Chapter 7 : Warning?

124 26 94
                                    

Lebih sering kita dihina orang lain, akan lebih terbiasa kita dengan hal itu.

Terbiasa membuat kita tidak peduli akan hinaan lagi, bukan?

Tapi mana yang lebih baik, terbiasa karena sudah sering dihina atau tidak terbiasa karena tidak pernah dihina?
~••~

Senin...

Siapa yang menyukai hari Senin? Dan apa alasannya?

Bagi Magenta hari Senin itu awal. Awal untuk memulai hari baru dan awal untuk mengakhiri hari Minggu.

Di hari Senin, para OSIS terlihat lebih sibuk karena harus menyiapkan perlengkapan untuk upacara bendera. Para guru dan siswa juga datang lebih pagi. Memang tidak ada yang istimewa, sih, karena setiap hari Senin memang selalu seperti itu, bukan? Yang istimewa hanya satu, yaitu Magenta.

Magenta baru saja sampai di sekolah. Ia tengah berjalan di koridor yang menuju ke kelasnya. Lalu apa yang istimewa dari Magenta yang hanya berjalan di koridor? Ia berjalan tidak hanya seorang diri, namun ditemani seorang pangeran tampan idaman para siswi SMA Darma Bangsa.

Arkan.

Dia yang membuat Magenta begitu istimewa hingga semua tatapan menuju padanya. Mereka seperti sedang melihat barang branded limited edition. Seolah tidak mau mengalihkan pandangannya barang sedetik pun.

"Gak usah dipeduliin tatapan mereka," ucap Arkan yang jalan bersisian dengan Magenta.

"Enggak kok," balas Magenta.

Mereka terus berjalan menuju ruang kelas tanpa memedulikan tatapan dan desas-desus dari siswa-siswi lainnya karena keduanya sudah terbiasa dengan hal itu. Arkan terbiasa karena memang selalu mendapatkan tatapan kagum dari banyak orang dan Magenta sudah terbiasa dengan bisikan yang tidak enak untuk di dengar.

Saat mereka memasuki ruang kelas pun banyak pasang mata yang memperhatikan. Tak terkecuali dengan sepasang mata bernetra cokelat terang yang tidak melepas tatapannya, bahkan saat Magenta sudah duduk di sampingnya.

"Hai, Nis," sapa Magenta.

"Hai, Ta," ucap Nisa membalas sapaan Magenta, "kok lo bisa bareng sama Arkan, sih? Datengnya bisa samaan gitu? Atau jangan-jangan lo barengan—"

"DIHARAPKAN BAGI SEMUA SISWA, GURU, DAN STAF SEKOLAH AGAR BERKUMPUL DI LAPANGAN KARENA UPACARA BENDERA AKAN SEGERA DIMULAI!" perintah sang ketua OSIS melalui toa, menyela ucapan Nisa.

"Nanti aku kasi tau, deh. Sekarang baris dulu, daripada telat baris malah dihukum," ucap Magenta.

"Huft... ganggu aja tuh ketos!" protes Nisa

Magenta dan Nisa mengambil topi mereka dari dalam tas lalu pergi menuju lapangan upacara.

Seperti biasanya, Magenta berbaris di barisan paling depan lalu Nisa di barisan kedua. Sebenarnya Nisa tidak suka berada di barisan depan karena dapat dengan jelas dilihat oleh para guru, tapi karena ia ingin berdekatan dengan Magenta, jadi ya sudahlah.

Upacara hari ini berjalan dengan lancar meski tetap ada beberapa siswa yang melanggar peraturan dan terlambat.

Mungkin kalian juga penasaran, mengapa Magenta dan Arkan bisa berangkat bersama? Padahal baru kemarin malam Magenta melihat seseorang yang mirip dengan Arkan tengah berduaan bersama wanita lain di bawah derasnya hujan.

Sebenarnya Magenta juga penasaran, apakah yang kemarin itu Arkan atau bukan? Dan siapa wanita yang bersama pria itu kemarin? Tapi Magenta memilih untuk diam dan tidak mempermasalahkan hal itu lagi, meski sebenarnya ia sangat penasaran. Di sisi lain ia juga berpikir, siapa dirinya dan apa haknya untuk menanyakan hal itu?

There Is A ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang