pop ice.
"Udah syukur gue beliin." Kalinda mengambil duduk dibawah pohon. Satu bendel naskah yang sudah terlipat ia gunakan sebagai kipas. Cuaca amat panas, wajar saja teman-temannya berebut es pada siang ini.
"Lo jangan ikut minum Mon," sela Abi saat mengetahui Mona ikut mengambil es dalam kresek.
"Serah gue dong. Emang cuma lo yang boleh minum!"
"Sebagai peran utama lo harus jaga suara lo biar stabil. Bukan cuma lomba doang lo jaga makan. Jaga minum." Kalinda menoleh. Menurutnya benar kata Abi. Keseriusan dalam melakukan hal tidak dituntut pada suatu waktu dan tempat yang khusus. Semua waktu dan tempat juga berhak mendapat keseriusan itu.
"Bacot! Gerah banget ini. Kerongkongan gue kering," itu juga sebuah alasan yang dibenarkan Kalinda. Dirinya saja yang tidak melakukan hal penting lainnya merasa kerongkongannya sangat butuh dialiri sesuatu yang segar apalagi Mona yang sedari tadi berlatih dengan berteriak-teriak.
Panggung dengan terik matahari yang lumayan, mereka jadikan pijakan untuk Latihan kali ini. Seperti biasanya. Bedanya, tidak ada alas kaki yang dilepas. Bisa-bisa kaki melepuh penuh nanah jika nekad melepas sepatu.
"Lo nggak pakek sepatu gitu emang nggak panas apa Bi?"
Ya. Hanya Abi yang nekad. Ia memiliki kelakuan beda dari yang lain.
"Udah biasa gue," jawabnya dengan bangga. Hanya persoalan tahan tidak memakai sepatu di siang hari sudah bagaikan memiliki kekuatan super bagi Abi.
"Abi mah jangan ditanya. Lemak aja tebal, apalagi kulit," sindir Dino. Kalinda hanya tertawa saja mendengarnya.
"Lima menit lagi Latihan lagi."
"Latihan! Latihan! Latihan!, istirahat dulu. Masih capek Mon." Abi bersungut. Saling menatap tajam dengan Mona.
"Istirahat dulu aja bentar. Kasihan yang lain juga." Dino mencoba menengahi.
"Terserah!" Mona berlalu pergi.
Kalinda merasa kasihan pada Mona. Terkadang semua keputusan yang diambil gadis itu tidak bisa serta merta diterima oleh anggota lainnya. Mona memang terlalu keras nan judas tapi tidak selaknya ia tidak dihargai. Kalinda sudah mulai melihata bagaimana argument Mona banyak ditentang. Sang ketua itu pun juga tidak mencoba membaur dengan anggota yang lain, itu salah satu faktor hilangnya rasa menghargai diantara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama [COMPLETE]
Teen FictionBACA DULU YUKKK Kalau suka, tambahin ke library 😉 Aksara Putra Sastra. Aktor andalan SMA Nusa. Bersama rekan setianya; Mona, keduanya menjadi bintang utama Teater Astra. Sedangkan Kalinda hanya siswi yang sedang bertaruh nasib, dengan bergabung dal...