Hari ini adalah hari Minggu. Hari yang selalu membuat seorang Aulia Razhila lebih malas daripada hari-hari lainnya. Seperti sekarang, Aulia masih terbaring tengkurap di kasur pink miliknya walaupun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.
Matahari sudah tergantung tinggi di langit. Ayam-ayam juga sudah bosan berkokok untuk membuat Aulia keluar dari mimpi indahnya, namun Aulia masih terlelap dalam tidurnya tanpa terganggu sedikitpun.
"Aulia." Seorang wanita yang terlihat berusia sekitar lima puluh tahun tiba-tiba masuk ke kamar Aulia. Dia hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat anak semata wayangnya masih tidur dengan mulut yang sedikit terbuka.
Wanita itu berjalan mendekat, lalu duduk di tepi tempat tidur.
"Aulia, bangun! Sekarang sudah jam sepuluh, lho." Wanita itu menggoyang-goyangkan tubuh Aulia.
Aulia menggeliat sambil menguap, "Nanti aja bangunnya, Ma. Aulia masih ngantuk, pagi-pagi buta udah dibangunin."
"Pagi buta apanya? Sekarang udah siang bolong. Makanya kamu bangun, abis itu mandi. Kamu juga belum sarapan."
"Iya-iya." Aulia membuka matanya sambil mengganti posisinya menjadi duduk. Sebenarnya dia masih ingin tidur, tapi perutnya yang keroncongan memaksanya untuk bangun. "Mama masak apa?"
"Belum masak," jawab mamanya enteng.
"Kalo gitu ngapain Mama nyuruh Aulia sarapan kalo Mama belum masak? Terus Aulia makan apa?"
"Kamu ini jangan kayak orang susah dong, sayang. Di kulkas banyak roti, makanan instan, buah-buahan juga ada. Makan itu kan bisa." Mamanya berdiri lalu melangkahkan kaki keluar dari kamar serba pink itu.
Akhirnya Aulia memutuskan untuk segera mengisi perutnya yang mulai terasa perih. Dengan langkah pelan, dia menuruni anak tangga. Sesampainya di ruang makan, dia langsung membuka lemari pendingin. Seperti yang dikatakan Mamanya tadi, ada roti, makanan instan, dan juga buah-buahan.
Aulia mengambil dua buah pisang, satu bungkus roti rasa keju, dan juga satu botol susu coklat. Dia meletakkan makanan itu di atas meja lalu duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana.
Aulia mengupas kulit pisang sambil memandang ke arah jendela yang ada di dapur. Cuaca di luar sedang bagus, tidak panas tapi juga tidak mendung. Suasana yang sangat cocok untuk berjalan-jalan mengelilingi taman.
Telepon rumah yang berdering membuat Aulia mengalihkan pandangannya. Saat tidak ada orang lain di rumahnya yang mengangkat telepon walaupun sudah berdering cukup lama, akhirnya Aulia berniat mengangkat telepon itu. Siapa tau itu telepon penting.
"Halo," sapa Aulia kepada si penelepon.
"Halo. Bisa bicara dengan Aulia Razhila?" Suara laki-laki langsung menyahut di seberang telepon sana.
"Iya, saya Aulia. Dengan siapa, ya?"
Hening sebentar, "Ini gue, Rendy."
"Oh, ternyata Lo, Ren. Ada apa? Tumben nelfon pake telepon rumah?" Aulia duduk di sofa yang ada di dekatnya sambil mengunyah pisang yang tadi dia bawa.
"Handphone Lo mati. Lowbet, ya?"
"Iya mungkin. Gue gak ngecek soalnya. Tadi malem, sih, gue liat baterainya tinggal tujuh persen."
"Oh, udah siap belum?" Tanya Rendy.
"Siap kemana?"
"Dasar pikun. Gue kemarin udah ingetin Lo hampir ratusan kali, dan Lo sekarang masih lupa juga? Nenek gue aja gak sepikun Lo."
Aulia merengut saat mendengar ocehan Rendy yang panjang lebar. "Biasa aja dong! Namanya juga lupa, manusiawi kali."
"Lupanya Lo itu udah gak manusiawi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lomba Menulis Cerpen 2020
Short StoryLomba ini dibuat sebagai sarana untuk mengasah kreativitas para penulis. Pembaca berperan sebagai juri. Vote akan dihitung berdasarkan jumlah like, comment dan view tiap judul cerpen. Jadi jangan lupa untuk mendukung karya favorite kamu, ya.. ^_^