Prolog

21K 2K 194
                                    

"Tes

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tes... tes... testi..s...tes..."

Para tamu yang berada di dalam ballroom hotel langsung menoleh pada si pemilik suara. Sebagian dari mereka tersedak kue bahkan ada yang keselek daging. Mereka yang datang sedang menghadiri pesta ulang tahun sang CEO perusahaan—Marcopolo Wijaya.

"Gimana makanannya? Enak nggak?" teriak Marco.

"Enak, Pak Marco!"

"Lebih enak lagi kalau kita tiup balon! Kalian harus tiup balon supaya bisa bernapas."

Salah satu pegawai menyahuti, dengan nada pelan tentunya. "Apa hubungannya coba?"

"Untung cakep. Kalau nggak, udah gue guyur pake air keran," sahut pegawai lainnya.

Di atas panggung Marco mengambil sesuatu dari dalam saku jas hitamnya, lalu menaikkan tangan ke udara dan mengibar-ngibar benda di tangannya.

Semua orang melongo melihat Marco mengibarkan kondom, bukan balon. Beberapa dari mereka berharap ibu suri alias ibunya Marco muncul dan menoyor kepala putranya.

"Nah, kalian tiup balonnya. Udah dikasih sama sekretaris saya, kan?" Dengan tubuh sempoyongan, Marco mendekatkan bibirnya pada ujung kondom.

Eron Hermawan—sekretaris Marco—spontan naik ke atas panggung berusaha menarik kondom tersebut. Namun, Marco menepis kasar tangan Eron.

Di sinilah Eron yakin masalah baru muncul. Semua pegawai memotret Marco yang mabuk menempelkan mulut pada kondom. Eron malu. Padahal bukan dia yang melakukan hal bodoh itu.

Dari jauh seorang wanita paruh bayar baru saja memasuki ballroom. Suaranya bak petir yang memekakan telinga. "MARCOPOLO WIJAYA!"

Semua orang menutup telinga. Wanita itu menghampiri Marco. Segera Eron menarik turun Marco dari atas panggung. Tamu yang kebetulan hanya diisi oleh pegawai perusahaan pelan-pelan meninggalkan ballroom. Mereka takut kena semprot. Atau, salah-salah bisa kena pecat mendadak.

"Marco! Benar-benar ya kamu! Mabuk di depan pegawai. Malu-maluin aja!" omel Marini sembari memukuli kepala Marco dengan pouch miliknya. "Kalau Papa kamu tahu tamat riwayat kamu, Marco!"

Marco cuma cengengesan tanpa dosa ketika sang ibu memukulinya. "Siapa nih? Kok mukanya mirip celana dalam."

Marini semakin kesal. "Pikiran kamu isinya selangkangan mulu. Taubat dong, Marco. Kalau begini terus Mama doain kena azab!"

"Oh, Mama. Bawel banget deh, Ma. Bawelnya ngalahin burung beo," racau Marco enteng.

Eron cuma bisa menunduk takut melihat Marini semakin murka. Blush on merah Marini sampai saingan sama warna wajah saat menahan kesal.

Marini menaikkan tangannya ke udara, memanggil seseorang yang berdiri di depan pintu ballroom. Setelah sosok yang dipanggilnya sudah berdiri di samping, Marini langsung menunjuk Marco.

"Lulove, ini bos yang akan kamu urus. Namanya Marco. Kepala saya sakit ngurusin dia. Tolong bawa pulang ke rumah bareng Eron. Kabarin saya kalau kalian sudah pulang."

Lulove yang sedari tadi menyaksikan kelakuan Marco langsung mengangguk. Ah, ternyata bos khayalan yang terkesan dingin dan charming hancur seketika melihat imej Marco yang 'nggak banget'. Buruk. Lebih buruk dari tumpukan sampah.

Setelah Marini pergi Lulove melirik Eron. "Anda tahu rumah Pak Marco, kan?"

"Ya, saya tahu. Jadi Mbak asisten barunya? Bu Marini udah bilang sama saya kemarin."

"Iya."

Eron tak bicara lagi. Dia memerhatikan Lulove yang tampak memandangi Marco. Pupil mata Eron melebar setelah melihat Lulove mengambil dua gelas air putih dingin dan mengguyur wajah Marco yang terduduk di lantai. Selain itu, Lulove menumpahkan air di atas puncak kepala Marco.

"Lulove! Kenapa kamu guyur?!" pekik Eron panik.

"Bangun. Saya sama Eron nggak sanggup bopong Pak Marco," ucap Lulove santai tanpa merasa bersalah. Wajah dan nada bicaranya sangat datar. "Kalau mau tidur di sini silakan. Bu Marini bilang saya bebas melakukan apa aja supaya Pak Marco patuh."

Marco mulai sadar. Air dingin itu langsung meresap ke ubun-ubunnya. "Dingin banget gila!" protes Marco.

"Kita bisa bopong Pak Marco, Lulove. Nggak usah diguyur gitu. Bisa—"

Lulove menyela, "Diam. Kamu sebagai sekretarisnya nggak bisa urus Marco sampai dia mempermalukan diri di depan umum. Saya utusan Bu Marini. Saya digaji Bu Marini, bukan Pak Marco. Jadi saya nggak peduli dia marah atau nggak."

Eron diam. Baru akan membicarakan hal lain, seorang perempuan datang menghampiri mereka. Eron mengamati perempuan blasteran berambut cokelat itu dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Marco!" Perempuan itu menggamit tangan Marco, berjongkok supaya berhadapan dengannya, lalu berkata, "Aku hamil anak kamu, Marco."

Lulove melongo. Baru pertama kali bekerja dia disuguhkan masalah sang CEO. Bosnya menghamili anak orang? Gila!

Ya, Tuhan... akan seperti apa pekerjaannya ke depan? Yang dia tahu sekarang, hidupnya akan dipenuhi oleh masalah Marco.

👠 👠 👠

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen kalian♥️

Beri tanggapan kalian ya, apakah perlu dilanjut atau tidak? Dan gimana prolognya? hehe

Inilah My Boss seri terakhir ^^

Follow IG: anothermissjo

Follow IG: anothermissjo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Boss's Problem [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang