Kosong Oleh: Nova Noor Aisyah

84 16 0
                                    

Aku, gadis 17 tahun yang selalu hidup sendirian.

Tidak benar-benar sendirian, tapi merasa sendirian.

Aku gadis yang tak mengenal ibuku, yang tak mengenal ayahku, yang tak mengenal kakakku.

Dan, mungkin, mereka juga tak mengenalku.

Kisah hidupku dimulai dari aku sudah bisa mengingat dengan baik.

Selama aku hidup, namaku hanya dipanggil ketika guru mengabsen murid mereka satu persatu dan aku berbicara hanya ketika disuruh atau seseorang menanyai ku sesuatu.

Aku hidup bak robot. Aku manusia yang tak pernah menunjukkan ekspresi apapun. Selama yang ku ingat, aku tak pernah menangis, tak pernah menunjukan reaksi bahagia, kesal, marah, ataupun sedih.

Sejauh yang aku ingat aku tak pernah tersenyum, apalagi tertawa. Dan tak ada alasan juga bagiku untuk tersenyum.

Dan ketika aku terjatuh, aku tak pernah menangis. Karna bagiku itu hanya membuang tenagaku.

Tangisanku tak akan membuat siapapun menoleh dan menanyakan keadaanku.

Kau berharap akan mendapatkan kisah cinta yang manis dalam hidupku? Maka kau tak akan mendapatkannya.

Kata cinta seakan-akan tak ada dalam kamus hidupku. Seakan-akan kata itu terlarang dalam hidupku dan seakan-akan aku tak pantas untuknya.

Suara riuh pesta membuatku tersadar dari pikiranku. Di depan sana, seorang gadis manis tersenyum bahagia dengan kue ulang tahun besar di depannya. Di sisi kanannya ada ibunya, di kirinya ada ayah dan kakak laki-lakinya.

Mereka bahagia.

Dan aku, hanya melihat mereka dari kejauhan. Tak ada rasa untuk mendekat ke kerumunan orang-orang bahagia itu.

Lagu selamat ulang tahun mulai mengalun. Riuh tepuk tangan terdengar ketika lilin di tiup, kemudian potongan kue pertama dibagikan pada orang-orang terdekatnya.

Meniup lilin, memotong kue, bahkan memakan kue pun rasanya aku tak pernah. Bahkan, aku hampir lupa tanggal lahirku jika tak memiliki kartu pelajar.

Ucapan selamat mengalir dari orang-orang yang datang. Sekarang, cukup bagiku memperhatikan mereka.

Kembali ke kamarku, aku membuka kotak musik yang ku temukan di jalanan. Nada yang mengalun amat indah. Membuatku tenang.

Di kamarku tak ada satupun foto. Tak ada satupun tempelan kecuali kertas berwarna-warni yang dipenuhi tulisan.

Lemariku tak berisi banyak pakaian, mejaku hanya dipenuhi buku-buku tebal nan membosankan. Satu-satunya hal menarik di kamar ini hanya kotak musik lusuh itu juga gitar yang bersender di dinding.

Aku tumbuh dengan kesendirian. Aku melakukan semuanya sendiri, sesekali memang dibantu oleh pembantu di rumah ini.

Aku tak mengingat wajah ibuku, dia meninggal saat aku masih bayi, katanya. Dan, aku tak peduli. Tak ada kenangan tentangnya. Tak ada kenangan tentang siapapun di hidupku, sebenarnya.

Lama-kelamaan, mataku mulai menutup. Aku tertidur.

***

Ini hari pertama aku sarapan dengan orang-orang yang disebut keluarga dan aku tak yakin aku bagian dari mereka.

Aku diam, menunggu giliran untuk mengoleskan selai coklat dan kacang ke rotiku.

Setelah orang yang biasanya disebut ayah menikah dengan perempuan yang sedang menyiapkan nasi goreng itu, mereka semua pergi berlibur, dan sekali lagi aku tak peduli. Mereka baru saja kembali dan sudah melaksanakan pesta untuk gadis di seberang ku ini. Dia anak perempuan itu, yang artinya saudara tiriku. Dan sekali lagi, aku tak perduli.

Lomba Menulis Cerpen 2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang