Aku tidak berharap Ia membalas perasaanku. Namun, aku hanya ingin Ia tahu, bahwa ada seorang wanita yang diam-diam menyebut namanya dan mengharapkan kebaikan atas dirinya. Hanya itu.
______
Sungguh, hal menggelikan yang pernah Abri lakukan adalah salah paham pada dua kakak adik kandung yang Ia pikir adalah sepasang suami istri. Ini juga salahnya, yang berspekulasi sendiri tanpa mencari tahu kebenarannya.
"Maaf." Ucap Abri saat mereka sudah ada di area parkir.
"Tidak apa, Mas. Saya ngerti kok." Jawab Alwa dengan senyuman.
Abri berhenti di deretan para motor-motor sport. Membuat Alwa mengernyit heran. Apakah Abri akan mengantarnya dengan motor?
"Kenapa?" Tanya Abri yang melihat raut wajah Alwa yang sedikit aneh, mungkin.
"Naik motor?" Tanya Alwa sedikit tak enak hati.
"Iya, daripada harus naik mobil, malah terjebak macet. Maaf, jika kamu tidak suka naik motor." Ucap Abri yang bicara cukup panjang kali ini.
"Bukan gitu. Masalahnya aku pakaiannya seperti ini. Akan cukup sulit untuk naik motor." Ucap Alwa berterus terang.
Abri melirik pakaian Alwa, gamis blue safir melekat indah dan pas ditubuh gadis itu. Membuatnya semakin mempesona. Ia langsung mengalihkan dengan motornya. Benar, akan sedikit sulit untuk Alwa naik di motornya. Membuatnya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"In Shaa Allah bisa kok, Mas. Tapi maaf, saya harus pegang punggungnya Mas Abri. Gak papa kan?" Tanya Alwa dengan solusi.
"Seharusnya saya yang bertanya, kamu tidak apa-apa menyentuh punggung saya?" Tanya Abri balik.
"Keadaannya kan tidak memungkinkan, Mas? Jadi menurut Alwa sih tidak apa-apa." Ucap Alwa lagi.
"Ya sudah, naik." Ucap Abri yang naik ke motornya diikuti Alwa.
Dengan hati-hati, Alwa menyentuh punggung Abri agar sampai di jok motor Abri yang cukup tinggi.
Setelahnya, Abri langsung menancap gas dijalanan beraspal kala itu. Dalam hati, ada rasa senang yang menyusup tiba-tiba. Membuat sedikit ujung bibir lelaki itu terangkat.
Sampai rumah Alwa, Abri langsung mengikuti Alwa memasuki rumahnya.
"Assalamua'alaikum!" Salamnya dan Alwa.
"Wa'alaikumsalam!" Terdengar sahutan dari arah dapur.
Umi Alwa datang dari dapur, menatap Abri yang tak asing baginya. Ia mencoba mengingat kembali.
"Kamu, yang menolong Wahid, bukan?" Tanya Umi.
"Benar Umi. Saya Abri." Ucap Abri mengenalkan diri sambil menyalim tangan Umi diikuti Alwa.
"Kok bisa bareng sama Alwa? Kalian temenan?" Tanya Umi lagi.
"Gak sengaja ketemu tadi, Mi di Cafe. Lagipula, Mas Abri ini sempat salah paham sama Mas Wahid. Dikiranya Mas Wahid tuh suami Alwa. Padahal kakak kandung." Jelas Alwa dengan terkekeh geli.
"Kok bisa salah paham sih, Nak Abri? Padahal kalau sekilas, mereka ini sedikit mirip loh." Ucap Umi.
"Saya juga gak tahu, Mi. Bukankah jika jodoh, pasangan itu akan terlihat mirip, ya? Makanya, saya pikir mereka suami istri." Ucap Abri dengan senyum canggung.
"Assalamu'alaikum!" Salam seseorang dari pintu depan.
"Wa'alaikumsalam." Jawab mereka kompak.
"Siapa ini? Kamu yang di rumah sakit itu, bukan?" Tanya Abi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dari Masjid (Slow UpDate)
Romance"Tempat yang paling dicintai Allah di muka bumi adalah Masjid-Masjidnya." H.R Bukhari. "Aku tidak berharap bahwa jodoh yang ku minta di Masjid, akan Allah pertemukan di Masjid pula. Namun, jika memang pertemuan itu berasal dari Masjid, aku akan sang...