Hujan Menjadi Saksi Alexander

12 2 1
                                    

Senyumanku tak luntur-luntur sejak meninggalkan pesawat di bandara Soekarno-Hatta dini hari tadi.

Entah apa yang membuatku begitu antusias menginjakkan kaki kembali di Negeri Merah Putih ini.

Yang jelas aku sangat ingin melihat dia, orang yang membuatku tak bisa memudarkan senyum ketika mata kami bertatap, orang yang membuatku tersipu malu ketika mengingat kebodohan yang kubuat dengannya, orang yang membuatku enggan melirik perempuan lain, selain dia. Oh, Rasanya dia sangat berpengaruh dengan kehidupanku.

Ah! Memikirkannya saja hampir membuatku gila sejak kemarin saat di pesawat. Aku ingat sekali saat dulu kami saling bertatap sebelum aku pergi meninggalkan tanah kelahiran ku ini ke Jerman.

Aku terpaksa melanjutkan pendidikan disana, karena Ayah sedang mengurus salah satu perusahaan yang hampir bangkrut disana. Dia menatapku teduh dengan air yang membendung kelopak matanya.

Flasback on

"Kenapa kamu ninggalin aku?" ucap Syana kecil saat usia mereka masih lima belas tahun.

"Aku gak ninggalin kamu kok Sya. Nanti aku pasti kembali kok. Kamu jaga diri baik-baik ya di sini," ucapku kepadanya sambil mengelus bahu kanannya mencoba menyalurkan apa yang aku rasakan.

"Jangan bandel lagi ya pas aku gak ada," kekehku saat mengatakan kalimat itu.

"Dengerin kata Mama kamu ya, jangan juga ngelawan kalo dikasih tau sama Kak Dhani. Aku bakalan cepet pulang kok ke sini biar bisa ketemu kamu lag,i," ucapku tak tahan lagi menahan air yang mulai menetes ke pipi sendirinya.

Aku kemudian maju satu langkah dan memeluknya erat, menyalurkan sedikit ketegaran kepadanya.

"Udah dong nangisnya Sya. Aku cuma bentar kok di sana, percaya deh, kalo urusan Papa aku udah kelar, aku bakalan balik lagi k esini nemuin kamu trus kita sekolah lagi deh sama-sama di sini," kataku antusias mencoba membuatnya tenang dan tak lagi bersedih dengan kepergianku ke Jerman.

"Janji ya kamu bakalan cepet kembali ke sini nemuin aku," ucapnya lirih setelah melepas pelukan kami.

Aku pun menghapus jejak-jejak air mata yang mengalir di pipinya.

"Iya aku janji! Tunggu aku ya!" ucapku bersemangat kepada Syana. Sya mendekat dan berjinjit, tanpa aku sadari ia mengecup pipi kananku sekilas kemudian tersenyum kepadaku.

"Cepet kembali ya sahabat!" ucapnya penuh semangat dan berlari menghampiri kedua orang tuanya. Aku terpaku sejenak dan kemudian mengangguk cepat kepada Syana yang mulai menjauh.

Aku berjalan mendekati ayahku yang menunggu di depan pesawat setelah ia berbincang-bincang dengan orang tua Syana. Sebenarnya aku ingin sekali mengatakan tiga hal lepada Syana di hari kelulusan kami yang akan datang, tapi kepergianku membuatku tiga kata itu lagi-lagi gagal untuk diucapkan. Disamping itu pula aku takut Gara-gara tiga kata itu Syana menjauhiku. Karena ia selalu menganggap kami hanya bersahabat, tidak kurang dan tidak lebih.

Sya, aku cinta kamu, ucapku dalam hati sambil melambai ke arah Sya yang juga melakulan hal sama sepertiku.

Flashback off

Aku akan menjadi sahabat di hidup Syana, teman yang akan selalu menemaninya saat suka maupun duka, menjadi teman yang akan selalu berbagi kasih dan cinta.

Kumpulan Cerpen GPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang