Happy Reading guys❤
Semoga terhibur ya.
.
."HA?," lirih ku. Aku begitu kaget ketika melihat gambar di ponsel Malik hanya gambar lautan manusia.
"Apaan itu?," tambahku sembari menatap tajam kak Malik.
"Yeyy, emang kenapa?," tanya kak Malik.
"Yah aku ngak tau Azam itu, kumpulan wajah manusia itu, dengan gambar yg sedikit buram, bagaimana coba aku bisa melihatnya" cerocosku yg tiba-tiba membuat kak Malik tersenyum mengembang.
"Ha... kamu beneran penasaran kan sama Azam?" Tanya nya yang seakan-akan mental ku tengah di tusuk-tusuk olehnya
"Ehmm, kakak ini mulai ngelantur yah" ucapku terdengar gugup. Dan untuk menghindari sikapku yg mulai salah tingkah, aku pun beranjak meninggalkan kak Malik.
****
Keesokan harinya, bola mataku begitu fokus dengan seorang dosen perempuan yg tengah me ngajar hari ini di kelasku, cara pembawaannya dan sikapnya yg begitu ramah, membuat tekad ku untuk menjadi seorang dosen semakin membara.
Setelah kelas selesai, aku memilih untuk lansung pulang saja, karena agenda kali inu lumayan kosong
Setibanya di rumah, ku lihat ada sepasang sepatu yg asing di mataku, aku pun mulai berpikir tak karuan, di pikiranku hanya ada AZAM, AZAM dan AZAM.
Aku pun mulai memasuki rumah, dengan mengucapkan salam. Ibu, kak Malik, dan seorang laki-laki yg sedang berada di ruang tamu pun menjawabnya dengan kompak sembari menoleh kearah ku.
Dan saat lelaki itu menoleh ke arahku, aku sangat begitu kaget melihat kehadirannya di sini.
"Kamu"
"Kamu," ujarku kompak dengan lelaki tersebut, untuk kedua kalinya pandangan kami bertemu dan seperti biasanya segera ku alihkan tatapan ku."Hmm kalian sudah kenal?" Tanya Ibu, tiba-tiba lidahku begitu berat untuk berkata.
"Oh gini Bu, kemarin kalau ngak salah aku ketemu dia di jalanan, dia itu jatuh sama motornya, untungnya saja bu saat itu di ngak kenapa-napa," jelas lelaki yang belum ku ketahui siapa dia, namun firasat menunjukkan kalau dia adalah Azam.
"Ohh yang kemarin gamis dan kerudung mu robek-robek yah?" tanya ibu kembali, dan aku hanya menganggukkan kepala ku.
"Eh kamu kenapa berdiri situ, sini dong duduk dekat ibu," Pintahnya dan aku pun menghampirinya dengan wajah yang kusut.
"Nak perkenalkan dia ini Azam," tutur ibu yang membenarkan firasat ku, aku pun menatap ke arahnya dan dia hanya menerbitkan senyum yang mengembang.
"Ohh," Lirih ku cuek.
"Zam, bagaimana sama kan," ujar kak Malik menatap Azam dengan mengangkat kedua alisnya, mendengarnya Azam hanya tertawa kecil.
Aku pun menatap tajam kearah Kak Malik. "Sama apa kak?"
"Ada deh, ini rahasia para cowok," ledek kak Malik yang membuatku penasaran.
"Ngak kok, Malik ini hanya bercanda," timbal Azam dengan tersenyum kembali, melihatnya entah mengapa jantungku tiba-tiba berdetag begitu cepat.
"Arisha sudah kuliah semester berapa?" tanyanya.
"Bulan depan aku sudah Wisudah," jawabku singkat sambil menatap wajah kak Malik yang sedang berusaha menahan tawanya, ia terus-terus saja meledekku dan membuat ku menjadi gugup saja.
"Sebelum aku bertanya kepadamu, aku ingin tahu, apakah Arisha punya pacar atau kekasih," tanyanya kembali terdengar gugup, namun dengan cepat kak Malik menjawabnya.
"Dia mana mau pacaran, dengan laki-laki saja cuek," ledek kak malik, aku pun melotot kearah kak Malik.
"Bukan itu kak, tapi kan pacaran itu dosa," tutur ku.
"Ohh kalau begitu, apa Arisha mau menikah dengan saya?"
DEG!!!
kata-kata itu seketika membuat Hati ku merasakan desiran-desiran yang membuat pipiku sangat merah, sepeti tomat segar yang baru saja di petik di kebun.
"Westtt, di lamar," ujar kak Malik begitu Riang. Seperti saja dia yang mau di lamar
"Ekhhmm, ekhmm," dehem ibu meledekku yang membuat ku semakin salah tingkah saja.
"Jadi bagaimana Arisha?," tanya Azam menatapku dengan bola matanya terdapat setitik harapan.
Aku pun mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya.
"Kamu mau menikah dengan saya kenapa?" ucapku berbalik bertanya kepada Azam.
Lagi-lagi Azam tersenyum menatapku. "Karena aku ingin menjadi Imam mu."
"Setelah Malik menceritakan tentang kamu, aku pun melakukan sholat istikhara di malam tersebut, dan aku pun mendapatkan jawabannya, ialah kamu,". Jelasnya yang membuat ku benar-benar salah tingkah, dan tangan ku begitu basah karena keringat ku padahal di ruang tamu ku tidak begitu Panas.
"Apa kamu mau menerima lamaran saya?"
Mendengarnya aku hanya diam, entah ingin berkata ара.
"Kalau wanita diam tuh Zam, artinya setuju," ujar kak Malik, Ibu pun langsung membisikkan sesuatu kepadaku, "Aku harap nak, kamu menerimanya, ibu percaya kepada dia,"
Aku pun mulai menatap wajah Mereka satu persatu,semuanya sama, begitu ada harapan di bola mata mereka.
"AKU.." ucapku gugup
#To Be Continued
Terimakasih telah membaca