Dear, Samuel Oleh: Areta Waney

140 12 2
                                    

"Ibu engga setuju ya kamu punya hubungan sama anak band itu! Anak band itu engga punya masa depan! Ga usah deket-deket lagi!"

Ibu sangat melarangku dekat dengan pria yang sedang aku cintai. Alasannya karena pria itu adalah anak band. Ada apa dengan anak band? Salah kah mereka berkarya? Apa lebel 'anak band itu pasti nakal' masih ada di jaman sekarang?

Aku cinta padanya bukan karena dia anak band, tapi lebih dari itu. Dia yang juga sangat mencintai ku dan sangat perduli padaku, membuat aku rela berkorban untuknya. Anak band itu namanya Samuel Manendra.

"Mas, kayaknya aku engga bisa dateng ke event mu hari ini. Ibu lagi ada dirumah." ucapku pada Muel lewat sambungan telfon. Terkadang aku harus berbohong pada ibu hanya untuk bertemu dengan Muel. Aku tau betapa berdosanya itu. Namun, aku tak bisa memilih antara mereka berdua. Ibu adalah wanita yang sangat berharga untukku. Muel adalah pria yang juga tak kalah berharga untuk hidupku.

"Ya sudah, engga apa apa. Jarang-jarang kan ibu dirumah kalau weekend. Ditemani ibunya. Sebentar lagi udah mulai nih ay, nanti aku kabarin lagi ya. Daa. Tuhan memberkati." Muel tidak pernah marah jika aku tidak mengindahkan keinginannya. Malam minggu itu, Muel ada event dan dia ingin sekali aku datang untuk melihatnya tampil. Sayang, ibu ada dirumah dan pastinya aku dilarang untuk pergi.

Selama hampir 2 tahun aku bersama dengan Muel, tak pernah sekalipun dia marah padaku. Marah saja tidak pernah apalagi main tangan padaku. Selama hampir 2 tahun ini aku sungguh merasakan betapa dia menyayangi ku. "Mas, kenapa sih kamu sayang banget sama aku?" tanyaku. "Emang kalau sayang harus ada alasannya ya? Engga semua hal di dunia ini butuh alasan ay." jawabnya sambil membelai rambutku. "Kalau ibu benar benar tidak merestui kita bagaimana mas?" Dia menatapku. "Kita buktikan ya sama ibu, kalau hubungan kita ini positif." Aku tersenyum. Dia selalu punya cara untuk menenangkan kan ku. Bahkan dia selalu ada di setiap moment penting di hidupku.

Hari itu, adalah hari ulang tahun Ibu. Aku merencanakan untuk memberikan kejutan pada ibu. Aku memberanikan diri mengajak Muel dan bandnya untuk memeriahkan pesta sederhana ulang tahun ibu. "Nanti hitungan ke tiga, lampu dinyalakan dan saxophone langsung dimainkan, lalu diikuti dengan pemutaran video pakai proyektor. Setelah video pendek selesai, nanti aku sama Kanya masuk bawa kue, kalian mainin lagu Happy Birthday. Okee.." Ide ini bukan ide ku. Tapi ide Muel. Sebegitunya ia ingin membuktikan pada ibu bahwa ia tak main main dengan ku. "Mas, kamu yakin? Aku takut ibu bakal marah lagi sama kamu." Dia hanya tersenyum manis dan menepuk pundakku.

Ternyata acara itu berjalan dengan lancar. Aku senang ibu bisa menikmati semuanya. Ibu tidak marah atau menunjukkan ekspresi tidak suka. Aku melihat ibu sangat menikmati acara ulang tahun nya.

Sampai dirumah, "Kanya! Kamu sebenarnya punya telinga atau engga sih?! Ibu sudah berkali-kali bilang sama kamu, jangan dekati anak band itu lagi! Tapi kamu melanggar perkataan ibu? " Aku terkejut. Ternyata ibu berbohong. Sepertinya ibu hanya berusaha menghormati teman teman band Muel yang sudah membantu dalam memeriahkan acara ulangtahun itu. "Bu, kenapa sih Ibu engga suka sama Muel? Muel salah apa sama Ibu? Muel engga pernah nyakitin Kanya bu." tak ku sangka air mataku mengalir begitu saja. "Jelasin bu. Kenapa Ibu enggak suka sama Muel? Apa salahnya anak band bu?"

Ibu menatap ku. Aku melihat mata ibu yang sudah mulai berkaca-kaca. "Kamu lebih belain dia dari pada ibu? Keterlaluan kamu Kanya!" Ibu melempar gelas kaca di dekatnya. Aku terkejut. Aku takut. Lalu ibu duduk lemas dan menangis tersedu-sedu. Aku hanya bisa diam melihat ibu seperti itu.

"Ibu enggak mau kamu seperti ibu nak." Apa maksud ibu berbicara seperti itu? Apa ibu mempunyai kenangan buruk tentang 'anak band'? "Ibu enggak mau kamu hancur kayak ibu." Air mata ibu bertambah deras kali ini. Tanpa aku bertanya kenapa, ibu bersedia menceritakan semuanya padaku. "Kamu itu anak haram." Betapa terkejutnya aku mendengar perkataan ibu. "Ayah kamu adalah seorang gitaris yang sangat berbakat dan sangat mencintai musik. Ibu pacaran dengan Ayah kamu disaat ibu berumur 18 tahun. Satu tahun kemudian Ayah kamu melamar ibu. Dan berjanji akan menikahi ibu ditahun itu. Ayah kamu berani berkata seperti itu karena ayah kamu sedang menggarap sebuah projek dengan musisi ternama dan nantinya akan mendapatkan uang yang lumayan besar. Saat Ayah kamu sedang menggarap projek itu, dia mengalami depresi berat karena dia terus dicap jelek oleh musisi itu. Disaat itulah ibu berperan penting untuk menenangkannya. Satu kejadian bodoh terjadi. Dan bodohnya itu terjadi selama 5 hari berturut-turut. Ibu juga sempat disiksa dan diancam. Jika ibu tidak menurutinya ia mengancam akan meninggalkan ibu." Ibu terdiam dan tangisnya terpecah. Lalu ia menarik nafas dan melanjutkan ceritanya, "Saat itu, cinta membutakan ibu. Ibu terlalu menyayanginya, sampai sampai ibu tidak bisa memilah mana yang baik dan buruk. Akhirnya satu bulan setelah kejadian itu, ibu positif hamil. Ibu memberi tau semua itu pada Ayahmu. Responnya sangat menyakiti hati ibu. Dia menyangkal bahwa kamu adalah anaknya. Saat itu juga kami putus dan ia tidak mau bertanggung jawab. Perasaan ibu hancur nak. Dari situ, ibu benci sekali dengan anak band. Tidak ada masa depannya sama sekali." Ibu menghampiri ku dan memeluk ku hangat. Tangis ibu juga pecah saat memeluk ku. "Nak, ibu enggak mau itu semua terulang padamu."

Semalaman cerita ibu itu terus terngiang-ngiang diotakku. Di satu sisi aku sangat kasihan pada ibu. Tapi di sisi lain, seharusnya ibu tidak mempunyai pemikiran seperti itu. Tidak semua anak band itu seperti ayah. Samuel anak yang baik, sangat baik. Dia bukan ayah yang melampiaskan kekesalannya pada perempuan yang mencintainya.

"Kamu kenapa ay? Ibu gimana? Ibu enggak marah kan sama kamu?" Muel menelfon ku, memastikan semuanya baik baik saja. "Mas, ibu tadi cerita tentang alasan dia tidak merestui hubungan kita." Aku menceritakan semuanya pada Muel. Aku menangis, dan merasakan ketidakadilan. Emosi ini masih membara dalam jiwa ku. Namun, lagi lagi, Muel ada untuk menenangkan ku. Dia sangat menerima dan memahami alasan ibu tidak merestui hubungan ku dengan Muel. "Apa kamu menyerah mas?" Ada perasaan takut jika akhirnya Muel memilih untuk mengakhiri hubungan ini. "Ay, kalau aku menyerah, pasti aku sudah tidak bersama mu hari ini. Tapi aku masih ada untuk kamu hari ini. Itu artinya, aku tidak akan menyerah sampai ibu merestui hubungan kita. Kamu engga menyerah kan ay?" Mendengar perkataan itu, dadaku makin sesak dan air mataku mulai mengalir deras. Betapa bersyukurnya aku pada Tuhan, yang telah mempertemukan ku dengan Muel.

Setelah hari itu, aku dan Muel bertekad untuk mendapatkan restu ibu dengan berbagai cara. Setiap pagi Muel datang kerumahku, ia membawakan sarapan untukku dan ibu. Tak jarang ibu menolaknya mentah mentah. Lalu, setiap hari penting seperti ulang tahun ibu, hari ibu, hari kartini, hari kasih sayang, Muel selalu memberikan kejutan untuk ibu. Bahkan setiap malam minggu, Muel selalu mengirimkan bunga untuk ibu. Entah sudah berapa ratus ribu rupiah ia keluarkan untuk membeli itu semua.

Melihat kegigihan Muel untuk mendapatkan restu ibu, suatu malam aku berbicara dengan ibu. "Bu. Ibu lihat kan betapa Mas Muel menyayangi ku? Betapa gigihnya Mas Muel ingin mendapatkan restu dari ibu? Apa ibu tidak ingin mempermudah langkah Mas Muel? Kanya bahagia bu dengan Mas Muel. Dia berbeda dengan ayah yang ibu ceritakan. Sangat berbeda. Dia sangat mencintai Kanya. Di tidak pernah menyakiti Kanya. Seperti ayah menyakiti ibu. Bu, Kanya mohon, restui hubungan kami. Memang kami belom ingin menikah, tapi kami butuh restu ibu untuk bisa menuju kesana." Ibu menatapku dengan pandangan yang teduh. "Anak ibu sudah besar. Kanya, ibu merestui hubungan kalian. Ibu cuman takut kamu mengalami apa yang ibu alami. Tapi ibu percaya kalau Muel tidak seperti ayah mu." Tak terasa air mata ini mengalir deras dn aku memeluk ibu erat. "Terimakasih bu, terimakasih bu."

"Sumpah? Puji Tuhan ay! Akhirnya, perjuangan aku engga sia sia. Aku kerumah sekarang ya ay. Aku mau bilang makasih sama ibu." Suara Muel betul betul suara bahagia. Sudah dari lama dia menantikan semua ini tiba. Dan pada akhirnya tepat hari ini, Tuhan mengijinkan semuanya terjadi.

"Ibu, terimakasih ya sudah merestui kami. Samuel janji, Samuel akan menjaga dan menyayangi Kanya seperti ibu menjaga dan menyayangi Kanya. Terimakasih ya bu."

"Iya Muel. Ibu minta maaf ya, selama ini perspektif ibu tentang anak band sudah salah. Ternyata tidak semua anak band itu berbuat nakal. Maaf ya Muel."

Kata orang, usaha itu tidak akan mengkhianati hasil. Ya, ini yang kurasakan. Selama ini aku dan Muel berjuang untuk mendapatkan restu ibu, dan akhirnya aku mendapatkan nya. Cerita ini adalah sebagian kecil dari perjuangan ku dengan Muel.

Dear Samuel Manendra,

Terimakasih sudah hadir dihidupku. Terimakasih sudah mau berjuang bersama denganku. Aku sangat bersyukur bisa menjadi salah satu orang yang kamu cintai. Terimakasih ya mas. Kanya sayang sama Mas Muel.

TAMAT


Tentang Penulis:

Nama : Gemma Galgani Aluisia Areta Waney

Akun Sosmed : ig arethawaney

Akun Wattpad : gmwn000


Bisa di panggil Awan. Remaja berusia 16 tahun yang sangat malu untuk menunjukkan kepada publik hobi menulisnya. Sangat suka dengan kegiatan menulis, saat ini sedang menggarap sebuah novel yang sudah ditulis selama setahun lebih. Pernah di publish di wattpad namun rasa tidak percaya dirinya membuat novel itu berpindah ke draft. Alasan mengikuti event ini bukan karena hadiah, namun karena adanya event ini karya dari hobinya itu dapat dilihat beberapa orang yang tidak dikenal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lomba Menulis Cerpen 2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang