Ezra membuka pintu kamarnya dan segera menutupnya. Lalu pria itu berjalan ke arah ranjang dan menjatuhkan dirinya di atas ranjang tersebut dengan tatapan nyalang ke langit-langit kamarnya. Mengingat banyak hal yang telah terjadi dalam hidupnya dalam lima tahun belakangan ini. Segalanya memudar dengan mudah namun tidak dengan bayangan gadis itu.
Tentang duka yang tersematkan luka. Banyak waktu yang harus dia habiskan untuk mengatakan kepala dirinya kalau segalanya memang harus seperti ini. Namun ada fakta yang tidak bisa dia abaikan. Juga tidak bisa dia kemukakan.
Fakta itu adalah Keyra membencinya. Tanpa banyak alasan. Hanya sebuah kesalahan yang telah dia lakukan. Masalalu yang tidak bisa dia ubah. Juga masa depan yang entah akan berakhir seperti apa.
Getaran di sakunya terasa. Dia merogoh dengan lemah dan melihat seseorang memanggilnya. Karmila. Segera dia menggeser warna merah pada layarnya dan menyingkirkan ponsel itu jauh dari jangkauannya. Namun kembali getaran itu ada.
Dia mengambil ponselnya lagi dan pemanggilnya masih sama. Karmila. Tampaknya wanita itu tidak akan menyerah pada dirinya dan Ezra harus salut pada kegigihan itu. Sayangnya betapapun gigihnya dia, Ezra tetap sama.
Kembali dia menggeser layar merah di ponselnya. Kali ini bahkan dia mengaktifkan mode terbang di ponselnya dan menjauhkan lagi benda itu. dia butuh sendirian dan ponselnya tampak mengganggu dengan banyak.
Satu lengannya terangkat dan menutupi sebagian wajahnya. Matanya terpejam dan serta-merta seluruh ingatan itu berputar di kepalanya bagai kaset rusak yang terus memperlihatkan adegan yang sama. Adegan yang sangat dihafalnya bahkan sampai luar kepala. Adegan demi adegan kembali terjadi dan dia menjadi pemeran utamanya.
"Kau suka?" tanya gadis itu.
Pemuda itu tersenyum dan mengangguk setelahnya. Tentu saja dia suka sebab yang memberikannya adalah gadis itu. "Ini bagus,"
"Ayah membelikannya."
Pemuda itu menatap dengan ragu. "Apa yang kau lakukan hingga dia mau membelikan jam tangan mahal ini?"
Gadis itu bergumam dengan tidak jelas. "Tidak banyak."
"Berapa banyak?"
"Haruskah kita bahas ini? Jika kau suka maka aku senang. Cukup itu."
Akhirnya dia mengangguk dan tidak akan mengatakan lebih banyak. Atau bertanya seberapa hebat bujukan yang diberikan gadis itu pada ayahnya yang sangat keras kepala. Jadi dia hanya akan bahagia dan menyimpan hadiah itu sampai akhir hayatnya.
Mata Ezra terbuka. Segera dia bergerak bangun dan beranjak dari ranjangnya. Berjalan ke arah laci kecil yang tepat ada di dekat pintu kamarnya. Membuka salah satu laci dan melihat kotak hitam di sana. Dia mengambil kotak itu dan membukanya.
Jam tangan ada di sana. Berwarna hitam mengkilat. Satu-satunya jam tangan yang ada di dunia. Karena kakaknya memang merancang sendiri jam tangannya. Membuat jam tangan itu sangat berarti dan begitu cantik di pandang mata.
Ezra begitu menyukai jam tangan itu dulu. Dia mencoba meminta pada kakaknya namun tidak ada hasilnya. Hingga Keyra yang datang membawa jam tangan tersebut padanya. Memberikannya sebagai hadiah ulang tahun dan itu begitu menyenangkan hanya dengan membayangkannya.
Dia meletakkan jam tangan itu di atas meja laci tersebut. Segera dia harus membersihkan diri dan membuatkan makan malam untuk Keyra. Dia tidak ingin gadis itu terus-menerus makan mie instan. Itu tidak baik bagi tubuhnya.
Setidaknya orangtuanya harusnya menyewa salah satu asisten rumah tangga untuk mereka. Bukannya melihat putrinya berkutat sendiri di dapur dan mandiri dengan cara buruk seperti ini. Dia sangat tidak setuju sayangnya dia tidak memiliki suara dalam hal ini. Dulu. Sekarang tidak lagi. Dia bisa mengatur segalanya saat kakaknya tidak di sini.
Pria itu bergerak masuk ke kamar mandi.
***
Keyra membuang tasnya ke atas ranjang. Dia duduk di pinggir ranjang dengan satu tangan ada di sisi tubuhnya sedangkan yang satu lagi ada di atas kepalanya. Pada akhirnya dia memenangkan perdebatan itu. Bahwa mereka tidak harus makan malam tadi.
Tapi nyatanya dia tidak bahagia. Tidak ada kepuasan dalam dirinya akan fakta kalau dia membuat pamannya itu bungkam. Ada ketidak bahagiaan pada kenyataan kalau dia telah mengatakan segala apa yang harusnya dia tahan pada pria itu. Dia benci mengakuinya namun dia memang tidak senang tahu kalau Ezra bungkam olehnya.
Dia benci menyakiti pria itu. Dia benci karena tidak berdaya pada keadaannya saat ini. Dia sangat membencinya.
Segera dia menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Kekesalan mewarnai pandangannya yang buram oleh airmata kekesalan. Kenapa dia begitu tidak berdaya? Kenapa cinta memperlakukannya dengan begini kejamnya?
Tidak bisakah dia cukup mencintai dalam diam. Tidak perlu ada rasa bersalah mengiringinya? Namun memangnya siapa yang bisa mengendalikan hati? Siapa yang bisa mengontrol akan berperasaan seperti apa? Tidak ada. Mereka semua dikendalikan oleh sesuatu yang bernama hati.
Yang jika senang hati itu maka bahagia seluruh tubuhnya. Namun jika terluka hati maka segalanya akan terasa sakit. Itulah yang sedang dirasakan Keyra saat ini.
Gadis itu mengambil kalung di lehernya. Memainkannya dengan elusan lembut di tangannya. Dia tidak ingat kapan terakhir begitu bimbang seperti ini.
Mungkin saat dia mulai sadar kalau perasaannya pada pria itu adalah sebuah cinta. Atau juga saat pria itu mulai menjauh darinya dan membuat dirinya bagai orang asing baginya.
Aneh karena segalanya terus berfokus pada pria itu. Segala gundah dan bingungnya berpatokan pada sosoknya yang tidak mungkin bisa dirinya raih. Entah bagaimana dia berusaha, pria itu hanya akan menjadi sosok tidak terjangkau oleh tangannya. Itu menjadi sebuah fakta yang lebih menyakitinya dari apapun yang ada.
"Kau tahu kenapa aku suka langit?" tanya pria itu tiba-tiba.
Gadis itu tidak mengerti. Kenapa mereka tiba-tiba membahas langit saat mereka harusnya membicarakan tentang acara sekolahnya yang akan terjadi dalam beberapa minggu ke depan. Tapi gadis itu mengerti kalau pria itu butuh didengarkan dan tentu saja dia siap mendengarkan dengan sepenuh hati.
"Kenapa?"
"Sebab langit menjadi hal yang begitu menarik yang ada di dunia. Banyak hal yang mampu dikatakan jika itu mengenai langit."
"Contohnya?"
"Ya. Dia memiliki keindahan di setiap adanya. Malamnya membuat kita bisa menemukan gelapnya yang sesungguhnya tidak gelap sama sekali. Lalu siangnya membuat kita bisa melihat warna birunya yang begitu cantik dengan awan putih yang mengiringinya."
Gadis itu tersenyum. Hangat merasuk di dadanyya. "Kau benar."
"Hidup memang tidak selalu sejalan dengan ingin kita jadi buatlah keinginan pada jalan itu. Langit mengajarkan hal itu. Walau dia berbeda siang dan malamnya namun dia tetap bisa tampak begitu indah. Jadilah seperti ituita jadi buatlah keinginan pada jalan itu. Langit mengajarkan hal itu. Walau dia berbeda siang dan malamnya namun dia tetap bisa tampak begitu indah. Jadilah seperti itu."
Keyra segera bangun dari ranjangnya. Dia tidak bisa terus berada di kamarnya dengan banyaknya pikiran tentang rasa bersalahnya pada pria itu. Dia harus mengatasinya atau segalanya akan membuat dia tidak tenang.
Dengan pikiran itu dia berjalan keluar kamarnya dan berjalan ke arah depan pintu kamar Ezra. Kamar mereka memang berhadapan. Entah apa yang dipikirkan ayahnya hingga membuat kamar mereka menjadi dekat seperti ini. Awalnya Keyra tidak pernah memikirkannya tapi sekarang dia butuh tahu alasannya.
Kenapa kamar mereka harus sedekat ini?
Namun sekarang bukan saatnya untuk memikirkan hal itu. Ada yang harus dia lakukan dulu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss With My Uncle | Sin #3 ✓ TAMAT
RomanceTamat di watty dan dihapus sebagian. Beli di playstore untuk versi lengkapnya *** Sudah sejak lama Keyra Andira memuja sosok Ezra Chase, pamannya sendiri. Pemujaan itu tidak hanya berasal dari betapa kagumnya dia melainkan juga dari hatinya yang dia...