Bab 15

17 4 11
                                    

Suatu tempat dengan hiruk pikuk penuh sesak. Saling menyikut satu sama lain demi mendapat seonggok amunisi. Dikala pesanannya tidak segera dilayani, mereka saling berteriak agar mendapat atensi. Walau begitu tempat ini selalu diistimewakan oleh semua murid. Kantin.

"Eh," seragam Kalinda terciprat saus dari sebelahnya.

"Sori ya."

"Iya nggak apa-apa," masalahnya hanya seragamnya yang terdapat noda, tidak ada masalah serius untuk perlu didebatkan.

Ayu menolak saat Kalinda mengajaknya ke kantin, lantas saja Kalinda pergi sendiri. Saus kacang yang ia padukan dengan sedikit kecap menambah kadar nikmat siomay yang sedang dilahapnya.

"Widih makan siomay nih," satu suapan siomay yang akan masuk ke mulut hanya melayang diatas udara. "Sendirian nih kayaknya No."

"Dia mah selalu sendiri, mana pernah ada doi."

Kalinda melirik sinis kepada dua makhluk yang selalu bersama bagai kembar siam. Mereka tidak satu kelas, tetapi sering muncul bersama.

"Oh tuhan, apakah kesalahan hambamu ini. kenapa harus bertemu dengan dua makhluk menyebalkan ini tuhan."

Abi menendang kursi kantin, tidak terima dengan sebutan menyebalkan dari Kalinda. Sedangkan Dino hanya tertawa kecil, cowok itu mengambil duduk di sebelah Kalinda. Satu hal perubahan dari Dino yang amat dirasakan oleh Kalinda, cowok itu jadi mudah sekali tersenyum. Dino yang dulu selalu sebal karena Kalinda yang mengganggunya membuat properti, kini tidak lagi.

Dari ekor matanya, Kalinda bisa melihat Dino yang menyunggingkan senyum kepadanya. Merasa merinding sekaligus GR.

Dino mengalihkan pandang, "Bi, pesenin batagor. Lo mau nggak?" tawarnya pada Kalinda.

Kalinda menggeleng, "siomay gue masih ada."

"Baik bos Dino," Abi membungkukkan badannya, seolah memberi hormat pada Dino kemudian beranjak memesan batagor.

Kalinda mencoba fokus saja dengan siomay di depannya atau kadang gadis itu berpura-pura memainkan ponselnya. Ia risih karena Dino menatapnya tanpa jeda. Senyum geli yang ditampilkan Dino membuat Kalinda mati-matian menahan kedutan bibirnya.

"Senyum aja kalau mau senyum, nggak usah ditahan-tahan gitu."

Blush. Wajah Kalinda merah padam, baru kali ini ada cowok yang membuatnya blushing selain Aksara, "apaan sih lo No!"

"Menurut penelitian kalau cewek ngomong 'apaan sih' itu tandanya dia lagi salah tingkah."

"Penelitian siapa?" tanya Kalinda menyelidik.

"Penelitian gue sendiri lah."

Kalinda mencoba tidak peduli dengan keberadaan Dino. Berharap Abi segera kembali, demi mengurangi rasa canggungnya terhadap Dino.

"Jorok banget sih jadi cewek, saus dimana-mana," Kalinda memperhatikan Dino yang mulai mengusap lengan kanan seragamnya yang ternodai saus kacang.

"Eh jangan! Nanti sapu tangan lo kotor." Seragam putih Kalinda masih berbekas noda coklat, tidak bisa langsung hilang jika belum dicuci.

"Nggak apa-apa, yang penting seragam lo nggak kotor lagi."

Kalinda sungguh mengutuk kondisi seperti ini, ia lebih suka Dino yang selalu bersikap galak dan membentaknya. Bukan Dino yang manis dan penuh perhatian.

"Kenapa lo jadi gini sih No?"

Dino menaikkan sebelah alisnya, "maksudnya?"

"Dino yang gue kenal itu cuek dan selalu marah-marah sama gue. Bukan Dino yang selalu senyum gini."

Drama [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang