~Perpustakaan~

10 2 0
                                    

"Fatin!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Fatin!"

Aku menoleh ke belakang dan langsung menghampiri Bu Ida, Dosen dari jurusan kedokteran lalu mencium tangan beliau. "Ada apa ya, Bu?"

"Kamu bisa bantu Ibu gak?" Aku menganggukkan kepala. Karena kelasku bagian siang, jadi aku mempunyai waktu untuk membantu Bu Ida.

"Kamu bisa periksa data anak-anak jurusan kedokteran gak? kebetulan sekarang Ibu lagi ada urusan mendadak." Aku kembali menganggukan kepala dan selanjutnya, Bu Ida memberikan laptopnya lalu berpamitan denganku.

Aku memeluk laptop itu sembari berjalan menuju perpustakaan. Mataku menyusuri setiap sudut koridor yang sedikit menyepi dan hanya terdengar langkah kakiku saja.

Hingga akhirnya, Aku sampai di depan pintu perpustakaan. Saat hendak membuka pintu, seseorang telah membukanya dari dalam dan menampilkan sosok Fattan, Si Lelaki berwajah datar.

Siapa sih, yang gak kenal sama ni cowok?

Aku dan Fattan kompak mematung di depan pintu. Dia menatapku dan aku pun menatapnya juga. Kadang aku berpikir Fattan ini bisu atau lagi sariawan, ya? Aku jarang mendengarnya berbicara sedikit pun.

Dan benar saja, tanpa permisi, Fattan melewatiku begitu saja. Ini emang dia nya yang begitu atau aku yang terlalu memikirkannya?

Aku menggelengkan kepala mencoba menetapkan tujuanku datang ke perpustakaan. Aku mulai melangkahkan kaki menuju meja dan kursi yang nyaman untuk mengerjakan data-data dari Bu Ida.

Saat aku mendudukan diri, seseorang menyodorkanku minuman. "Kafka?"

Iya, Aku kenal dia. Namanya Kafka. Dia juga satu jurusan denganku.

Dia tersenyum manis hingga matanya menyipit. Astaga! boleh aku jujur? Dia sangat tampan saat tersenyum. "Lagi ngapain?"

"Ah! kerjaan dari Bu Ida," jawabku sekenanya. Dia mengangguk lalu aku mulai membuka laptop Bu Ida. "Thans ya, Kaf."

"Santai aja."

Dia kembali tersenyum.

Bunyi dentingan dari ponsel Kafka membuatku mendongak menatapnya. Lalu, Ia berdiri dan berujar padaku. "Gue pergi dulu, ya. Biasa."

Aku mengangguk sekenanya.

"Jangan lupa di minum." Setelah itu, Kafka mulai pergi dari perpustakaan.

Aku menghela napas berat.

Entah kenapa, Aku selalu berpikir bahwa selama ini yang memberikanku pesan setiap jam delapan pagi adalah Kafka.

Tetapi aku tidak berani menanyakannya.

Tapi... apa benar Kafka orangnya?

Atau... orang lain?

oOo

Kira-kira siapa coba?

08:00 am  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang