Dunia ini terasa sangat rumit saat Revan mengetahui masa lalu dari adiknya. Berbagai pertanyaan terus berputar di kepala Revan setiap saat. Bahkan tadi pagi, ia hampir saja tertabrak mobil saat sedang menyeberang karena terus memikirkan hal tersebut.
Saat berjalan menyusuri lorong menuju kelas, Bagas datang dan menariknya ke area belakang sekolah. Bagas tersenyum miring sambil mengangkat sebelah alisnya. Di tangannya ada beberapa lembar kertas foto yang membuat Revan penasaran.
"Apa maumu?" tanya Revan datar saat Bagas berhenti menariknya.
"Ah? Tidak ada. Aku hanya ingin memamerkan sesuatu kepadamu," sahut Bagas sambil mengibaskan kertas yang sedang ia pegang.
Revan hanya mengernyitkan keningnya. Entah apa rencana Bagas kali ini. Yang pasti, ia harus siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.
"Apa itu?" tanya Revan dengan pelan, nyaris tak terdengar.
Bagas mendekatkan diri ke arah Revan yang masih terdiam di tempatnya. Ia kemudian mengacungkan kertas itu di depan wajah Revan.
Di dalam kertas foto itu, terlihat gambar dari sebuah batu nisan yang bertuliskan nama dari adiknya, Revin. Revan terbelalak tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya.
'Dari mana Bagas mengetahui letak makam Revin?' batin Revan berkecamuk.
Revan hendak meraih foto itu, namun dengan cepat Bagas berhasil menariknya kembali. Nafas Revan memburu tak karuan, sedangkan Bagas tersenyum dengan penuh kepuasan.
"Kau mungkin bisa menipu semua orang. Tapi tidak denganku," tegas Bagas penuh kemenangan.
"Jadi, biarkan aku bertanya kepadamu tentang suatu hal," Bagas menggantung kalimatnya.
"Apa tujuanmu melakukan ini semua? Menyamar menjadi pecundang itu untuk menghancurkan hidupku?! Haha, jelas itu sangat tidak mungkin untuk terjadi," hardik Bagas.
"Malah, aku yang akan menghancurkan hidupmu.. Seperti yang telah ku lakukan terhadap adik payahmu itu," lanjut Bagas dengan senyuman kemenangan.
Revan mendengus. Saat ini ia sangat ingin mengajak Bagas untuk berduel langsung dengannya. Namun, sepertinya itu hanya akan memperkeruh suasana.
"Bayangkan, bagaimana reaksi orang-orang saat mengetahui bahwa selama ini ... Orang yang mereka anggap sebagai Revin, ternyata hanyalah seorang penipu payah yang pendendam," desis Bagas dengan nada ancaman. Revan hanya membalasnya dengan senyum getir.
"Kau melupakan suatu hal.." Revan akhirnya mulai bicara.
"Coba bayangkan, bagaimana reaksi orang-orang ketika tahu bahwa Revin telah mati karena ulahmu? Bukankah itu akan menghancurkan hidupmu lebih parah dari ini?" balas Revan tak mau kalah. Kali ini Bagas terdiam. Revan dapat melihat dadanya naik dan turun tak beraturan. Sepertinya Revan telah berhasil membuatnya resah.
"Ulahku? Aku bahkan tak membunuhnya. Dia mati karena percobaan bunuh diri kan? Jangan kira aku tak tahu mengenai hal itu?! Jangan seenaknya menuduhku yang bukan-bukan!" bentak Bagas tak terkendali.
"Bagas ..." Revan memanggilnya dengan lirih. Matanya mulai berair karena emosi yang menguasai dirinya.
"Tidak ada manusia yang mati karena bunuh diri," Revan mendekati Bagas yang masih terus mengelak dari kejahatannya.
"Mereka mati karena kesedihan yang mereka rasakan," lanjut Revan masih dalam intonasi yang tenang.
"Dan kau ... adalah orang yang telah membuat hidupnya menjadi menyedihkan!" bentak Revan dengan wajah merah karena emosi yang menguasainya.