Hamparan dataran putih nan lembut tertangkap oleh lensa mata Bagas. Sejauh ia memandang, tak ada hal lain yang terlihat kecuali dataran putih tersebut. Tubuhnya masih menggigil karena jasadnya terkurung di dalam lemari pendingin semalaman.
Bagas berjalan lunglai mencari sesuatu yang mungkin dapat menemaninya dari kesunyian ini. Jauh ia berjalan, hingga akhirnya ia melihat dua sosok yang tak asing dalam ingatannya sedang bermain bersama penuh keceriaan.
Revin dan Vira.
Bagas menghampiri mereka. Kepalanya masih belum dapat berpikir dengan jernih. Revin dan Vira yang menyadari kehadiran Bagas pun sedikit terkejut atas hal tersebut.
"Bagas ...." lirih Vira dengan sangat pelan, nyaris tak terdengar.
Bagas hanya terdiam memandang kedua sahabat masa lalunya itu. Perlahan air matanya mengalir melintasinya pipinya. Ia menangis dan berlutut di hadapan mereka. Revin dan Vira yang melihat kejadian itu pun langsung menghampiri dan menenangkannya.
"Maafkan aku ...." lirih Bagas di sela-sela tangisannya.
Semuanya terdiam. Jika dipikir-pikir, Bagas memang cukup mengambil andil atas semua kejadian yang telah terjadi. Namun baik Revin ataupun Vira tak terlalu memperdulikan hal itu. Mereka sudah hidup bahagia di dunia baru yang lebih indah daripada bumi ini.
Mereka akhirnya bercengkrama bersama. Mengingat semua kenangan yang pernah mereka lakukan bersama saat masih hidup di bumi. Gelak tawa dan haru menguap di udara. Ketiga sahabat yang pernah terpisahkan itu akhirnya dapat berkumpul kembali.
Namun sayangnya keceriaan itu tak berlangsung lama. Dataran putih yang indah itu mendadak berubah menjadi hitam legam dengan petir yang menjalar di permukaannya. Tampak dari kejauhan sosok bersayap hitam dengan sabit besar di tangannya datang mendekat secara perlahan. Badannya sangat besar dan menjulang tinggi seperti raksasa.
Tubuhnya hanya berisikan tulang belulang yang tertutup oleh jubah hitam yang telah koyak. Mereka bertiga saling merapatkan diri karena ketakutan. Selama ini, mereka tak pernah melihat sosok semengerikan itu sebelumnya.
Sosok itu berhenti di hadapan mereka. Sorot matanya menggambarkan kematian dan penyiksaan. Tangannya mulai terangkat dengan sabit besarnya yang menunjuk ke arah Bagas.
"Kau ... tempatmu bukan di sini!"
Suaranya sangat berat dan membuat jiwa bergetar hebat. Kilatan petir bermunculan sesaat setelah ia menyelesaikan kalimatnya.
Sosok itu lalu mulai merentangkan tangannya yang lain dan meraih Bagas dengan kelima jarinya. Semua histeris atas hal yang mereka saksikan itu.
"Kau akan masuk ke dalam neraka kelam yang sangat panas dan kekal di dalamnya!"
"Tidak! Kumohon lepaskan aku ...."
Sosok itu membawa Bagas pergi meninggalkan Revin dan Vira yang masih gemetar ketakutan. Sesaat kemudian, Revin berlari menuju ke arah sosok tersebut dan menghadangnya dengan berani.
"Tunggu, kenapa kau membawa temanku?"
Sosok itu menatap datar ke arah Revin dengan masih mencengkeram Bagas di tangannya. Dengan perlahan ia menunduk lalu menatap Revin dengan sangat dalam.
"Temanmu? Jika manusia ini adalah temanmu, ia tak akan pernah melakukan serangkaian kejahatan terhadapmu hingga kau mati,"
Revin terdiam. Ia memang masih sangat mengingat semua perlakuan Bagas terhadapnya. Tapi ia masih memiliki hati untuk dapat mengampuninya.
"Aku mohon lepaskan temanku, aku telah memaafkannya"
Revin memohon, suaranya bergetar dengan diiringi keringat hati yang mengalir dari pelupuk matanya. Vira yang melihat kejadian itu pun ikut menghadang bersama Revin agar sang sosok mengerikan mau melepaskan sahabat mereka.
"Tuan ... Bagas sangat baik kepadaku saat kami masih hidup. Ia terus menemaniku di saat-saat terakhirku. Aku mohon lepaskan dia. Apakah kebaikannya tak dapat menebus semua kejahatan yang ia lakukan?"
Vira ikut bicara. Dahulu, Bagas memang sangat menyayanginya. Bahkan Bagas hadir di sampingnya saat napas-napas terakhir.
Sosok itu lalu menatap sosok Bagas yang berada dalam genggamannya. Bagas bergetar hebat saat melihat tatapan kematian itu. Namun ternyata, sosok mengerikan tersebut perlahan menurunkan Bagas dan mau membebaskannya.
"Kebaikanmu memang tak sebanding dengan kejahatanmu yang sangat keji. Tapi, aku hargai persahabatan yang terjalin di antara kalian bertiga,"
Sosok itu lalu terbang menjauh dengan perlahan dari hadapan mereka. Dataran yang menghitam kini mulai berubah menjadi putih bersih kembali. Kilatan petir yang menjalar berganti dengan warna-warni bunga yang sangat harum. Suasana yang mencekam kembali menjadi ketenangan yang menyejukkan.
Mereka bertiga terduduk dengan lemas. Kejadian tadi adalah hal paling mengerikan yang pernah mereka alami. Setelah semua itu, mereka kembali tertawa bahagia dengan haru yang menyelimuti mereka.
Persahabatan ketiga insan itu, tetap abadi ... selama-lamanya.
.
TAMAT