•Malam puncak•

8 0 0
                                    

Februari tanggal 5.

Acara puncak telah siap, seluruh dekorasi kerlap-kerlip menghiasi sekitar panggung. Lighting mulai menari-nari sesuai musik yang berbunyi. Tamu undangan satu persatu mulai berdatangan. Para peserta lomba yang antusias menunggu hadiah. Banyak wajah yang menunjukkan kebahagiaan malam ini. Teman-teman yang terlihat bahagia walaupun mereka lelah mempersiapkan acara ini.

"Kak Nisa, aku ke kamar mandi dulu ya. Mau ganti baju batik" Ujarku.

"Ok Liza, nanti stand by di belakang panggung ya" Ujar kak Nisa.

Aku mengangguk dan pergi ke kamar mandi untuk mengganti kaos panitia menjadi baju batik. Kupoles sedikit bedak dan lip tint, ku pakai softlens abu-abu couple an dengan Jeje. Apa cocok? Aku tersenyum sekilas ketika teringat kak Angga. Harapanku terlalu berlebihan, lebih baik jalani sesuai keinginanku saja. Sesuai arah kakiku.

"Zaa" Panggil Jeje dan Dini.

"Hey, udah nih. Lucu nggak?" Tanyaku yang menunjukkan softlens baruku.

"Lucu ih, aku belum boleh pakai softlens sihh" Ujar Dini.

"Nggak papa! Lucu kok pake kacamata" Ujarku.

"Yuk ah ke lapangan" Ajak Jeje.

"Ehh, aku bakal sibuk di belakang panggung nanti. Kita jalan-jalan sebentar aja ya" Ujarku memasang wajah melas.

"Kasian banget sih, yaudah iyaa" Ujar Jeje menepuk pundakku.

Aku bergegas ke kelas menaruh baju salinanku. Kerudung coklat susu dan batik coklat muda yang menempel pas di tubuhku. Aku memakai Bros bunga melati yang ku pakai ketika kumpulan dulu. Kak Angga menyukai Bros ini, katanya bagus dan cantik. Jadi aku pakai Bros melati ini untuk menghiasi kerudung polosku.

Aku berlari menghampiri Dini dan Jeje. Kami pun berjalan-jalan melihat jajanan yang di jual di area bazar. Banyak sekali makanan, aku ingin membeli semuanya.

Kak Angga?

Aku melihat kak Angga sedang makan bakso di stand terakhir. Kayaknya kak Angga nggak makan sore deh, dia lahap banget makan baksonya. Apaan sih sok tahu banget:(
Aku langsung mengalihkan pandangan karena di panggil Dini. Kami foto di ruang kelas yang di dekor sebagus mungkin untuk tempat foto. Hingga tiba waktu malam puncak. Aku bergegas menuju belakang panggung, Disana sudah ada Lala dan yang lainnya. Terutama Kak Angga yang sudah memperhatikanku sejak tadi.

"Ambil hadiah di ruang dekor yuk" Ajak kak Angga kepadaku.

"Ayo kak" Jawabku yang berjalan di belakang kak Angga.

"Dari mana aja?" Tanya kak Angga.

"Habis muter-muter sama temen, kenapa kak? Aku di cariin dari tadi?" Jawabku cemas.

"Iya di cariin"

"Ha? Sama siapa kak?" Ujarku bingung.

"Sama aku" Ujarnya tersenyum.

Kak Angga kenapa?

"Becanda, nggak ada yang nyari kok. Tenang aja" Ujar kak Angga lagi.

"Haha iya kak" Aku langsung berjalan cepat mendahului kak Angga. Terdengar suara tawa kak Angga, aku malu banget! Kenapa aku pasang muka kaget coba.

"Waah kenapa pialanya di masukin ke tas?" Tanya kak Angga yang mengeluarkan piala dari masing-masing hand bag.

"Aku nggak tahu kak, bukan bagian hadiah kan" Jawabku tersenyum kecut, ikut mengeluarkan piala-piala tersebut.

"Maaf ya, aku kira udah tinggal di bawa hadiahnya" Ujarnya nggak enakan.

"Santai kali kak, kan tugas panitia" Ujarku.

"Ok, kita keluarin semuanya terus kita bawa ke belakang panggung" Ujar kak Angga yang langsung aku iya kan.

Kami menyelesaikannya dengan cepat. Dan segera membawa hadiah ke belakang panggung. Dari sisi penonton terlihat Jeje dan Dini yang memperhatikan aku dan kak Angga. Mereka jelas-jelas mendukung hubungan royalku dengan kak Angga. Tapi sayangnya ini hanya pikiranku semata. Aku langsung mengabaikan kedua temanku, dan fokus pada tugasku.

"Kuatkan?" Tanya kak Angga yang berada di belakangku.

"Kuat kok kaak" Jawabku.

Perhatian dan nggak enakan orangnya. Kenapa kamu se sempurna ini kak. Aku bahkan tidak ingin mengabaikan wajahmu dalam pikiranku. Aku terlalu banyak berharap padamu, asal kamu tahu kak.

-
Bersambung~ jangan lupa votement

Sebatas harapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang