Prolog

29K 610 11
                                    

Suara bel rumah terdengar kencang di telinganya. Dia yang sedang memasukkan roti ke dalam mulutnya segera menatap ke lorong di mana pintunya tepat berada. Kerutan samar ada di dahinya. Tidak yakin siapa yang bertamu sepagi ini saat kedua orangtuanya tidak ada di rumah. Ini masih enam pagi. Jam yang sudah pasti tidak akan dipakai siapapun untuk bertamu. Jadi gadis itu berpikir mungkin yang datang adalah orang iseng.

Dia menggeleng dengan niat tidak akan membuka pintu. Siapa tahu tamu itu salah rumah. Dengan tenang dia melanjutkan memakan rotinya. Mendamaikan diri dalam kesendiriannya. Juga ingatan akan mimpinya yang membuat dia terbangun. Seseorang yang harusnya tidak dia mimpikan dengan cara seperti itu. Dengan gambaran begitu. Rasanya hanya dengan mengingatnya membuat sesuatu di dalam dirinya bangkit.

Matanya terpejam. Menghirup aroma yang ruangan untuk menenangkan syarafnya.

Beberapa saat matanya kembali terbuka ketika suara bel rumahnya kembali terdengar. Kali ini dua kali tekanan. Membuat kerutan di wajahnya semakin banyak.

Tiga suara bel menyusul dan lebih banyak angka di belakangnya. Dia tidak bisa tinggal diam dan segera beranjak dari tempat duduknya. Berjalan ke arah pintu dengan kesal karena siapapun itu yang datang bertamu sepagi ini telah membuat dia kehilangan khayalan indahnya.

Dia meraih gagang pintu dan segera menariknya terbuka. Siap mengomel namun ketika dia menemukan wajah yang tidak asing di depannya, segala omelannya tertelan di tenggorkannya. Menatap pada tamunya dengan cara tidak bisa. Dia memang tidak akan bisa bersikap biasa.

"Ezra?" beonya dengan tidak yakin.

"Paman. Sebut dengan benar," jawab pria di depannya. Ezra segera berjalan masuk tanpa menunggu gadis di depannya memintanya. Bahkan dia mengabaikan keterkejutan gadis itu.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya gadis itu. Setengah dari suaranya jelas adalah kejengkelan. Setengahnya lagi ketidakyakinan.

Ezra memutar tubuhnya dan berhadapan dengan Keyra yang masih berdiri di dekat pintu. Kepalanya miring menatap Keyra. "Aku akan menemanimu di sini."

Keyra melotot. Sigap segera hendak bersuara. Membantah apa yang sudah diniatkan Ezra. Sayangnya dia kurang cepat.

"Orangtuamu menelepon. Mengatakan kalau aku harus bersamamu di sini sampai mereka kembali. Aku akan menemanimu."

Keyra menatap dengan melongo. Apa hak orangtuanya memberikan perintah semacam itu? Dia siap beradu argumen dengan Ezra. Sayangnya pria itu telah meninggalkannya sendirian di ruangan tersebut. Membuat Keyra hanya bisa mendengus saja.

Dia berjalan ke kamarnya yang ada di lantai dua. Hendak mengatakan pada orangtuanya kalau mereka telah memutuskan hal gila dengan mendatangkan Ezra ke sini. Jelas bukan Ezra yang dia takutkan, melainkan dirinya sendiri. Bagaimana kalau dia tanpa sadar menyerang pria itu saat tertidur? Bahkan membayangkannya saja membuat keadaan itu menjadi situasi yang mengerikan.

***

Kiss With My Uncle | Sin #3 ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang