.
.
.
"dokter Lee", seorang perawat muncul dari balik pintu dengan wajah sumringah.
Pria dua puluh sembilan tahun yang dipanggil dokter Lee itu menatap si perawat bingung, karena sekarang sudah hampir pukul delapan malam dan seingatnya lima belas menit lagi jadwalnya akan selesai.
"Ada apa?", Tanya Minho sambil membereskan kertas-kertas berisi laporan perkembangan pasiennya.
"Hehe", Felix hanya tertawa dengan cara menggemaskan dan duduk di kursi didepan meja Minho.
"Kalau kau ingin mengajak dokter Seo untuk berkencan, kukatakan tidak, Lix", Minho menekankan kata tidak pada perawat muda yang baru saja menginjak usia dua puluh satu tahun itu.
"Iih bukan begitu, Hyung! Aku ingin mengajakmu mengunjungi makam eomma dan appa", Rajuk Felix.
"Baiklah, tunggu sebentar", Minho mengacak Surai sang adik.
Ya, Felix merupakan adik dari Minho, bukan adik kandung. Namun Minho sudah mengenal Felix sejak seorang pria datang membawa Felix yang masih bayi ke panti asuhan tempat Minho dibesarkan.
Sejak saat itu entah kenapa Minho merasa dekat dengan si bayi mungil sehingga tak ada hari bagi Minho untuk membantu suster mengurus 'adik'nya. Tepat disaat usia Minho dua belas tahun, dirinya dan juga Felix di adopsi oleh keluarga Lee yang tak memiliki anak meski mereka sudah menikah selama lebih dari dua puluh tahun.
Hidup kedua anak itu jauh lebih baik, tak ada saling berebut makanan atau mainan dengan anak lain. Mereka juga mendapat pakaian yang bagus, makanan enak yang selalu hangat dan buku-buku yang berbau harum, serta kehangatan dan kasih sayang sebuah keluarga.
Namun ketika Minho berusia sembilan belas tahun, ayah angkatnya mengalami kecelakaan yang membuatnya menghembuskan nafas terakhirnya. Satu tahun kemudian sang ibu angkat ikut menyusul suaminya karena kebakaran di restoran yang dikelola wanita paruh baya itu. Sehingga selanjutnya, Minho merawat sang adik dengan bantuan adik perempuan sang ayah angkat.
.
.
.
Suasana pemakaman yang sepi dan dingin membuat dua saudara itu mengeratkan mantel yang mereka kenakan. Tentu saja sepi, sebab tak ada orang yang datang ke kuburan malam-malam seperti ini bukan?
Oh ternyata ada orang lain, seorang pria yang berdiri di depan sebuah makam yang tanahnya masih basah. Minho memperkirakan pria itu berumur tiga puluh lima tahunan. Namun kedua saudara itu tak peduli, mereka hanya ingin menemui kedua orang tua angkat yang sangat mereka sayangi itu.
"Eomma, appa, lixeu disini. Hehe, lix merindukan kalian. Kami membawakan bunga kesukaan eomma", Felix meletakkan buket bunga Lili di atas dua makam yang disatukan itu.
"Minho juga disini", Minho mengusap nisan dengan foto kedua orangtuanya itu.
Cukup lama kedua Kakak beradik itu berceloteh tentang hari mereka selama seminggu ini. Ketika jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, keduanya memutuskan untuk pulang.
"Hyung, lihat orang itu. Sepertinya ia sedang mengalami masalah", Felix menunjuk seorang pria yang tampak kebingungan di depan mobilnya.
Dengan cepat Minho mendekati pria itu.
"Ada yang bisa kami bantu tuan?", Minho bertanya pada pria yang ternyata merupakan pria yang mereka lihat di dalam makam tadi.
"Ban mobil saya sepertinya bocor, dan saya tidak membawa ponsel. Bisakah kamu membantu saya menelepon bengkel dan memesankan taxi?", Pria itu berbicara dengan mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coimetrophile (Banginho) END
FanfictionOrang yang menyukai suasana pemakaman, Terdengar aneh bukan? Namun hidup Minho jauh lebih aneh saat bertemu seorang pengusaha berusia empat puluh lima tahun yang baru saja kehilangan istri ketiganya. Banginho (Dibeberapa chapter terdapat beberapa ad...